Namun, umumnya orang tua di Indonesia memberikan hukuman pada anak mereka berupa hukuman fisik dan lisan. Kerap kali orang tua memukul, membentak, mengunci anaknya dalam kamar bahkan sampai ada yang mengguyur anaknya dengan air ketika sang anak melakukan kesalahan. Padahal, sang anak melakukan kesalahan kecil atau tidak sengaja berbuat salah namun orang tua malah memberikan hukuman yang seperti itu. Ini bisa termasuk kekerasan pada anak dengan dalih hukuman agar sang anak kapok.Â
Memberikan hukuman seperti itu pada anak-anak membuat fisik dan mental anak terganggu. Contohnya: Seorang anak tidak sengaja menyenggol vas bunga kesayangan ibu nya ketika sedang bermain sehingga vas tersebut jatuh dan menjadi pecah. Ibunya yang melihat hal tersebut langsung marah dan membentak dan memukul sang anak. Anak-anak mengingat kejadian tersebut dan dari situlah tumbuh perasaan benci juga membuat anak nantinya gampang marah, keras kepala dan berlaku kasar.Â
Ketika anak-anak beranjak remaja tentu saja sifat dan perilaku tadi mempengaruhi kepribadian membuat sang anak menjadi pembangkang ditambah ketika mereka melakukan kesalahan, orang tua langsung memarahi dan melarang sang anak. Ketika anak dilarang melakukan sesuatu, maka timbul rasa ingin tau yang semakin tinggi sehingga mereka melakukannya sendiri. Jadi, semakin dilarang, anak akan semakin melanggar larangan tersebut.Â
Di sekolah, peran orang tua diambil alih oleh guru. Guru berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan peserta didiknya juga saat memberikan reward dan punishment. Guru biasanya memberikan punishment pada anak didiknya ketika mereka tidak mengerjakan tugas yang diberikan, ribut dalam kelas, membolos, terlambat datang ke sekolah, merusak fasilitas sekolah, berkelahi dengan teman sebaya ataupun mengikuti tawuran. Bentuk punishment pun beragam. Mulai dari  membersihkan kelas, manyanyi, berdiri di depan kelas, menyuruh diam, ancaman, diskors, berdiri di depan tiang bendera hingga keliling lapangan.Â
Namun, hukuman fisik yang seperti tadi mulai tidak digunakan lagi di beberapa sekolah karena banyaknya aduan orang tua murid kepada sekolah. Bahkan ada kasus dimana orang tua murid murid menyerang guru hingga kasus orang tua murid yang menuntut guru dimasukan kedalam penjara. Maka dari itu, beberapa sekolah di indonesia mulai tidak menerapkan hukuman fisik kepada anak muridnya.Â
Dengan tidak adanya hukuman fisik tadi, membuat sejumlah murid yang sudah terbiasa berbuat masalah semakin menjadi dalam membuat masalah sehingga guru bekerja sama dengan guru Bk (Bimbingan korseling) memberikan peringatan berupa panggilan orang tua murid untuk datang ke sekolah. Punishment pada orang dewasa bisa didapatkan di tempat kerja. Hukuman ini berupa teguran, pemotongan gaji, hingga penurunan jabatan. Maka dari itu, mereka berlomba-lomba bekerja dengan giat untuk terhindar dari punishment dan mendapatkan reward.
Sebenarnya reward dan punishment sejalan dengan perkembangan anak. Adanya reward dan punishment yang diterapkan dalam kehidupan dimaksudkan dengan mengajarkan seorang atau individu tantang menjaga perilaku, mendisiplinkan, menghindari hal yang telah terjadi kembali terjadi, juga bisa menjadi motivasi. Pemberian reward dan punishment harus sesuai aturan dan kepada siapa reward atau punishment tersebut diberikan.Â
Apakah kepada anak-anak? remaja? atau orang dewasa? Reward dan punishment pula berkaitan dengan perilaku serta perkembangan anak. Memberikan reward kepada anak-anak diharapkan sewajarnya saja karena jika berlebihan anak-anak akan merasa sombong karena diberi hadiah yang berlebihan begitu juga dengan punishment, jangan sampai anak merasa tertekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H