Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Seorang Gadis Berwajah Kera

14 Februari 2010   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu masyarakat di Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya digemparkan dengan berita seorang gadis berwajah kera, di tepi Telaga Warna.

Perlu diketahui bahwa Telaga warna adalah sebuah obyek wisata yang terletak di dataran tinggi Dieng, kira-kira 2100 m/dpl. Dieng plateau memiliki catatan sejarah tertua di Nusanntara ini, setelah kerajaan Tarumanegara. Candi Pendawa lima merupakan situs purbakala peninggalan dinasti Dyah Balitung di abad VIII masehi. Setidaknya nama Rakai Watuhumalang dan Rakai Garung diabadikan menjadi nama desa dan ibukota kecamatan ( kecamatan Watumalang dan Kecamatan Garung).

Hari Minggu aku bersama lima orang teman langsung meluncur ke Dieng, 26 km dari Wonosobo ke arah utara menyusuri lereng gunung Sindoro, ingin membuktikan tentang kebenaran isu yang beredar di Wonosobo dan sekitarnya. Memang benar dikawasan obyek wisata Dieng, banyak orang yang berdatangan dari berbagai tempat, lalu lintas menjadi macet, karena jalanan menjadi semakin sempit, sebagian bahu jalan untuk parkir kendaraan.

Banyak spanduk yang melintang di atas jalan bertuliskan " saksikan seorang gadis berwajah kera di telaga warna ", aku bersama beberapa teman mencari tahu, dimana bisa melihat gadis berwajah kera, itu? Seorang tukang parker menunjuk kea rah gedung Dieng Plaetau theater.

" lho katanya di telaga warna, koq di dalam gedung ? aku bertanya pada tukang parker itu.

" iya pak, memang di dalam sana" sambil menunjuk kearah gedung teater itu.

Kami berenam bergegas memasuki gedung itu, namun di hentikan seorang petugas, " karcisnya mana pak ?"

" oh, pakai karcis " kemudian temanku membeli karcis enam lembar, Rp.30.000,00

Pikirku; ‘ wah ini dijadikan obyek bisnis'.

Di dalam gedung sudah dipenuhi manusia dari berbagai penjuru daerah. Di panggung teater, lampu di fokuskan kearah podium, seorang pemandu acara menyampaikan orasinya sekitar lima menit, menyampaikan ucapan selamat datang kepada segenap pangunjung, dan menyampaikan informasi tentang " gadis berwajah kera ,ditepi telaga warna". Terakhir pada ucapannya " para hadirin sekalian yang berbahagia, selamat menyaksikan ".

Semua pengunjung Cuma menarik napas saja, suasana menjadi hening , menantikan seperti apa gadis yang berwajah kera, itu.

Suara gamelan memecahkan keheningan, kemudian muncul beberapa penari, saa5t itu aku hanya berpikir, bahwa ini sekedar sebagai acara pembuka saja. Penarinya memang cantik-cantik, berkulit kuning langsat, dengan busana yang gemerlap. Pada adegan selanjutnya, mengisahkan sebuah kerajaan Guakiskenda, dengan rajanya Prabu Dewatama, dalam sebuah pisowanan agung yang dihadiri sang permaisuri Dewi Windradi, ketiga putranya yaitu: aden Guwarsi, Raden Guwarsa dan dewi Anjani.

Para nayakapraja dan penasehat kerajaan, hadir lengkap, hari itu merupakan peristiwa penting karena Sang Prabu Dewatama akan menyampaikan pidato terakhirnya, sebagai Raja Guakiskenda, beliau akan mengundurkan diri. Salah satu kata sambutannya yang paling berkesan adalah sebagai berikut ;

" saya akan mengundurkan diri sebagai raja Guakiskenda, jadi kepada segenap rakyatku, juga rekan-rekan dari senat kerajaan ini, atau para opposant, tidak perlu memakzulkan diriku, aku sudah cukup memimpin negeri ini, untuk meletakkan dasar-dasar demokrasi bagi anak cucu di negeri Guakiskenda ini. Sepeninggalku jangan ada lagi pertentangan diantara kalian, hiduplah dengan rukun dan damai, ciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Guakiskenda, sesuai amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Guakiskenda ".

Prabu Dewatama , seorang yang berwibawa, dihormati dan juga disegani oleh rakyat maupun Negara tetangga. Ia disamping sakti juga pandai dalam bidang ke tatanegaraan maupun ekonomi, sehingga rakyatnya sejahtera. Ia menjalankan pemerintahannya dengan amanat. Seorang Raja yang bijaksana, pandai, cerdas dan memiliki kekuatan supranatural, sehingga ia mengetahui sesuatu yang kan terjadi.

Di akhir masa jabatannya, Prabu Dewatama mendirikan sebuah rumah singgah untuk kedamaian, di lereng gunung Sukendra, sebagai padepokan untuk mengajarkan perilaku amanat, kepada segenap rakyatnya. Kerajaan diserahkan pada isterinya, sambil menunggu Guwarsi menjadi dewasa, karena anak pertama perempuan, dan itu tidak mungkin menjadi raja.

Setelah melaksanakan upacara serah terima Prabu Dewatama meninggalkan Goakiskenda menuju ke Padepokan Sukendra. Sebelum meninggalkan istana, Prabu Goakiskenda yang kemudian berganti nama menjadi Resi Gutama, meninggalkan wasiat pusaka CUPU MANIK ASTAGINA kepada sang permaisuri Dewi Windradi.

Cupu adalah tempat perhiasan, disebut Cupu Manik Astagina, karena di dalam cupu tersebut ada harta tak ternilai harganya.

"Sepeninggalku nanti adinda, cupu ini jangan dibuka, ini amanat, sangat rahasia, siapapun tidak boleh membukanya termasuk kamu sendiri. Ibu suri Windradi menyanggupi untuk menjaga amanat tersebut".

Namanya manusia, sesuatu yang dilarang justru membuat orang ingin melakukannya, pada tengah malam, dalam kesendirian sang permaisuri mencoba mengintip apa sih isi Cupu manic Astagina, kenapa tidak boleh dibuka, pesan itu selalu menggelayuti pikirannya. Sudahlan resiko urusan belakang, cupu dibuka sang permaisuri tertegun ketika membuka cupu manic astagina, kedua tangannya bergetar, dadanya berdegup keras, matanya nanar, sesekali lidahnya membasahi bibirnya .

" inikah , kenapa kakanda Prabu melarang membukanya ", dan setiap malam, sang permaisuri selalu membuka cupu itu, kebetulan si bungsu Anjani lewat didepan kamar ibunya yang tidak ditutup, ia melihat ibunya dengan serius memandangi Cupu itu, sesekali kedua telapak kakinya saling beradu, napasnya mendesah.

Anjani masuk dan mengendap dibelakang ibunya, ia sempat melihat isi cipu itu, dan menjerit kecil, sang ibu terkejut dan memarahi putrinya karena masuk kamar tanpa ketuk pintu.

Muka sang ibu merah padam, kakrena tertangkap basah, membuka cupu yang diwasiatkan untuk tidak di buka. Kemudian si bungsu dilarang memberitahukan pada kedua kakaknya Guwarsi dan Guwarsa.

Setiap tengah malam sang ibu dan si bungsu Anjani melihat cupu dengan asyiknya, sehingga lupa menutup pintu kamarnya. Bencana bakal terjadi, se rapat apapun menutupi rahasia kebohongan maka pasti akan terkuak juga.

Kedua kakak beradik Guwari dan Guwarsa minta pinjam untuk melihat isi cupu, sang ibu bersikukuh tidak akan memberikannya. Keduanya, kemudian bergegaas keluar dan lari menuju ke padepokan Gunung Sukendra, Guwarsi dan Guwarsa melaporkan pada sang Resi Gutama, bahwa cupumanik astagina dtelah dibuka oleh ibunya. Tanpa piker panjang sang Resi segera menemui isterinya di istana.

Cupu manic astagina diminta sang Resi, seraya bertanya : " bukankah sudah aku pesan, jangan kau buka cupu ini, apalagi kau tunjukkan pada Anjani yang baru berangkat remaja", sang permaisuri yang merasa bersalah melanggar janji, hanya diam saja.

" sudah berapa kali" Tanya sang Resi, ketiga anaknya menjadi heran, kenapa sang ayah bertanya " berapa kali" ?

Karena sang permaisuri diam, sang Resi kesal hatinya, " ditanya kok diam saja seperti tugu sinukarta" mendadak terdengar suara petir di langit, dan sang Sewi Windradi berubah menjadi sebuah Tugu, kemudian dengan mengerahkan kekuatannya sang Resi melemparkan tugu itu kea rah utara, dan kelak tugu itu menjadi prasasti tapal batas Kerajaan Alengka dengan Kerajaan Guakiskenda.

Ketiga putranya tidak mempedulikan ayahnya yang sedang marah, karena mereka bertiga sedang berebut untuk memiliki cupu tersebut. Ketika sang ayah melihat anaknya yang sedang berebut cupu, maka cupu minta sang Resi Gutama kemudian dilemparkan kearah barat dan berubah mejadi telaga Pancawarna (lima macam warna). Ketiga putra putrinya melihat bahwa cupu itu jatuh di dalam telaga, mereka saling berebut emndahului ke telaga. Tanpa piker panjang Guwarsi dan Guwarsa terjun kedalam telaga Pancawarna, sementara itu Anjani, anya menunggu di tepi telaga sambil mencuci muka dan kembasuh kedua tangan dan akinya karena udara disekitar telaga cukup panas.

" Memang sudah jadi takdirmu, anak dan isteriku, engkau harus menderita selamanya, itu karena kesalahanku, duh dewata aku mohon ampun bebaskan mereka dari kutukanku"

Guwarsi dan Guwarsa setelah keluar dari telaga Pancawarna menjadi kera dan bernama Subali dan Sugriwa, Anjani meski hanya mencuci muka, wajahnya juga berubah menjadi kera.

Pertunjukkan selesai, penonton berdesak keluar seraya mengucapkan " ooo oooooooo"

Setelah aku mencoba melihat Cupu Manik Astagina ternyata di dalamnya itu video porno" huaaa haaa haaa' aku bersama teman-teman terpingkal pingkal " semprull......................" umpatnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun