Mohon tunggu...
Sasongko Dwi Saputro
Sasongko Dwi Saputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Football Fanatic, Historian, and Bibliophile

Sepakbola itu lebih dari sekedar 90 menit di lapangan hijau, begitupun musik, buku, bahasa, hingga tulisan sejarah sekalipun

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lima Periode Rivalitas Sir Alex Ferguson Bersama Manchester United (1)

3 Februari 2021   17:32 Diperbarui: 3 Februari 2021   18:02 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak melatih Manchester United pada November 1986, Sir Alex Ferguson meraih berbagai kesuksesan, baik di dalam dan di luar lapangan hijau. 13 trofi Liga Primer, 5 Piala FA, 2 Trofi Liga Champions, dan masih banyak lagi jadi bukti sahih kesuksesan Manchester United era Fergie (sapaan akrab Sir Alex Ferguson).

Masa baktinya yang membentang selama 26 tahun di Old Trafford diwarnai oleh beberapa rival berat dalam karirnya. Sepanjang periode tersebut, Sir Alex dihadapkan oleh kekuatan rival yang semakin berkembang dan memaksanya menjadi lebih adaptif dalam sepakbola level teratas di negeri Britannia yang keras. Keberhasilan Sir Alex untuk mengarungi rivalitas selama periode tersebut menjadi bukti sahih yang menahbiskannya jadi pelatih terbaik dunia.

Jika dibagi dalam periodisasi waktu dapat dibagi dalam 5 periode besar, yaitu periode rebuilding tim (1986-1992), periode kejayaan (1993-1999), Dekade Baru Duopoli Melawan Arsene Wenger (2000-2004), Duopoli Melawan Chelsea (2004-2011) dan Melawan Tetangga Berisik (2011-2013), masing-masing periode tersebut menggambarkan ambisi, karakter, gaya main, dan rivalitas antara Manchester United dan lawan-lawan beratnya untuk memperebutkan gelar juara.

Periode Rebuilding (1986-1992) : Ambisi Untuk Mendepak Liverpool dari Singgasana

Periode ini merupakan akhir dari pelaksanaan English First Division, sebelum beralih ke Premier League pada tahun 1992. Pada periode ini, Sir Alex berada dalam fase dimana Manchester United membangun kepercayaan diri dan kedisiplinan skuad untuk menghadapi klub-klub top macam Leeds United asuhan Howard Wilkinson, pertahanan super Arsenal asuhan George Graham, dan klub terkuat Inggris waktu itu, Liverpool asuhan “King” Kenny Dalglish. Patut dicatat pula bahwa Liverpool merupakan tim terkuat di Britania Raya dan Eropa selama dua dekade pasca era kepelatihan Sir Matt Busby di Manchester United. 11 gelar Liga Inggris (dalam format First Division sampai 1992) dan 4 Piala Champions Eropa (sampai 1992 baru berubah menjadi Liga Champions) menjadi bukti shahih kedigdayaan mereka. Kedigdayaan mereka sepanjang 1970-1990 hanya diganggu oleh Derby County (2), Leeds United (1), Arsenal (2), Aston Villa (1), Nottingham Forest (1), dan Everton (2).

Karakter para rival yang dilawan Fergie pada periode ini adalah level disiplin pemain di luar lapangan belum jadi urgensi, liga Inggris masih menjadi milik orang-orang Inggris (fenomena ini sebenarnya sampai pertengahan 1990-an), taktik tim-tim Inggris masih berpaku pada filosofi Kick N Rush, ciri-cirinya bermain The Route One (lambungkan bola langsung ke penyerang di kotak penalti) dengan formasi dasar 4-4-2, yang didorong oleh permukaan lapangan yang jelek (taktik ini sebenarnya masih bertahan hingga 2000-an, terkonsentrasi di tim-tim papan bawah liga Primer dan divisi-divisi di bawahnya). 

Status tim terkuat inilah yang membuat Fergie menargetkan Liverpool sebagai tim yang harus dijungkalkan, seperti dalam  kata-kata legendarisnya dalam sebuah konferensi persnya, “My Greatest Challenge Was Knocking Liverpool, Right Off Their Fucking Perch, And You Can Print That.”. Untuk memenuhi ambisi tersebut, Sir Alex merevolusi sistem perekrutan Manchester United, termasuk akademi milik mereka yang menjadi saksi kehebatan Class of 92, dan membangun kedisiplinan pemain dengan melarang para pemain meminum-minuman keras, fish n chips, dan keluar ke Bar. Ia tak ragu untuk memata-matai seluruh anak asuhnya untuk memastikan tindak-tanduknya sesuai standarnya sebagai pemain profesional.

Manchester United pada periode tersebut mulai menemukan kembali ruhnya untuk meraih kemenangan demi kemenangan, namun masih kesulitan untuk mendapatkan trofi juara. Dalam enam musim penuh pertamanya di Manchester United, MU kalah dari Everton, Liverpool, Arsenal, Liverpool, Arsenal, dan Leeds United dalam perebutan gelar juara liga Inggris secara berurutan.

Pertahanan kuat Arsenal dan intensinya untuk menjaga kemenangan 1-0 atau 2-0 di setiap laga di bawah George Graham adalah lawan tanding sepadan Liverpool yang bermain agresif di bawah Kenny Dalglish. Rivalitas keduanya jadi warna penting di akhir perjalanan First Division, yang diwarnai juga oleh larangan tim-tim Inggris untuk tampil ke kompetisi Eropa, karena tragedi Heysel pada Final Liga Champions 1985 antara Juventus melawan Liverpool.

Gagal di Liga Inggris, Sir Alex sempat diambang pemecatan pada 1990, gol Mark Robins ke gawang Nottingham Forrest pada babak ke-4 piala FA 1990 menyelamatkan Sir Alex dari pemecatan dan mengakhiri turnamen itu dengan gelar juara pertama. Musim berikutnya, MU masih kesulitan menghadapi trio Leeds-Arsenal-Liverpool, namun berhasil menjuarai Piala Winners dan Piala Super Eropa pada tahun 1991.

Rekruitmen Peter Schmeichel menyelesaikan masalah pertahanan MU di musim berikutnya, namun belum mampu mempertahankan konsistensi di liga, sehingga MU kembali merelakan gelar ke tangan Leeds United, dengan selisih 4 poin (satu kemenangan bernilai 2 poin waktu itu).

Setelah adanya pelarangan backpass dan mulai bergulirnya format baru kompetisi tertinggi di Liga Inggris, yaitu Premier League, ditambah lagi beberapa perekrutan krusial dan perkenalan para bintang-bintang muda, Class of 92 jadi pertanda penting periode berikutnya.

Periode Kejayaan (1993-1999) : Kisah Dua Kuda Hitam Dari Lanchasire dan Tyneside

 Sebenarnya bukan pembentukan Premier League yang membuat Manchester United mencapai kejayaannya, namun menurut Michael Cox dalam bukunya The Mixer : The Story of Premier League Tactic, From Route One to False Nines, peraturan backpass yang dilarang sejak 1992, mengubah peruntungan dari Sir Alex sepanjang satu dekade.

Karakter tim-tim rival pada periode ini adalah adanya peralihan taktik menuju model Eropa Kontinental di level tim papan atas, munculnya banyak tim kuda hitam yang lewat sebentar bersaing dengan Manchester United di papan atas lalu melemah di akhir musim, seperti Newcastle United, Blackburn Rovers, Norwich City, Aston Villa, Liverpool (masa Roy Evans dan Spice Boys), dan Chelsea. Periode ini merupakan awal dari era industri sepakbola melalui berdirinya Premier League sebagai format kasta teratas sepakbola Inggris ditandai dengan akuisisi besar pertama yang dilakukan Jack Walker di Blackburn Rovers.

Tim-tim kuat sebelum larangan Backpass terbiasa bermain untuk mengamankan keunggulan dengan margin satu sampai dua gol terlebih dahulu, sebelum mengulur-ulur waktu dengan bermain backpass ke kiper atau Howard Wilkinson punya taktik untuk mencegah para pemain belakang lawan untuk backpass ke penjaga gawang. Dengan adanya larangan ini, peran kiper dalam membangun serangan sangat penting, itulah yang dimiliki oleh seorang Peter Schmeichel, dia jadi pendahulu dari role sweeper-keeper, punya lemparan jauh yang mampu jadi awal dari serangan balik dan dapat berperan saat membangun serangan.

Perekrutan terpenting berikutnya adalah masuknya Eric Cantona ke MU pada November 1992, yang memecahkan rekor transfer Inggris. Tipe permainannya adalah pemain nomer 10 yang menopang sang ujung tombak Mark Hughes dalam pola 4-4-1-1. Kehadiran Eric memberikan dimensi baru dalam model permainan sepakbola Inggris yang mulai memaksimalkan ruang antar lini, sehingga Manchester United mampu memenangkan 5 dari 7 gelar Liga Primer pada dekade 1990-an. Di paruh kedua dekade 1990-an, Sir Alex mulai membangun kembali tim dengan materi pemain The Class of 92 setelah menjual para pemain kunci yang berperan pada tiga gelar EPL sebelumnya, yaitu Andre Kanchelkis, Lee Sharpe, Paul Ince, dan Steve Bruce.

Rival terkuat Manchester United waktu itu adalah tim kaya baru milik Jack Walker dari Lanchasire, Blackburn Rovers dan tim promosi dari Geordie, Newcastle United. Keduanya dilatih oleh mantan pemain Liverpool, King Kenny Dalglish di Blackburn dan Kevin Keegan di Newcastle.

Taktik dari King Kenny memaksimalkan duet SAS (Chris Sutton-Alan Shearer) yang berpostur tinggi, melalui kiriman crossing dari area flank. Taktik keras dipadu dengan gol-gol keduanya berhasil mengantarkan Blackburn meraih gelar juara Liga Inggris musim 1994/95, setelah itu prestasi Blackburn perlahan menurun, dikarenakan serangkaian hasil buruk pasca-mundurnya Kenny Dalglish dari kursi pelatih dan mengalami degradasi pada musim 1998/99.

Newcastle di sisi lain juga tak kalah bagusnya, setelah juara liga Inggris, Alan Shearer kembali ke Tyneside dan bahu membahu dengan Les Ferdinand, diapit oleh dua free-role midfielder yaitu Faustinio Asprilia dan David Ginola dalam pola 4-4-2 asuhan Kevin Keegan. David Batty yang jadi batu karang di lini tengah tim Blackburn saat juara liga Inggris juga ikut hijrah ke Newcastle, membuat tim ini begitu ditakuti pada masa itu. Newcastle bermain layaknya Atalanta masa kini, yang tidak peduli kamu kebobolan berapapun, yang penting bisa mencetak gol lebih banyak dari lawannya. Sayang sekali performa ini menurun setelah musim 1998/99 dan digantikan oleh Arsenal sebagai rival utama dan tim ini tidak pernah meraih gelar mayor di kompetisi teratas Inggris, karena selalu mengalami underperform menjelang akhir musim, seperti saat kalah bersaing di musim 1995/96 dan 1996/97, setelah memimpin 12 poin di pertengahan musim.

Periode ini juga menjadi awal dari rivalitas antara Sir Alex dengan Arsene Wenger yang baru datang dari Nagoya Grampus Eight dan sempat merebut satu gelar juara liga pada musim 1997/98 untuk Arsenal, namun periode terpanas dari rivalitas ini baru terjadi di pergantian milenium, sehingga baru dibahas di bab berikutnya. Periode ini ditutup dengan treble winner bersejarah MU pada musim 1998/99 sekaligus sebagai puncak dari prestasi Manchester United sepanjang sejarah kompetisi tertinggi sepakbola di Inggris.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun