Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Konspirasi

6 April 2019   20:44 Diperbarui: 6 April 2019   20:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

1. Misteri Pembunuhan di Perpustakaan

Perkumpulan Garuda Putih adalah suatu organisasi massa yang besar, dengan peraturan yang ketat, bukan saja pengaruhnya meliputi seluruh Pulau Jawa bahkan merembas pula hingga jauh ke luar antar pulau.

Keberhasilan Perkumpulan Garuda Putih seperti apa yang disaksikan pada saat ini, kecuali disebabkan karena ambisi serta kewibawaan Pendekar sakti berwajah dingin dengan ilmu silat andalannya 'Angin Topan Menggulung Naga', juga disebabkan pula oleh perjuangan tiga serangkai yang berani menantang segala kesulitan yang dihadapinya.

Ke tiga serangkai tersebut tak lain adalah  Jendral  Rangga Jantaka, Tuan Besar   Kidang Pangreksa  serta  Jendral Gagak Pranala. Merekalah yang memerjuangkan Perkumpulan Garuda Putih dengan keringat dan darah, maka sudah wajarnya kalau mereka juga yang menikmati kemenangan serta kemuliaan.

Sejak Pendekar Berwajah Dingin, Mahaguru Giri Ketawang menutup diri selama lima tahun untuk melatih sejenis ilmu pedang yang tiada taranya di dunia ini, tanggung jawab Perkumpulan Garuda Putih serta otomatis berada  di pundak mereka bertiga, murid-murid utamanya.

Pada hakekatnya mereka adalah saudara sehidup semati, bukan saja menanggulangi bersama semua kesulitan yang dihadapi, merekapun dapat menikmati bersama semua kebahagian yang berhasil diraih.

Oleh karena itu tak timbul perselisihan di antara mereka untuk saling menggeser dan menjegal untuk memperebutkan kekuasaan serta kedudukan paling tinggi, semua perhatian dan kekuatan mereka hanya ditujukan keluar: Menolong mereka yang lemah dan menantang kaum penindas.

Jendral Gagak Pranala adalah murid tertua, tapi tabiatnya paling lembut dan ramah, dia tersohor sebagai seorang panglima yang berotak "brilian". Sepanjang hidupnya ia enggan ribut dengan orang, dia pun enggan melakukan perbuatan yang mengakibatkan mengalirnya darah. Sebab menurut pendapatnya, segala persoalan dapat diselesaikan dengan mengandalkan kecerdasan otak, tak perlu menggunakan golok, tanpa kekerasan pun urusan bisa diselesaikan dengan baik.

Anak murid perkumpulan Perkumpulan Garuda Putih memang menaruh hormat kepadanya, tapi bukan berarti mereka benar-benar puas dengan kebijaksanaan pemimpinnya. Pemuda-pemuda yang berdarah panas ini berangggapan bahwa cara kerja pemimpinnya ini terlalu berpura pura.

Mereka menghendaki suatu tindakan yang tegas dan keras, karena dengan begitu kobaran semangat mereka yang menyala-nyala baru bisa terlampiaskan ke luar. Sayang apa yang mereka harapkan tinggal harapan, Jendral Gagak Pranala sudah mempunyai prinsip dalam perlawannya terhadap Perkumpulan Gundala Sasra, yakni:'bila orang lain tidak mengganggu aku, akupun tak akan mengganggu orang lain. Apabila keadaan tidak terlalu memaksa, mereka tak akan turun tangan secara gegabah!' 

Barang siapa di antara murid murid Perkumpulan Garuda Putih berani memasuki wilayah kekuasaan Perkumpulan Gundala Sasra, dia bakal dihukum mati!

Jendral Rangga Jantaka adalah seorang manusia emas yang tak pernah mengucapkan sepatah katapun. Sekalipun para pengikut setianya yang sudah banyak tahun mengiringi disisinya, belum tentu setahun mendengar suara perkataanya.  Dia selalu beranggapan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk merahasiakan kepentingan pribadinya, ia tak perkenankan siapa pun juga untuk menanyakan masalah pribadinya. Ruangan tidurnya selalu dijaga dengan ketat, siapa pun tak berani mendekati tempat itu secara gegabah.

Tuan Besar  Kidang Pangreksa istrinya sudah lama meninggal, putrinya yang cuma satu-satunya itu sudah dikirim ke tempat yang amat jauh. Sekarang, bukan saja ia tak punya sanak, teman akrabpun cuma satu dua orang. Keangkuhannya, keanehannya serta kekerasan hatinya sudah diketahui siapa pun, pada hakekatnya tak seorang pun yang dapat mendekatinya. 

Semasa mudanya Tuan Besar Kidang Pangreksa tersohor karena kebesaran jiwanya serta sifat kependekarannya yang suka menolong kaum lemah dan menentang kaum penindas.  Sekalipun tabiatnya sekarang sudah jauh lebih lembut dan kalem, toh ia masih terhitung seorang jago pedang yang berjiwa terbuka. Asal orang itu adalah sahabat karibnya, sekalipun kepala harus dipenggal dan diberikan kepada orang lain,  tak nanti dia akan kerutkan dahi. Manusia seperti inilah merupakan type manusia yang paling dihormati oleh generasi muda.

Dan hari ini putra tunggalnya melangsungkan perkawinan, sudah barang tentu semuanya berdatangan untuk ikut memberikan doa restunya. Malah Mahaguru Giri Ketawang yang sedang menutup diri di puncak bukit Igir Mranak pun mengutus seorang untuk menyampaikan hadiah khusus.

Semua orang menunggu dengan tak sabar, semua orang ingin cepat-cepat menyaksikan pengantin lelaki yang ganteng serta pengantin perempuan yang cantik jelita lagi lembut itu. 

Ketika Tuan muda Kidang Bintulu memunculkan diri, semua orang mengerumuni dirinya. Sekalipun ia tak sampai melangkah untuk ke ruang tengah, tapi di kebun belakang pun ada orang di mana-mana penuh sesak dengan lautan manusia.

Ketika semua orang menyaksikan pengantin laki-laki lari ke sana ke mari dengan "Baju kebesaran" nya sebelum upacara dimulai, semua orang merasa kaget, heran dan gembira, tak seorang pun yang menganggap perbuatannya itu melanggar adat kesopanan.

Tuan muda Kidang Bintulu adalah seorang pemuda yang berbuat bebas menurut suara hati sendiri. Dengan susah payah akhirnya Tuan muda Kidang Bintulu berhasil juga melepaskan diri dari kepungan orang banyak. Sesudah menembusi hutan bunga Anggrek di kebun belakang, dengan melewati sebuah jalan kecil yang berliku-liku akhirnya sampailah dia dalam sebuah halaman kecil yang penuh ditumbuhi bambu kuning. Angin berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan daun bambu, suasana di situ hening dan sepi suara gelak tertawa manusia di ruang depan sama sekali tak terdengar di situ.

Dalam halaman kecil itu semuanya terdapat lima buah bilik, tiga buah bilik lebar dan dua bilik tersembunyi, di sinilah biasanya pemilik perkampungan Bukit Tiga Bidadari membaca buku.

Tentu saja Logandri mengetahui tempat ini dan sudah barang tentu telah mencari pula di sana. Tapi dia tidak menemukan Tuan Besarnya, sebab orangnya memang tak ada disana, dari depan sampai belakang ruangan tak seoang manusiapun yang kelihatan.

Walau begitu, Tuan muda Kidang Bintulu tidak kecewa, sebab ia tahu di tempat ini masih ada rahasianya. Dan rahasia tersebut hanya dia seorang yang tahu. Kamar baca Tuan Besar Kidang Pangreksa yang sebenarnya terletak di ruang paling belakang. Sekeliling ruangan penuh dengan rak buku yang tinggi, barang siapa masuk ke situ ibarat seseorang yang masuk ke kota buku.

Tapi di sana-pun tak ada orang. Dengan langkah lebar Tuan muda Kidang Bintulu masuk ke dalam ruangan, setelah yakin kalau di sana tak ada orang, bukan saja tidak gelisah malah sebaliknya justru ia merasakan lega hati.

Sebab ia tahu di belakang rak buku sebelah kiri masih terdapat sebuah ruang rahasia, di situ-lah ayahnya mengatur segala sesuatu urusan Perkumpulan Garuda Putih yang bersifat rahasia. Ia percaya ayahnya pasti berada di sana, bahkan kemungkinan besar sedang merundingkan suatu masalah besar dengan Pemimpin ke tiga Tuan Besar Rangga Jantaka. Ia tak langsung masuk, diambilnya sebuah pemberat kertas yang terbuat dari tembaga dan diketukkan perlahan pada rak nomor tiga dari rak buku tersebut.

Tiga kali sudah dia mengetuk rak tersebut, namun tiada kedengaran suara jawaban. Sekarang hatinya baru gelisah, sekuat tenaga dia mendorong rak buku itu kesamping, lalu badannya menerobos masuk celah celah yang terbuka.

Ayahnya memang berada di dalam ruang rahasia itu, malah dia mengenakan jubah panjang bersulamkan naga indah, jubah indah yang khusus disiapkan untuk merayakan hari perkawinan putranya, dan pipa once kemala hijau kesayangan masih berada pula dalam genggamannya. Cuma, ia tergeletak di tanah tanpa tempurung kepala!

Kidang Bintulu berlutut di tanah, ia tidak meraung-raung tidak pula melelehkan air mata. Dalam kelopak matanya tiada air mata, yang ada hanya darah!

Segulung angin berhembus lewat dari luar ruangan dan menyingkapkan kalender di atas meja seakan-akan ada tenaga tak berwujud yang membaliknya, secara kebetulan kalender itu menunjukkan, bulan tiga, tanggal dua puluh tujuh, rejeki besar, cocok untuk mengadakan perkawinan.

Tuan Besar Kidang Pangreksa yang bergelar Pendekar Penakluk Naga, orang ke dua dari Perkumpulan Garuda Putih ternyata kehilangan batok kepalanya secara misterius pada hari-hari perkawinan putra kesayangannya. 

Sudah barang tentu peristiwa ini menghebohkan segenap yang hadir di acara perhelatan itu, dan akhirnya suara itupun merembes ke dunia persilatan. Sekalipun tidak kenal atau belum pernah bertemu dengan Tuan Besar Kidang Pangreksa, paling sedikit mereka pernah mendengar nama besarnya. Dia punya teman, tentu saja punya musuh. Tapi baik itu temannya atau musuhnya, mereka rata-rata merasa kaget bercampur tecengang oleh peristiwa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun