Mohon tunggu...
An.Sastra
An.Sastra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Senandung Balarama - Untuk Asmara Renjana Kekasihku

18 Oktober 2024   22:10 Diperbarui: 18 Oktober 2024   23:08 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Surat dari Balarama untuk Asamara Renjana)

Asmara Renjana kekasihku yang jauh, namun tak pernah benar-benar terpisah,

Aku menulis surat ini dalam sunyi malam yang tak bertepi, saat rindu menguap seperti embun yang menggantung di langit kelam. Di dalam setiap kata, ada sejumput kerinduan yang terperangkap, seakan kata-kata ini adalah jaring yang menangkap setiap desahan perasaan yang tak bisa kusampaikan langsung padamu.

Baca juga: Mekar untuk Gugur


Jarak, kekasihku, adalah sesuatu yang kini menjadi jurang tak kasat mata di antara kita, merentang di antara kita seperti sungai deras yang tak bisa kuseberangi. Namun, di balik jarak yang menyiksa ini, ada cinta yang tetap membara, tak pernah padam.

Aku merindukanmu, seperti bumi merindukan hujan di musim kering. Seperti api yang terus membakar meski tak ada bahan bakar yang mendekat. Setiap pagi yang kutemui tanpa kehadiranmu adalah pagi yang kehilangan warnanya. 

Setiap malam yang kulalui tanpa suaramu adalah malam yang terasa lebih sunyi dari biasanya. Bibir ini, kekasihku, merindukan lumatan bibirmu, merindukan kelembutan yang dulu sering kita bagi.


Namun kini, semua itu hanya tersisa dalam ingatan yang kuputar berulang kali, seperti film yang tak pernah selesai.

Asmara Renjana kesasihku, bukan sekadar bara yang membakar. Ia telah menjelma menjadi api abadi, yang tetap berkobar dalam diriku meski bibir kita tak lagi bertaut. Seperti malam yang ditelan kesunyian, aku hanya bisa mencium jejakmu dalam bayangan dan mengirimkan doa-doa lirih yang tak kau dengar, tapi kutahu sampai kepadamu. Ada perih yang menjalar setiap kali aku menyadari bahwa jarak ini seakan memeluk kita lebih erat daripada kita bisa memeluk satu sama lain.

Baca juga: Pil Kadal

meski bibir kita tak lagi bisa bersatu, doaku selalu menemanimu. Setiap malam, dalam keheningan doa yang terucap dalam hati, aku menyelipkan namamu di antara harapan-harapanku. Doa-doa kita, kekasihku, mungkin bertemu di langit yang sama, menyatu di antara bintang-bintang yang menyaksikan kerinduan kita dari jauh. Meski jarak memisahkan tubuh kita, namun doa bisa menjadi jembatan yang tak pernah runtuh, membawa perasaan ini melampaui ruang dan waktu.

Ada saat-saat, kekasihku, ketika amarah menguap seperti bara api yang tak kunjung padam. Aku marah pada jarak yang terus mempermainkan kita, marah pada waktu yang tak pernah memberi kita kesempatan lebih lama untuk bersama. Rasanya seperti dunia ini sedang bersekongkol untuk menjauhkan kita, menempatkan kita di sudut-sudut yang tak bisa disentuh satu sama lain. Tapi meski amarah ini membakar, ia tak pernah mampu melawan cinta yang jauh lebih kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun