Tanpa menyia-nyiakan waktu, Batara Guru melemparkan Konta ke arah Gatutkaca. Senjata Konta mengejar buruannya secepat rudal pencari panas. Hanya dalam hitungan detik, suara menggelegar terdengar ketika pesawat Gatutkaca meledak dihantam Konta. Untungnya Gatutkaca sempat menekan tombol kursi pelontar. Tapi parasut di kursi itu gagal mengembang. Tubuh Gatutkaca pun meluncur deras ke bumi. Gatutkaca menjerit. Dia ingat kotang Antrakusuma yang dapat membuatnya terbang tanpa sayap. Bertahun-tahun lalu, ketika dia mulai belajar menerbangkan pesawat, kotang itu dibuangnya ke tempat sampah.
Perang Baratayuda berakhir tiga hari kemudian. Masing-masing pihak mendapatkan karmapalanya. Batara Guru bersyukur kekacauan sudah berakhir di dunia.
Bertahun-tahun kemudian, dalam penjara Kahyangan, Gatutkaca sibuk bekerja. Jemari tangan kanannya memencet-mencet tombol notebook, sementara tangan kirinya mendekatkan ponsel ke telinga. Berkat kelihaian dan lobi-lobi tingkat atasnya, dia masih bisa mengendalikan roda bisnis dan kerajaan dari balik jeruji penjara. (*)
*) Cerpen ini pernah dimuat di Harian Radar Surabaya, Minggu 18 Maret 2012Eka Maryono
Lahir di Jakarta 2 Maret 1974. Pendidikan terakhirnya ditempuh di jurusan Sastra Jepang Universitas Nasional (1991-1997). Kini aktif sebagai penggiat komunitas Studi Sastra Jakarta. Bukunya yang sudah terbit Etalase Sunyi (Yayasan Pintar, 2002)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI