Menuduh pihak-pihak tertentu melakukan persekongkolan dengan modus tersebut harus dengan bukti yang cukup. Penjelasan di atas itu hanya asumsi. Bisa saja, ada alasan lain para peserta prakualifikasi terlihat seperti bersekongkol. Sementara itu, mencari bukti-bukti persekongkolan akan menyita waktu dan kepastian pemenang penyedia jasa konsultansi telah ditunggu oleh pihak yang membutuhkan. Oleh karenanya, akan lebih baik jika ada fleksibilitas dalam penetapan daftar pendek hasil prakualifikasi, sehingga pengelola pengadaan tidak perlu menghabiskan waktu untuk 'mencari-cari' kesalahan orang.
Fleksibilitas itu dapat diterapkan dengan memberi kesempatan kepada peserta prakualifikasi lain yang sebelumnya tidak masuk di dalam daftar pendek untuk menggantikan pemenang prakualifikasi sebelumnya yang memutuskan untuk tidak mengajukan penawaran. Dengan kata lain, kuota daftar pendek akan tetap terisi oleh peserta prakualifikssi yang memenuhi syarat kualifikasi di urutan berikutnya.
Untuk memastikan integritas proses seleksi, peserta prakualifikasi yang mengundurkan diri harus 'menyatakan' pengunduran dirinya secara jelas. Alasan pengunduran diri pun dipersempit dengan pilihan objektif tertentu yang diatur dalam regulasi. Sehingga, tidak mudah bagi mereka untuk mundur se-enaknya.Â
Agar hasrat oknum penyedia untuk mengundurkan diri tanpa alasan objektif bisa dicegah, regulasi juga perlu menetapkan pengenaan sanksi bagi mereka yang masih membandel. Sanksi tersebut dapat berupa pencantuman dalam daftar hitam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H