Mohon tunggu...
An.Sastra
An.Sastra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pertemuan yang Terlupakan - Asmara Renjana

4 Oktober 2024   10:49 Diperbarui: 7 Oktober 2024   01:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bab 2 Asmara Renjana (dokpri - AN Sastra)

Balarama memejamkan mata, merasakan setiap kata yang Asmara ucapkan meresap ke dalam hatinya. Ia tahu, pertemuan mereka adalah sebuah kesalahan yang indah. Sebuah anomali di tengah kehidupan yang seharusnya berjalan lurus, tapi justru tersesat dalam kerumitan perasaan.

"Tapi jika kita tak pernah bertemu," lanjut Asmara, suaranya semakin lirih, "aku takkan pernah tahu bahwa ada bahu yang begitu nyaman untuk kucari setiap kali dunia terasa terlalu berat."

Balarama tidak menjawab. Baginya, apa yang mereka miliki ini bukan sekedar cinta, tapi ini adalah sebuah kenyataan yang tak bisa mereka lawan. Mereka sama-sama tahu bahwa Asmara terikat pada kehidupan lain, pada seseorang yang bukan dirinya, seseorang yang sudah di tuliskan pada buku nasib milik orang tuanya. Namun di sini, di antara mereka, ada ruang kecil di mana dunia luar seolah tak pernah ada.

"Mungkin kita memang bukan untuk bersama," kata Balarama akhirnya, dengan suara yang hampir tenggelam oleh angin malam. "Tapi di saat-saat seperti ini, aku merasa kita cukup. Aku merasa kau cukup."

Asmara terdiam, membiarkan kata-kata itu tenggelam dalam keheningan. Hujan mulai turun lagi, rintik-rintik kecil membasahi rambut dan bahu mereka, namun tak ada yang bergerak untuk mencari perlindungan. Mereka hanya berdiri di sana, membiarkan dingin malam meresap ke dalam kulit, seolah ingin merasakan setiap detik yang tersisa.

"Asmara Renjana, Kita adalah dua bibir yang saling melumat namun tak bisa merasakan klimaks, kecuali kita berani untuk bersetubuh, berani melawan takdir," gumam Balarama pelan,dengan tatapan kosong namun tajam.

Dan di bawah hujan yang semakin deras, di tengah kegelapan kota yang sepi, dua jiwa itu kembali tenggelam dalam kerinduan yang tak pernah bisa mereka miliki. Mereka saling bersandar, membiarkan waktu berlalu, tanpa memikirkan esok yang pasti datang dengan perpisahan yang sama.

Mereka tahu, cinta ini hanya akan menjadi kenangan sebuah renjana yang akan selalu ada dalam hati mereka, namun tak pernah bisa terwujud dalam kenyataan, atau mereka berdua berani melawan takdir yang ada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun