"Memikirkan apa, Nak?" tanya Ustadz Umar lembut kepada putrinya.
Nissa menggeleng. " Tidak ada apa-apa, Yah," ucapnya.
"Hmm, sejak kapan putriku ini mulai belajar berbohong kepada orangtuanya," tukas Ustadz Umar menyunggingkan senyumnya. "Siapa laki-laki itu ?"
Pipi Nissa mulai merona merah. "Ayah, apa-apaan sih ?"
" Hahaha...Ayahmu ini juga pernah muda sepertimu putriku, jadi jangan bohongi Ayah," Ustadz Umar kemudian menarik kursi dan duduk di dekat putrinya. "Waktu muda dulu Ayah berjuang keras untuk mendapatkan gadis pujaan Ayah. Begitu banyak halangan."
Nissa tersenyum, tertarik mendengar cerita ayahnya. "Apakah orangtua gadis itu menolak Ayah?" tanyanya.
"Bukan menolak, tapi selektif memilih calon pendamping yang baik untuk putri mereka. Bukan karena harta, tapi iman,taqwa dan akhlak," lanjut Ustadz Umar. "Tidak itu saja. Banyak sekali saingan Ayah yang antri berusaha merebut hati gadis pujaan Ayah. Tapi Ayah tak menyerah."
"Lalu Yah, apakah Ayah berhasil mendapatkan gadis pujaan Ayah?" tanya Nissa penasaran.
"Ya iyala, masa ya iya dong," Ustadz Umar mengutip kalimat gaul. " Gadis pujaan Ayah itu adalah ibumu, hehe"
Nissa tak kuasa menahan tawanya.
Ustadz Umar menatap putrinya dengan senyum menyejukkan, " Dulu Ayah pernah berkata kepadamu untuk mencari laki-laki keluaran pesantren, tapi itu Ayah cuma menyarankan bukan memaksakanmu Nak. Pilihlah laki-laki yang bisa menjadi pendamping hidup yang baik untukmu. Syarat utama tak bisa ditawar, dia mesti seiman, Islam, umatnya Nabi Muhammad SAW. Satu lagi, laki-laki itu manusia ikhlas. Dia ikhlas beribadah bukan karena riya', tapi karena Allah SWT semata. Dia ikhlas mencintaimu seikhlas dia siap kehilanganmu asalkan dirimu bahagia."