Setelah adanya pelarangan backpass dan mulai bergulirnya format baru kompetisi tertinggi di Liga Inggris, yaitu Premier League, ditambah lagi beberapa perekrutan krusial dan perkenalan para bintang-bintang muda, Class of 92 jadi pertanda penting periode berikutnya.
Periode Kejayaan (1993-1999) : Kisah Dua Kuda Hitam Dari Lanchasire dan Tyneside
 Sebenarnya bukan pembentukan Premier League yang membuat Manchester United mencapai kejayaannya, namun menurut Michael Cox dalam bukunya The Mixer : The Story of Premier League Tactic, From Route One to False Nines, peraturan backpass yang dilarang sejak 1992, mengubah peruntungan dari Sir Alex sepanjang satu dekade.
Karakter tim-tim rival pada periode ini adalah adanya peralihan taktik menuju model Eropa Kontinental di level tim papan atas, munculnya banyak tim kuda hitam yang lewat sebentar bersaing dengan Manchester United di papan atas lalu melemah di akhir musim, seperti Newcastle United, Blackburn Rovers, Norwich City, Aston Villa, Liverpool (masa Roy Evans dan Spice Boys), dan Chelsea. Periode ini merupakan awal dari era industri sepakbola melalui berdirinya Premier League sebagai format kasta teratas sepakbola Inggris ditandai dengan akuisisi besar pertama yang dilakukan Jack Walker di Blackburn Rovers.
Tim-tim kuat sebelum larangan Backpass terbiasa bermain untuk mengamankan keunggulan dengan margin satu sampai dua gol terlebih dahulu, sebelum mengulur-ulur waktu dengan bermain backpass ke kiper atau Howard Wilkinson punya taktik untuk mencegah para pemain belakang lawan untuk backpass ke penjaga gawang. Dengan adanya larangan ini, peran kiper dalam membangun serangan sangat penting, itulah yang dimiliki oleh seorang Peter Schmeichel, dia jadi pendahulu dari role sweeper-keeper, punya lemparan jauh yang mampu jadi awal dari serangan balik dan dapat berperan saat membangun serangan.
Perekrutan terpenting berikutnya adalah masuknya Eric Cantona ke MU pada November 1992, yang memecahkan rekor transfer Inggris. Tipe permainannya adalah pemain nomer 10 yang menopang sang ujung tombak Mark Hughes dalam pola 4-4-1-1. Kehadiran Eric memberikan dimensi baru dalam model permainan sepakbola Inggris yang mulai memaksimalkan ruang antar lini, sehingga Manchester United mampu memenangkan 5 dari 7 gelar Liga Primer pada dekade 1990-an. Di paruh kedua dekade 1990-an, Sir Alex mulai membangun kembali tim dengan materi pemain The Class of 92 setelah menjual para pemain kunci yang berperan pada tiga gelar EPL sebelumnya, yaitu Andre Kanchelkis, Lee Sharpe, Paul Ince, dan Steve Bruce.
Rival terkuat Manchester United waktu itu adalah tim kaya baru milik Jack Walker dari Lanchasire, Blackburn Rovers dan tim promosi dari Geordie, Newcastle United. Keduanya dilatih oleh mantan pemain Liverpool, King Kenny Dalglish di Blackburn dan Kevin Keegan di Newcastle.
Taktik dari King Kenny memaksimalkan duet SAS (Chris Sutton-Alan Shearer) yang berpostur tinggi, melalui kiriman crossing dari area flank. Taktik keras dipadu dengan gol-gol keduanya berhasil mengantarkan Blackburn meraih gelar juara Liga Inggris musim 1994/95, setelah itu prestasi Blackburn perlahan menurun, dikarenakan serangkaian hasil buruk pasca-mundurnya Kenny Dalglish dari kursi pelatih dan mengalami degradasi pada musim 1998/99.
Newcastle di sisi lain juga tak kalah bagusnya, setelah juara liga Inggris, Alan Shearer kembali ke Tyneside dan bahu membahu dengan Les Ferdinand, diapit oleh dua free-role midfielder yaitu Faustinio Asprilia dan David Ginola dalam pola 4-4-2 asuhan Kevin Keegan. David Batty yang jadi batu karang di lini tengah tim Blackburn saat juara liga Inggris juga ikut hijrah ke Newcastle, membuat tim ini begitu ditakuti pada masa itu. Newcastle bermain layaknya Atalanta masa kini, yang tidak peduli kamu kebobolan berapapun, yang penting bisa mencetak gol lebih banyak dari lawannya. Sayang sekali performa ini menurun setelah musim 1998/99 dan digantikan oleh Arsenal sebagai rival utama dan tim ini tidak pernah meraih gelar mayor di kompetisi teratas Inggris, karena selalu mengalami underperform menjelang akhir musim, seperti saat kalah bersaing di musim 1995/96 dan 1996/97, setelah memimpin 12 poin di pertengahan musim.
Periode ini juga menjadi awal dari rivalitas antara Sir Alex dengan Arsene Wenger yang baru datang dari Nagoya Grampus Eight dan sempat merebut satu gelar juara liga pada musim 1997/98 untuk Arsenal, namun periode terpanas dari rivalitas ini baru terjadi di pergantian milenium, sehingga baru dibahas di bab berikutnya. Periode ini ditutup dengan treble winner bersejarah MU pada musim 1998/99 sekaligus sebagai puncak dari prestasi Manchester United sepanjang sejarah kompetisi tertinggi sepakbola di Inggris.
BERSAMBUNG