Mohon tunggu...
Leo Christianto
Leo Christianto Mohon Tunggu... Lainnya - Leo

No comment

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dendam Membara

14 Februari 2019   11:35 Diperbarui: 14 Februari 2019   11:36 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rusuh!

Borneo membara. Masyarakat pendatang berselimut ketakutan. Kelompok yang sering dicap nonpribumi itu memilih meringkuk berdesakan di kantor pihak berwajib. Ada yang tidur di pos-pos polisi, ada juga yang mengamankan diri di posko-posko pengungsian milik Angkatan Darat. Menakutkan. Begitu mencekam. Kebakaran di mana-mana. Langit berasap hitam bergulung-gulung. Orang-orang seolah kehilangan akal. Mereka merusak rumah-rumah yang kosong, membakar pasar, dan merampok toko-toko sembako tanpa terkendali.

Rusuh terus meluluhlantahkan kota itu.

Rio yang seorang pribumi bertanya kepada ayahnya, apakah wajar bila dia ikut menjarah toko-toko besar yang dikuasai oleh para pendatang nonpribumi itu.

"Bukankah kebanyakan dari mereka semua bukan penduduk asli kota Borneo?" tanya Rio sambil memohon.

Ayahnya mengutuk niatnya. Tapi Rio tak peduli. Dia malah menghambur bersama teman-temannya pergi menjarah semua toko yang telah kosong tak berpenghuni.

Tidak cukup dengan meraup. Rio punya rencana lain.

"Sekarang aku akan bunuh si Acho."

Teman-temannya tersentak. Siapakah si Acho yang ingin dia bunuh itu?

"Pendatang busuk!" kata Rio

Teman-temannya menahan. Mereka menjelaskan kepada Rio bahwa dia hanya diizinkan untuk menjarah toko-toko dan rumah-rumah milik warga pendatang, bukan untuk membunuh, apalagi dengan alasan-alasan yang sifatnya dendam pribadi.

"Membunuh tidak dibenarkan dalam budaya kita," bujuk teman-teman Rio. "Apalagi terhadap individu-individu yang tidak melakukan perlawanan."

Acho yang dimaksud pastilah sedang bersembunyi di tempat-tempat pengungsian yang dijaga ketat.

"Kalian pikir aku tolol?" sela Rio. "Apa kalian tidak tahu kalau Si Acho lah biang dari kerusuhan ini."

Teman-temannya terdiam. Lantas mereka berpendapat bahwa selama yang dia bunuh itu bukan penduduk asli mereka tak peduli.

"Oke, sekarang tolong kalian katakan di mana Acho bersembunyi," kata Rio meledak-ledak.  "Kalau ketemu akan kupotong kepalanya."

Sayangnya, tidak ada yang tahu.

"Terserahlah," ujar Rio lagi. "Cepat atau lambat, aku pasti akan membunuhnya. Biar kucari dia sendiri."

Teman-teman itu memarahi Rio. Dalam keadaan kacau seperti itu, dia tidak bisa pergi seenaknya. Bersama teman-temannya, dia masih harus menjarah toko-toko yang belum terbakar dan menginterogasi siapa saja yang masih berkeliaran di jalan-jalan. Tak ada seorang pun yang peduli dengan keberadaan Acho.

"Baiklah, mungkin kalian belum ada yang tahu ...," bentak Rio. Teman-temannya setengah hati mendengarkan ocehan satu pria itu.

Rio kesal. "Kalian harus tahu siapa Si Acho ini. Dia itu betul-betul manusia yang biadab. Lebih biadab dari semua pendatang yang tersebar di kota ini. Kalau sampai kalian berhasil menemukannya, serahkan saja dia kepadaku. Akan kubunuh dia dengan tanganku sendiri!"

Namun, lagi-lagi tak satu pun di antara mereka yang tahu ataupun peduli dengan keberadaan Si Acho.

Rio menghela napas kesal. "Hadeh, buat kalian mungkin tak ada bedanya kepala siapa yang akan kutebas selama dia bukan orang pribumi, tapi aku tidak akan sanggup membunuh orang yang tak ada sangkut pautnya dengan Si Acho."

Teman-temannya pun mulai kehilangan kesabaran. Salah satu dari mereka mengancam akan membunuh Rio jika dia tidak bersedia diajak bekerja sama.

Rio tak suka diancam. Dia geram. Dicabutnya parangnya dan dia acungkan tinggi-tinggi. "Kalau begitu, akan kubunuh kalian semua!"

"Jangan macam-macam, Rio," bentak salah satu dari mereka. "Kalau masih ingin hidup, turuti perintah kami. Kita ini satu suku, Rio. Tak semestinya kita saling bunuh!"

"Persetan! Pergi kalian semua, atau kubunuh!"

Semenit kemudian sepi. Mereka pun pergi meninggalkan Rio sendiri. Tak ada yang mau bersekutu dengan niat Rio.

Rio gelap mata. Dia mulai membunuh siapa saja yang ada di hadapannya. Baik pribumi apalagi nonpribumi. Semua dia bunuh tanpa pandang bulu. Baik orang tua, perempuan, dan anak-anak. Semua sama di mata Rio. Siapa saja tidak jadi soal, yang penting dia bisa melihat darah segar, dan mayat-mayat tergeletak di jalanan. Semua halal untuk dijagal.

"Jika aku tidak bisa membunuh Acho," pikirnya, "maka akan kubunuh siapa saja sampai tidak ada lagi orang-orang yang tersisa di kota ini. Akan kubunuh mereka semua!"

Korban demi korban terus berjatuhan. Rio dengan gelap mata terus saja membunuh seperti orang yang kecanduan. Parangnya makin tebal dengan darah mengental.

Pikir Rio, "Hari ini bunuh satu, besok bunuh dua, besoknya lagi bunuh tiga, begitu terus sampai tidak ada lagi orang bisa dibunuh. Cepat atau lambat si Acho pasti ketemu. Di mana kau? Keluar kau Acho, Bajingan kau!"

Akan tetapi, pihak pribumi dan nonpribumi terlanjur berdamai sebelum Rio berhasil menemukan Acho. Pelan-pelan, Rio mulai merasa bersalah karena telah menghabisi nyawa-nyawa yang tidak berdosa. Sekarang mereka semua telah berdamai. Rio tak punya alasan yang cukup untuk membakar dendamnya. Ia dengan sukarela menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib. Pria itu siap mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

Dalam masa tiga puluh tahun setelah kebebasannya dari penjara, Rio yang menua tak sengaja berpapasan dengan Acho yang juga tak kalah rentanya, ditemani anak dan cucunya.

Pada saat itulah Rio kembali ditangkap, duduk di kursi persidangan dan menerima vonis mati.

Dengan gemulai, Rio tengadah di depan dewan hakim, Rio terus mengulang kata-kata yang sama: bahwa dia membunuh Acho adalah semata-mata untuk menuntaskan dendamnya yang tak beralasan. Karena ditolak cintanya.

Tapi siapa yang sudi mendengar alasan bodoh seperti itu?

-Selesai-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun