Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Konspirasi

6 April 2019   20:44 Diperbarui: 6 April 2019   20:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi di sana-pun tak ada orang. Dengan langkah lebar Tuan muda Kidang Bintulu masuk ke dalam ruangan, setelah yakin kalau di sana tak ada orang, bukan saja tidak gelisah malah sebaliknya justru ia merasakan lega hati.

Sebab ia tahu di belakang rak buku sebelah kiri masih terdapat sebuah ruang rahasia, di situ-lah ayahnya mengatur segala sesuatu urusan Perkumpulan Garuda Putih yang bersifat rahasia. Ia percaya ayahnya pasti berada di sana, bahkan kemungkinan besar sedang merundingkan suatu masalah besar dengan Pemimpin ke tiga Tuan Besar Rangga Jantaka. Ia tak langsung masuk, diambilnya sebuah pemberat kertas yang terbuat dari tembaga dan diketukkan perlahan pada rak nomor tiga dari rak buku tersebut.

Tiga kali sudah dia mengetuk rak tersebut, namun tiada kedengaran suara jawaban. Sekarang hatinya baru gelisah, sekuat tenaga dia mendorong rak buku itu kesamping, lalu badannya menerobos masuk celah celah yang terbuka.

Ayahnya memang berada di dalam ruang rahasia itu, malah dia mengenakan jubah panjang bersulamkan naga indah, jubah indah yang khusus disiapkan untuk merayakan hari perkawinan putranya, dan pipa once kemala hijau kesayangan masih berada pula dalam genggamannya. Cuma, ia tergeletak di tanah tanpa tempurung kepala!

Kidang Bintulu berlutut di tanah, ia tidak meraung-raung tidak pula melelehkan air mata. Dalam kelopak matanya tiada air mata, yang ada hanya darah!

Segulung angin berhembus lewat dari luar ruangan dan menyingkapkan kalender di atas meja seakan-akan ada tenaga tak berwujud yang membaliknya, secara kebetulan kalender itu menunjukkan, bulan tiga, tanggal dua puluh tujuh, rejeki besar, cocok untuk mengadakan perkawinan.

Tuan Besar Kidang Pangreksa yang bergelar Pendekar Penakluk Naga, orang ke dua dari Perkumpulan Garuda Putih ternyata kehilangan batok kepalanya secara misterius pada hari-hari perkawinan putra kesayangannya. 

Sudah barang tentu peristiwa ini menghebohkan segenap yang hadir di acara perhelatan itu, dan akhirnya suara itupun merembes ke dunia persilatan. Sekalipun tidak kenal atau belum pernah bertemu dengan Tuan Besar Kidang Pangreksa, paling sedikit mereka pernah mendengar nama besarnya. Dia punya teman, tentu saja punya musuh. Tapi baik itu temannya atau musuhnya, mereka rata-rata merasa kaget bercampur tecengang oleh peristiwa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun