Oleh : Saskia Zahraini
Mahasiswi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan -- Universitas Pamulang.
Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, tetap bersikeras menyelenggarakan pemilihan kepada daerah (pilkada) pada Desember 2020 meski angka kasus COVID-19 terus meningkat.
PekanPekan lalu, angka kasus di Indonesia telah lampaui 300.000 dan sejauh ini belum ada tanda melambatnya penyebaran.
Ahli kesehatan telah menyarankan penundaan pilkada guna mencegah penyebaran virus, tapi tidak digubris.
Jokowi dikenal dengan julukan "Presiden Rakyat", tapi tampaknya dia kurang peduli pada suara publik yang juga menyarankan penundaan pilkada. Hasil survei di masyarakat menunjukan 63% memilih untuktunda pesta demokrasi ini.Â
Saya berpendapat, bahwa keputusan pemerintah tidak menunda pilkada sebagian besar disebabkan oleh alasan ekonomi, meski faktor politik juga turut menentukan.
Alasan ekonomi
Pada September, enam bulan sesudah virus COVID-19 masuk di Indonesia, Jokowi mengubah fokus kebijakan dari ekonomi ke sektor kesehatan.
Akan tetapi, keputusan Jokowi untuk tetap menjalankan pilkada menunjukkan bahwa pemerintah masih menjadikan ekonomi prioritasnya.
Pilkada selalu terlihat menguntungkan dari sisi ekonomi, seperti menyuntikkan anggaran di masyarakat, baik secara legal  melalui persiapan logistik pemilu, atau bahkan ilegal melalui praktik jual-beli suara, apalagi ketika ekonomi bangsa sedang sulit bahkan mengalami resesi.