Mohon tunggu...
Sastia Maja Adhitio
Sastia Maja Adhitio Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Akun ini dikelola oleh saya sendiri, bukan staff ataupun presiden Republik Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

17 November 2019   15:28 Diperbarui: 24 November 2019   10:42 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IDENTITAS BUKU

Judul               : Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

Penulis           : Dr. Neng Dara Affiah, M.Si

Penerbit         : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

ISBN                : 978-602-433-555-7

Cetakan          : Cetakan Pertama, Desember 2017

Tebal               : 200 halaman; 14,5 x 21 cm

Buku ini adalah buku kedua yang ditulis oleh Dr. Neng Dara Affiah, M. Si. Buku yang beliau ciptakan ini merupakan pencampuran dari berbagi macam tulisan yang pernah dimuat di berbagai buku, jurnal, dan surat kabar yang ditulis antara rentang waktu 1998-2016. Beliau merupakan pengasuh pondok pesantren Annizhomiyyah, Pandeglang, Banten. Beliau berhasil mendapatkan gelar doktornya pada tahun 2014 di FISIP Universitas Indonesia. Disertasi doktoral beliau berjudul: "Gerakan Perempuan Muslim Progresif di Indonesia Sebagai Gerakan Sosial Baru: Studi Kasus Organisasi-Organisasi di Jawa Tahun 1990-2010."

Dalam buku ini, khususnya pada bagian ketiga: Perempuan, Islam, dan Negara beliau membahas Feminisme dan Islam di Indonesia: Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pelembagaannya. Feminisme, merupakan teori yang bertujuan untuk mengarahkan gerakan politis perempuan, atau memahami kebutuhan subrordinasi perempuan dan pengucilan perempuan dalam berbagai sosial dan kebudayaan.

Jadi feminisme merupakan sebuah teori yang menjelaskan kondisi kehidupan yang dijalani oleh kaum perempuan. Adapun Feminisme dan Islam, yang berkembang pada tahun 1990-an. Feminisme Islam ini mendasarkan teori nya berdasarkan sumber-sumber utama dalam ajaran agama Islam. Yakni Al-Quran, Hadits, dan Hukum Islam. Bagi umat Islam, Al-Quran merupakan teks yang menjadi sumber kebenaran. Selain Al-Quran, terdapat Hadits yang merupakan perkataan atau cerita-cerita yang merujuk pada ucapan dan perilaku Nabi Muhammad SAW. 

Sumber ketiga dalam feminisme islam yakni hukum islam, yang merupakan formulasi hukum yang menerjemahkan aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits dengan cara melalui proses ijtihad dengan metode ijma, dan qiyas. Kritik utama dalam hukum islam ini ada pada peraturannya yang mengucilkan perempuan seperti poligami dan ketaatan pada suami yang harus diperbarui atau dihapus dalam hukum islam. Seharusnya hukum islam dapat menyetarakan posisi perempuan secara adil.

Ada tiga tokoh dari Mesir yang menginspirasi pelajar muslim di Indonesia, yakni: Qasim Amin, Rifaah Tahtowi, dan Muhammad Abduh. Ketiga tokoh ini telah bersepakat bahwa perempuan yang bebas, terpelajar, dan mandiri adalah syarat utama dari kebangkitan umat islam.

Gerakan perempuan islam pada masa Orde Baru dan masa Era Reformasi dapat dilihat dari beberapa faktor: 1. Situasi politik yang represif dibawah kepemimpinan Soeharto, yang menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga dan mengabaikan peranannya sebagai warga negara yang memiliki hak-hak publik. 2. Indonesia mengesahkan konvensi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. 3. Dan faktor lain adalah terjalinnya interaksi antara sarjana dan aktivis muslim Indonesia dengan dunia luar.

Dalam Pelembagaan Feminisme dan Islam terdapat dua model organisasi yang dapat menegakan hak-hak perempuan, pertama paradigma yang diintegrasikan ke dalam kerja-kerja organisasi, seperti JIL, P3M, TWI, dll. Kedua, kerja-kerja organisasi dengan fokus feminisme dan islam lalu menerjemahkannya kedalam bahasa yang sederhana, serta mensosialisasikannya melalui berbagai media pendidikan dan lembaga layanan perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Pada bagian kedua, beliau membahas mengenai Gerakan Perempuan dalam Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Dalam kongres Perempuan pada tahun 1928, terdapat organisasi Walfadjri melontarkan pemikirannya tentang perlunya pembaruan hukum perkawinan dalam Islam. Contoh: hak cerai bagi perempuan, usia nikah perempuan, dan perlindungan laki-laki terhadap keluarga.

Agus Salim dalam kongres JIB 1925 di Yogyakarta menyampaikan bahwa masyarakat islam mempunyai kecendrungan memisahkan perempuan diwilayah publik. Tindakan tersebut menurut Salim adalah tradisi Arab dimana praktek yang sama dilakukan oleh agama Nasrani dan Yahudi. Selain itu Harun Nasution dengan bukunya: Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, menjelaskan bahwa Islam adalah agama menempatkan perempuan berkedudukan setara dengan laki-laki. Adapula tokoh-tokoh pesanten yang memperjuangkan hak-hak perempuan, seperti Kyai Hussein Muhammad, pengurus Pesantren Daarut Tauhid yang mengembangkan pemberdayaan perempuan. Bagian ini juga menjelaskan bagaimana perubahan sosial menjadi kebijakan negara, seperti peraturan-peraturan daerah yang bernuansa islami, contoh: kewajiban mengenakan jilbab/hijab.

Pada bagian ketiga, beliau membahas tentang Marginalisasi dan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak pada Kelompok Agama Minoritas sebagai Tantangan Gerakan Perempuan. Misalnya yang terjadi pada kelompok perempuan Ahmadiyah, ada beberapa bentuk kekerasan, seperti: kekerasan seksual, pengucilan, penurunan kesehatan dan gangguan jiwa, kehilangan akses ekonomi, kehilangan hak untuk berkeluarga, sampai dengan kehilangan status kependudukan. Dan adapula bentuk kekerasan yang didapatkan oleh anak-anak mereka, seperti: reproduksi kebencian sesama anak dan diskriminasi dalam bidang pendidikan. 

Dalam bab keempat, membahas mengenai Patriarki dan Sektarian: Wajah Dakwah Dalam Komunitas Islam. Beliau membahas mengenai potret komunitas, ada beberapa yang mendorong terbuatnya komunitas ini, seperti: dorongan mempelajari pengetahuan islam, bentuk pengamalan ajaran islam, dan membangun kolektivitas, kohesivitas, dan komunitas. Dan dijelaskan pula bagaimana cara untuk memperkecil isi dakwah-dakwah agar tidak sektarian serta memiliki kepekaaan terhadap gender.

Dalam bab kelima, beliau membahas Organisasi Kekerasan dan Teror Rahim. Disini beliau berbincang kepada adiknya, Nong Darol Mahmuda. Beliau mengatakan bahwa ia tidak sanggup melihat organisasi masyarakat yang selalu melakukan tindak kekerasan atas nama agama. Misalnya seperti meneriakkan kalimat Allahu Akbar tetapi dengan wajah yang beringas dan merusak tempat-tempat yang mereka anggap haram.

Dalam bab keenam, beliau membahas mengenai Peran Pria Dalam Perjuangan Perempuan. Disini beliau menjelaskan bahwa tidak hanya perempuan yang memperjuangkan hak-hak mereka, tetapi ada beberapa tokoh laki-laki yang ikut serta dalam memperjuangkan keadilan bagi perempuan seperti, Haji Agus Salim dalam JIB 1925, Soekarno yang jelas mendukung sikap Agus Salim, Mansour Faqih (mengenalkan konsep kesetaraan gender), KH. Hussein Muhammad (mantan komnas perempuan), dan Faqihuddin Abdul Kodir (memperjuangkan kasus kekerasan perempuan).

Pada bab ketujuh ini, beliau membahas mengenai Keperawanan dalam Perspektif Islam. Keperawanan dalam Islam sendiri dijelaskan pada tiga perspektif, yakni status seorang perempuan, berhubungan dengan usaha menghindari praktek seksual sebelum nikah, dan konsturksi harga diri seorang perempuan dalam masyarakat patriarki. Para penganut patriarki biasanya memilih perempuan karena selaput daranya yang masih utuh ketimbang tertarik terhadap kepribadiannya.

Dan pada bagian terakhir ini, beliau membahas mengenai Incest dalam Perspektif Agama-Agama. Incest merupakan praktek seksual yang dilakukan oleh seseorang terhadap anggota keluarganya sendiri. Misal ayah terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, dsb. Incest ini muncul karena adanya kecendrungan neorotik seseorang, dan terjadi karena adanya tekanan-tekanan psikologis dan sosial ketika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan akhirnya merusak orang-orang terdekatnya.

Dalam Agama Islam sendiri, telah dijelaskan di Al-Quran dalam Surah An-nisa: 23. Al-Quran melarang para laki-laki mengawini ibu, anak perempuan, saudara perempuan, mertua perempuan, bibi, keponakan dalam hal sepersusuan dan seterusnya. Dalam Agama Yahudi juga melarang laki-laki mengawini para perempuan dalam empat generasi keluarga. Jika diabaikan, pelaku akan mendapatkan hukuman yang berat hingga pembunuhan (Blu Greenberg: 1990).

Oleh:

Sastia Maja Adhitio

11181110000065 / Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun