Mohon tunggu...
SASI MILIARTI
SASI MILIARTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA

NIM : 41821110005 Fakultas : Ilmu Komputer Prodi : Sistem Informasi Kampus : Meruya Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Mitos dan Logos Kejahatan pada Metafora Cincin Gyges

9 November 2024   02:07 Diperbarui: 9 November 2024   02:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cincin Gyges, dalam hal ini, menjadi simbol kekuasaan absolut tanpa akuntabilitas yang memungkinkan seseorang bertindak sesuai keinginan egoisnya tanpa konsekuensi. Metafora ini menantang kita untuk mempertimbangkan apakah moralitas manusia benar-benar melekat dalam diri atau hanya hasil dari kontrol eksternal.

Dalam konteks diskursus kejahatan dan etika, Cincin Gyges sangat relevan karena mengajukan pertanyaan mendasar tentang apa yang memotivasi seseorang untuk berbuat baik atau buruk. Apakah manusia berperilaku adil karena sifat alamiah mereka, atau karena adanya tekanan sosial, hukum, dan ketakutan akan hukuman? 

Plato mengarahkan perhatian kita pada kemungkinan bahwa, tanpa pengawasan, banyak individu mungkin akan cenderung melakukan tindakan yang merugikan demi keuntungan pribadi. Hal ini menyoroti pentingnya pengawasan, norma sosial, dan hukum dalam membatasi perilaku amoral, khususnya bagi mereka yang memiliki kekuasaan besar.

Selain itu, metafora ini juga memberikan kritik terhadap bahaya kekuasaan yang tidak terkendali. Banyak contoh dalam sejarah maupun masyarakat modern menunjukkan bahwa kekuasaan absolut sering kali mendorong seseorang untuk bertindak korup dan menyalahgunakan wewenangnya ketika merasa tidak akan dihukum. 

Metafora Cincin Gyges mengingatkan kita bahwa kekuasaan tanpa batas cenderung merusak integritas moral dan memunculkan kejahatan. Oleh karena itu, pengawasan dan akuntabilitas diperlukan sebagai mekanisme untuk menjaga moralitas, terutama bagi mereka yang berada di posisi otoritas.

Secara keseluruhan, metafora Cincin Gyges tidak hanya sekadar cerita tentang kekuasaan dan kejahatan, tetapi juga refleksi kritis terhadap kondisi manusia dan kebutuhan akan batasan sosial. 

Ia membantu kita memahami bahwa moralitas sejati adalah lebih dari sekadar respons terhadap pengawasan; ia haruslah menjadi prinsip yang terinternalisasi dalam diri setiap individu. Dengan demikian, metafora ini menekankan pentingnya nilai-nilai etis dan hukum sebagai panduan moral, sambil menyoroti potensi destruktif dari kekuasaan yang tidak terkendali.

Daftar Pustaka

  • Universitas Mercu Buana Jakarta. Modul K09: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - U002100010. Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2023.
  • Plato. The Republic. Terjemahan oleh Allan Bloom. New York: Basic Books, 1968.
  • Kant, Immanuel. Critique of Pure Reason. Terjemahan oleh Norman Kemp Smith. London: Macmillan, 1929.
  • Audi, Robert. Moral Value and Human Diversity. Oxford: Oxford University Press, 2007.
  • Murphy, Mark C., ed. Plato's Republic: Critical Essays. Lanham: Rowman & Littlefield, 1999.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun