Piala Eropa dan Piala Dunia yang tanpa diperkuat para pemain besar dari klub-klub top dijamin akan sepi peminat dan tak akan megah. Ujung-ujungnya UEFA dan FIFA sendiri yang blingsatan.Â
Hari ini badan tertinggi sepakbola tersebut boleh jumawa karena rencana ESL batal. Klub-klub raksana itu mundur terutama karena tekanan hebat dari para suporter mereka sendiri.Â
Balik lagi pertanyaan diawal: bagaimana nanti bila sudah ada sosialisasi dan akhirnya para fans menyetujui ESL demi kebaikan klub favorit mereka?
Maaf, saya memang suka berandai-andai dan mengkhayal, hehe. Semoga itu tidak terwujud. Karena kalau iya, keributan besar akan terjadi. Memang dominasi dalam sepakbola itu kurang baik.Â
Semua klub, termasuk tim kecil, punya kesempatan yang sama untuk jadi juara dan ikut turnamen bergengsi seperti Liga Champions. Dari dulu filosofi "bola itu bulat" sudah terkenal dalam olahraga ini.Â
Tak ada yang bisa memprediksi hasil pertandingan sebelum peluit panjang wasit berbunyi setelah waktu 90 menit. Tim yang dijagokan belum tentu selalu menang melawan tim yang kurang diperhitungkan. Satu contoh aktual, siapa yang menyangka Leceister City asuhan Claudio Ranieri bisa menjuarai Premier League pada musim 2015/2016?
Cuma kita para pecinta sepakbola ini jangan munafik. Memang kita berharap ada tim kejutan biar seru pertandingan. Tapi keinginan itu hanya sesekali. Karena jujur dari hati yang paling dalam, kita pasti mengharapkan tim besar dengan para pemain top-lah yang bersaing dan jadi pemenang.Â
Tunjuk jari kalian yang nonton tim antah berantah Eropa yang bermain di babak penyisihan grup Liga Champions?! Atau andai ESL terlaksana, masih maukah kalian menonton final Liga Champions yang menyajikan duel tim semenjana seperti Atalanta versus West Ham?
Wah, lagi-lagi berandai, haha.
(Bangka, 26 April 2021/dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H