Meskipun tidak semua kepala negara merangkap sebagai ideolog rakyatnya, namun keberadaan seorang pemikir merupakan elan vital bagi eksistensi satu bangsa. Pada kasus demikian, sebagai gantinya, para penguasa yang tidak memiki kecakapan mengorganisasikan pemikirannya akan menunjuk seseorang sebagai mentor politik bagi mereka.Â
Contoh yang paling terkenal adalah Al-Ghazali pada masa perdana menteri Nizamul Muluk. Sebagai seorang sunni orthodoks, Nizamul Mulk sangat membutuhkan eksistensi pemikir untuk memperkuat basis teologis dan ideologis kekuasaannya.Â
Dengan keberadaan Al-Ghazali, seorang cendekiawan brilian yang disegani masyarakat, ia akan mampu meredam gejolak di tingkat akar rumput serta dapat mengeleminir pemikiran-pemikiran oposisi yang hendak merongrong kekuasaan sang perdana menteri. Â Demikianlah urgensi keberadaan pemikir pada satu peradaban yang layak diibaratkan sebagai basis epistemologis dari satu bangunan negara yang menjulang.
Definisi politik
Aristoteles mendefinisikan politik sebagai seni mengatur negara dan masyarakat. Dalam bukunya "Nichomachean Ethic" pemikir nomor wahid Yunani tersebut menyebut bahwa politik adalah ilmu yang berada di puncak hierarki ilmu-ilmu. Ia adalah ilmu tertinggi sebab berorientasi untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.Â
Karena menurut Aristoteles, semua ilmu bertujuan untuk memudahan hidup manusia, sementara ilmu politik berelasi secara langsung dengan masyarakat banyak. Dengan menggunakan ilmu politik, hajat hidup orang banyak dapat terealisasikan dengan segara karena ia mempelajari seni mengorganisasi massa, meletakkan setiap individu pada pos-pos yang sesuai bidangnya, serta diproyeksikan untuk mengatur hubungan dalam dan luar negeri dengan komunitas-komunitas masyarakat lain.
Relasi kuasa ideologi-politik
Dua entitas berbeda namun tak dapat dipisahkan. Eksistensi ideologi dan politik seperti dua sisi keping mata uang yang sama. Berbeda namun selalu berhubungan. Seperti paparan dimuka ideologi merupakan daya hidup (elan vital) bagi perkembangan negara. Sementara politik mengatur negara, ideologi memberi amunisi penuh pada para politikus untuk mensukseskan tujuan-tujuan mereka.
Formalisasi ideologi sangat penting bagi penguasa. Karena stabilitas sosial dan keamanan dapat terjaga dengan keberadaan ideologi yang telah terlembagakan. Sebab menurut Ibnu Khaldun An-Nasu ala dini mulukihim,masyarakat selalu mengikuti ideologi para penguasanya. Dengan adanya formalisasi ideologi maka keutuhan pemerintahan dapat terjaga mengingat tidak ada perebutan dan pertarungan antar ideologi yang justru akan mengantarkan pada kesemrawutan, chaos,dan huru-hara.
Untuk studi kasus, eksistensi rezim Hittler dapat menjadi prototype sempurna. Sebelum kemunculan Hittler Jerman tengah terpuruk. Imbas dari kekalahan telak pada perang dunia I masih sangat terasa. Jerman yang berada pada pihak yang kalah harus merelakan sebagian wilayahnya kepada sekutu.Â
Jutaan pasukannya tewas dan jutaan sisanya harus puas menjadi tawanan mereka pemenang perang. Ditambah lagi keadaan negara yang hancur porak poranda digempur tentara musuh. Pertempuran Leningrad adalah biang keladi kembrukan supremasi Jerman. Sebagai negara yang kalah, Jerman harus menandatangani perjanjian perdamaian yang memaksanya untuk membayar seluruh kerugian perang kepada sekutu.