Mohon tunggu...
Sastro Admodjo
Sastro Admodjo Mohon Tunggu... Musisi - babaasad.com

Seorang pengembara edan. Mencari keindahan alam semesta Tuhan. Menorehkan tulisan untuk saling berbagi pengalaman. Menikmati kopi hitam, menjadi tuntutan dengan kawan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Relasi Kuasa Ideologi - Politik, Sebuah Upaya Membangun Perspektif Dialogis

25 Desember 2017   22:03 Diperbarui: 25 Desember 2017   22:19 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: eventbrite.co.uk

Akibatnya, Jerman kolaps. Kelaparan mewabah dimana-mana dan reputasi Jerman sebagai negara super power ketika itu ambruk, berganti menjadi negara miskin terlilit utang. Dalam pada demikian, muncullah Hittler dengan partai NAZI-nya yang menggebrak dunia perpolitikan Jerman. Ide-ide yang dicanangkan Hittler sanggup meraup simpati jutaan rakyat Jerman. 

NAZI menjadi partai penguasa, Hittler dengan gagah tampil sebagai Die Fuhrer.Tak lama sebagai FuhrerHittler mempropagandakan ideologi Fasisme; superioritas ras Arya dan keunggulannya atas ras-ras lain. Jerman bangkit dan menjadi negara raksasa kembali hanya dalam kurun waktu 15 tahun.

Dari kasus diatas, kita bisa melihat bahwa relasi antara ideologi dan politik sangatlah erat. Dengan keduanya, suatu negara dapat kokoh berdiri. Jerman tanpa ideologi Fasisme adalah Jerman yang lesu, lemah, dan pecundang. Sedangkan Jerman dengan Fasismenya sanggup merajai Eropa Kontinental, bahkan sebagian Kep. Britania. Terbukti memang formalisasi ideologi merupakan syarat utama berkembangnya suatu bangsa. Tidak ada satu bangsa pun yang menjadi besar tanpa mengibarkan bendera ideologi tertentu.

Namun kita pantas menengok ulang, apakah benar formalisasi ideologi merupakan syarat utama majunya suatu negara? Adakah negara-negara yang dapat mencapai kejayaan tanpa dibasisi suatu ideologi tertentu? Lalu bagaimana nasib ideologi-ideologi oposan? Bagaimana kondisi penganutnya? Pertanyaan-pertanyaan diatas akan menjadi satu entry pointpembahasan kita selanjutnya.

Analisa holistik pada satu fenomena mutlak diperlukan. Terlebih fenomena tersebut merupakan fenomena sosial yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Demikian pula pada kasus ini. Formalisasi ideologi pada satu sisi memang urgen untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan. Namun tindakan otoriter dari penguasa dengan mengeleminir ideologi lainnya juga tidak dapat ditoleransi. 

Pada kasus Hittler diatas, memang benar ia dapat membawa Jerman bangkit dari keterpurukan dan membawanya menjadi salah satu negara super power. Namun harga yang dibayar sangatlah mahal. Formalisasi ideologi fasisnya dengan propaganda superioritas ras Arya memakan banyak korban dan membawa dunia menuju salah satu malapetak terbesar dalam sejarah umat manusia. 

Pembunuhan massal, genocide, pengusiran besar-besaran dan invasi kepada mereka yang tak sepaham adalah bukti bahwa ideologi bisa sangat berbahaya apabila berada di tangan yang salah dan mendapatkan kekuasaan absolut.

Tidak hanya pada kasus Hittler. Sepanjang sejarah manusia banyak sekali kita temukan kasus serupa. Inquisisi penguasa Muktazilah pada Ahmad bin Hambal, pengusiran besar-besaran penguasa Kristen Spanyol terhadap kaum Muslimin dan Yahudi, pembunuhan besar-besaran kalangan komunis Soviet terhadap rakyat pembangkang, dan yang paling mutakhir kesewenang-wenangan penguasa Wahabi Arab Saudi terhadap kalangan minoritas.

Konklusi

Kumpulan kasus diatas mengindikasikan bahwa sebaik apapun ideologi yang diusung penguasa hendaknya diletakkan pada tempat yang proporsional. Harus ada lembaga kontrol terhadap perilaku penguasa serta ideologi-ideologi oposan untuk melakukan kritiki konstruktif terhadap penguasa. 

Proporsional disini, dimaksudkan dengan pembatasan atas pengangkatan status sebuah ideologi yang notabene merupakan hasil pemikiran manusia yang profan menjadi sakral. Sakralitas ideologi rentan disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk memuluskan syahwat politik mereka. Sakriltas Komunisme, Fasisme, Muktazilah, Syiah, Sunni, hingga Pancasila Sakti merupakan bukti bahwa banyak sekali pihak yang memanfaatkan selubung topeng ideologi demi ambisi pribadi mereka. Eksistensi ideologi oposan sangat diperlukan dan harus dilindungi oleh negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun