Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Terlena Dengan Keindahan PIK 2

4 Januari 2025   00:53 Diperbarui: 4 Januari 2025   04:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana malam di tepi Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi

Musim liburan sekolah kali ini, saya dan keluarga berkesempatan untuk mengunjungi kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Berbekal informasi yang kami terima dari internet, kami bermimpi untuk menikmati wisata pantai yang bersih di Jakarta. 

Spot yang kami kunjungi adalah Pantai Aloha. Sayangnya, kami tiba di sana jam 20.00, waktu yang kurang tepat untuk menikmati suasana pantai secara utuh. Akan tetapi, suasana malam di Pantai Aloha cukup menebus rasa penasaran kami.

Tidak ada tiket masuk yang harus dibayar ketika masuk ke sana, hanya ada tiket parkir kendaraan di area parkir pantai Aloha. Pengembang PIK 2 'mendedikasikan' pantai ini bagi masyarakat yang ingin berkunjung secara gratis.

Di halaman muka, kita akan disambut dengan deretan restoran dan tempat-tempat makan. Ada juga kolam buatan berpasir, panggung live music, juga meja dan kursi yang bisa digunakan untuk bersantai atau makan/minum. Meski sudah malam, pengunjung yang datang masih sangat ramai. 

Kami belum cukup lapar saat itu, sehingga kami memutuskan untuk langsung menuju pantai. Sekitar 10 meter dari bibir pantai ada pagar pembatas yang ditutup saat malam. Kami tidak bisa berjalan hingga tepian pantai. Akan tetapi suasana di pinggir pagar pembatas itu juga sudah cukup menarik. Dengan lampu-lampu yang menghiasi jalan setapak, deretan pohon kelapa dan butiran pasir, merangsang pengunjung untuk menikmati pemandangan. 

Anak-anak bermain pasir di Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi
Anak-anak bermain pasir di Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi

Meskipun tidak bisa melangkah lebih jauh, anak-anak masih bisa bermain pasir di pinggir pagar tersebut. Pasir putihnya bersih. Padahal ada juga fasilitas playground untuk anak-anak. Tetapi mereka lebih memilih bermain pasir. Sementara anak-anak sibuk bermain pasir, saya dan istri sibuk berfoto-foto. Patung perempuan besar dengan lubang di dadanya menjadi spot foto yang paling diminati pengunjung.

Suasana malam di tepi Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi
Suasana malam di tepi Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi

Selesai bermain pasir kami beranjak untuk mencari kudapan. Ada banyak varians makanan dan minuman yang dijajakan. Ada yang halal dan ada juga yang non halal. Setelah memilih tempat duduk berpayung di pinggir kolam buatan, kami pun memesan makanan cepat saji yang tersedia di sana. 

Suasana Food Court Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi
Suasana Food Court Pantai Aloha PIK 2. Sumber: Dok. Pribadi

Selepas makan malam, saya teringat belum menunaikan sholat Isya. Akhirnya saya meninggalkan istri dan anak perempuan saya di meja makan sejenak untuk menuju Musholla. Fasilitas musholla terletak di ujung kanan pintu utama Pantai Aloha. Musholla-nya sangat bersih, cukup nyaman untuk beribadah di sana.

Sebelum pulang, saya sempatkan untuk masuk ke toilet berbayar yang ada di lokasi. Tarifnya Rp 5.000,-/orang dan bisa dibayar dengan uang elektronik. Berbeda dengan toilet gratis yang berada di ujung kiri pantai, toilet berbayar dilengkapi AC, sehingga suhu ruangan toilet cukup sejuk. Kebersihan keduanya cukup baik. Hanya saja, kita harus bersabar untuk mengantri di toilet gratis.

Kunjungan kami di kawasan PIK 2 malam itu meninggalkan kesan yang mendalam. Bagi istri dan anak-anak saya, mereka sangat senang karena telah diajak untuk mengisi liburan ke tempat-tempat yang menyenangkan. Tetapi bagi saya, agak berbeda. Bagi saya, perjalanan kami ke PIK 2 bukan sekedar bersenang-senang dan menghabiskan waktu hari libur-melainkan-ada insight baru yang bisa saya pelajari.

Pantai Gratis

Sesaat saya terlena dengan kemudahan akses yang diberikan pengelola PIK 2 untuk menuju tempat wisata seperti Pantai Aloha. "Fasilitasnya bagus dan tidak harus bayar tiket masuk", gumam saya.

Pikiran saya dipicu karena mengetahui kondisi di Pantai Ancol yang kini sedikit berbeda. Di Ancol kita harus membayar tiket masuk ke kawasan pantai, namun fasilitas pantai-nya kurang dikelola dengan baik. Sejurus kemudian, saya mencoba mencari informasi terkini tentang kondisi Pantai Ancol. 

Dikutip dari detik.com, Taman Impian Jaya Ancol mengalami penurunan pengunjung hingga 10 persen di tahun 2024. Pengunjung yang diwawancarai oleh detik.com menyebut harga tiket masuk Ancol sebesar Rp 30 ribu terlalu mahal untuk mereka yang hanya ingin menikmati pantai.

Sementara itu, Direktur Utama PT. Pembangunan Jaya Ancol Winarto sebelumnya menyampaikan penurunan jumlah pengunjung Ancol pada 2024 ini disebabkan beberapa faktor. Winarto menyebut penurunan itu disebabkan ketidakpastian stabilitas ekonomi.

Sebagaimana dicatat oleh rri.co.id, Winarto juga menyatakan, pihaknya akan membebaskan biaya tarif masuk atau tiket gratis kepada pengunjung dalam setiap bulannya. Pemberlakuan tiket masuk gratis ditujukan untuk menjawab kegelisahan masyarakat yang merasa terbebani saat hanya ingin berlibur ke Pantai Ancol.

Rupanya, pernyataan Winarto pun didorong oleh desakan DPRD Jakarta. PT. Taman Impian Jaya Ancol diharapkan bisa menggratiskan akses ke pantai untuk publik seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Untuk pengganti pendapatannya, Ancol juga bisa meniru PIK 2 atau Pantai Maju Bersama di Pulau Reklamasi. Selain menggratiskan akses ke pantai, di sana juga menyajikan berbagai kuliner lengkap bagi semua kalangan.

Kontroversi PIK 2

Tak ingin terlalu lama terlena, saya mencoba mencari berita penyeimbang. Sependek ingatan saya pembangunan PIK 2 sempat menuai kontroversi. 

Mungkin terlambat untuk membahas hal ini. Keterkejutan saya melihat gedung-gedung pencakar langit di PIK 2 memperburuk keterlambatan itu. Pemandangan terakhir yang saya ingat ketika proyek PIK 2 hanyalah urugan pasir reklamasi. Setelah itu, saya cukup lama abai. Mudah-mudahan tulisan ini memberi sudut pandang berbeda, sehingga dapat mengurangi rasa bersalah saya karena telah sedemikian abai.

Seperti sudah diketahui publik, pengembang PIK 2 adalah Agung Sedayu Group dan Salim Group. Keduanya merupakan perusahaan pengembang terkemuka di Indonesia yang telah berkolaborasi sejak tahun 2002. 

Nama pemilik Agung Sedayu Group belakangan kembali disorot setelah kedekatannya dengan pemerintah dan proyek Giant Sea Wall yang kelak akan digarapnya serta dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Proyek PIK 2 sendiri saja sudah cukup bermasalah, apalagi jika ditambah PSN baru. Perluasan dari kawasan Pantai Indah Kapuk dengan luas total 2.650 hektar ini menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran tentang dampak lingkungan dan sosial, seperti kerusakan habitat dan ekosistem laut, pencemaran air laut dan tanah, dan perubahan iklim mikro dan makro.

Selain itu, ada juga dampak Sosial yang timbul dari proyek raksasa ini, yaitu penggusuran tempat tinggal warga setempat, kehilangan sumber mata pencaharian, dan perubahan struktur sosial dan budaya.

Di sisi perekonomian pun akan berdampak pada biaya perawatan dan pemeliharaan infrastruktur yang tinggi, kerugian ekonomi bagi warga yang terkena dampak, dan potensi kerusakan infrastruktur akibat bencana alam.

Akan tetapi, pihak pengembang mengklaim telah melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menjawab permasalahan tersebut. Program-program CSR tersebut diantaranya:

  • Program Reboisasi dan Konservasi: Menanam pohon dan mengkonservasi ekosistem laut;
  • Pengelolaan Limbah: Membangun fasilitas pengolahan limbah terpadu;
  • Sistem Pengendalian Banjir: Membangun sistem drainase dan pengendalian banjir;
  • Program Bantuan Pendidikan: Beasiswa dan bantuan pendidikan untuk warga sekitar;
  • Pembangunan Fasilitas Umum: Membangun rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan;
  • Program Kesehatan Masyarakat: Layanan kesehatan gratis dan pengobatan;
  • Program Pelatihan Kerja: Meningkatkan keterampilan warga sekitar;
  • Pembinaan UMKM: Mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
  • Program Bantuan Ekonomi: Bantuan untuk warga terdampak reklamasi;
  • Pelestarian Budaya Lokal: Mengadakan festival dan pertunjukan budaya;
  • Pembangunan Pusat Kebudayaan: Membangun fasilitas kebudayaan dan kesenian;
  • Program Pengembangan Seni: Mendukung pengembangan seni dan kreativitas;
  • Pembangunan Masjid dan Gereja: Membangun fasilitas ibadah;
  • Program Bantuan Bencana: Memberikan bantuan korban bencana alam; dan
  • Kerja sama dengan Pemerintah: Mendukung program pemerintah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Harus Lebih Peka

Terlepas dari fakta dan saling klaim antara pengembang, aktivis sosial dan lingkungan, serta pemerintah, saya punya pandangan tersendiri.

Menurut saya-sehebat apapun program CSR itu dilakukan untuk 'mengganti' kemudharatan yang mungkin timbul akibat moderenisasi kawasan PIK 2-manfaat yang dihasilkan perlu dievaluasi secara berkelanjutan.

Sedari awal, proyek ambisius ini harus dikurasi siapa penerima manfaat terbesarnya. Jangan sampai, manfaat yang dihasilkan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang hidup di negeri ini. Jangan sampai-dengan dalih meningkatkan pertumbuhan ekonomi-ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin jauh melebar.

Alih-alih menciptakan spot wisata baru dan pemukiman bagi kaum elite yang mungkin hanya satu persen, pemerintah seharusnya lebih dulu berinovasi pada pengelolaan Taman Impian Jaya Ancol-sebagai yang pertama menyajikan wisata pantai-agar lebih 'ramah' dengan segala lapisan masyarakat.

Yang lebih penting lagi-sebagai warga negara yang berpendidikan-kita harus lebih peka menangkap gejala sosial semacam ini. Jangan sampai kita terlena dengan keindahan pantai buatan, sementara abai dengan dampak negatif dari reklamasi ini.

Kini, pengembang PIK 2 sudah membuktikan ambisinya kepada warga Jakarta dan dunia. Bahwa-secara kasat mata-PIK 2 layak diacungi jempol. Semoga-di proyek ambisius berikutnya- Indonesia bisa membanggakan menariknya kawasan tanpa ketimpangan ekonomi dan pelestarian alam sebagai 'wisata edukatif' yang diburu warganya saat musim liburan tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun