Mohon tunggu...
SASI MILIARTI
SASI MILIARTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA

NIM : 41821110005 Fakultas : Ilmu Komputer Prodi : Sistem Informasi Kampus : Meruya Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Praktik Stoicisme: Membedakan Antara Fortuna vs Virtue untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

21 September 2024   19:06 Diperbarui: 21 September 2024   19:16 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Di era yang serba cepat dan kompetitif ini, banyak mahasiswa dan profesional yang berjuang untuk mencapai kesuksesan. Namun, di tengah hiruk-pikuk kehidupan akademik dan karier, sering kali kita lupa akan nilai-nilai dasar yang dapat membantu kita untuk tetap fokus dan bertahan. Salah satu filosofi yang dapat memberikan panduan dalam perjalanan ini adalah Stoicisme.

Stoicisme, sebagai aliran filosofi yang telah ada sejak zaman kuno, menawarkan panduan yang berharga dalam menghadapi tantangan hidup. Salah satu prinsip inti dari Stoicisme adalah membedakan antara fortuna (keberuntungan) dan virtue (kebajikan). Dalam konteks pendidikan dan profesionalisme, pemahaman ini sangat relevan. Artikel ini akan mengeksplorasi alasan di balik praktik Stoicisme, mengapa penting untuk membedakan antara fortuna dan virtue, serta bagaimana menerapkannya dalam upaya menjadi sarjana unggul dan profesional.

Mengapa Stoicisme?

1. Pemahaman Diri
Stoicisme mengajarkan kita untuk memahami diri sendiri dan kondisi di sekitar kita. Dalam dunia akademik, banyak faktor yang berada di luar kendali kita, seperti kebijakan kampus, nilai ujian, atau bahkan keadaan ekonomi. Namun, Stoicisme mengajarkan kita bahwa fokus utama haruslah pada reaksi kita terhadap situasi tersebut, bukan pada situasi itu sendiri.

2. Ketenangan Pikiran

Filosofi ini mendorong kita untuk meraih ketenangan pikiran dengan menerima bahwa ada hal-hal yang tidak dapat kita ubah. Dengan demikian, kita dapat menghindari stres yang berlebihan dan mengalihkan energi kita untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, seperti pengembangan diri dan pencapaian akademis.

3. Pengembangan Karakter

Stoicisme menekankan pentingnya virtue atau kebajikan sebagai kunci untuk mencapai kehidupan yang baik. Dalam konteks akademik dan profesional, memiliki karakter yang kuat dan etika kerja yang baik sangat penting. Nilai-nilai seperti integritas, disiplin, dan ketekunan adalah landasan bagi kesuksesan jangka panjang.

Mengapa Membedakan Fortuna dan Virtue?

1. Fortuna: Nasib dan Keberuntungan

Fortuna, dalam pandangan Stoik, mengacu pada semua hal yang tidak dapat kita kendalikan—kondisi eksternal yang memengaruhi kehidupan kita. Meskipun kita dapat berharap pada keberuntungan baik, ketidakpastian dari fortuna sering kali membuat kita merasa cemas dan tidak berdaya.

2. Virtue: Kebajikan yang Dapat Dikuasai

Sebaliknya, virtue mencakup sifat-sifat dan tindakan yang dapat kita kontrol. Ini termasuk kebajikan seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Dengan memfokuskan pada pengembangan kebajikan, kita tidak hanya berkontribusi pada diri kita sendiri tetapi juga pada masyarakat di sekitar kita.

3. Hubungan Antara Fortuna dan Virtue

Penting untuk memahami bahwa meskipun fortuna mungkin memainkan peran dalam kehidupan kita, kebajikan tetap menjadi hal terpenting. Dalam banyak kasus, keberhasilan dalam hidup tidak hanya bergantung pada keberuntungan, tetapi lebih pada seberapa baik kita dapat menggunakan kebajikan kita untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.

Bagaimana Menerapkan Stoicisme untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional?

1. Membangun Rutinitas yang Sehat

Praktik Stoik dimulai dengan membangun rutinitas yang sehat. Ini mencakup pengaturan waktu untuk belajar, berolahraga, dan melakukan refleksi diri. Dengan membuat rutinitas yang konsisten, kita dapat meningkatkan disiplin dan efisiensi dalam studi dan pekerjaan kita.

2. Melatih Pengendalian Diri

Pengendalian diri adalah salah satu kebajikan utama dalam Stoicisme. Dalam konteks akademik, ini berarti menghindari prokrastinasi dan tetap fokus pada tujuan kita. Teknik seperti teknik Pomodoro dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi dan produktivitas.

3. Menghadapi Tantangan dengan Sikap Positif

Dalam perjalanan akademik, kita akan menghadapi berbagai tantangan—baik dari ujian yang sulit, persaingan, maupun kegagalan. Stoicisme mengajarkan kita untuk menghadapi tantangan tersebut dengan sikap positif. Alih-alih merasa tertekan, kita harus melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.


4. Melakukan Refleksi Diri

Refleksi diri adalah praktik penting dalam Stoicisme. Menghabiskan waktu setiap hari untuk merenungkan tindakan dan keputusan kita dapat membantu kita memahami di mana kita perlu meningkatkan diri. Ini juga membantu kita untuk lebih sadar akan apa yang benar-benar penting dalam hidup kita.

5. Membangun Hubungan yang Sehat

Hubungan yang positif dengan teman, dosen, dan kolega juga merupakan aspek penting dalam mencapai kesuksesan. Stoicisme mendorong kita untuk berinteraksi dengan orang lain dengan empati dan integritas. Dalam konteks akademik, berkolaborasi dengan orang lain dapat memperluas wawasan dan memberikan dukungan yang diperlukan.

Kesimpulan

Praktik Stoicisme memberikan kita alat dan panduan yang berharga untuk membedakan antara fortuna dan virtue. Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, fokus pada pengembangan kebajikan akan membantu kita untuk tetap kokoh dan berorientasi pada tujuan. Dengan memahami bahwa keberhasilan tidak semata-mata bergantung pada nasib, kita dapat mempersiapkan diri untuk menjadi sarjana unggul dan profesional yang sukses, sambil tetap mempertahankan integritas dan karakter yang kuat. Melalui penerapan prinsip-prinsip Stoik dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.


Daftar Pustaka


1. Aurelius, M. (2006). Meditations. Translated by Gregory Hays. Modern Library.
2. Epictetus. (2008). The Enchiridion. Translated by Elizabeth Carter. CreateSpace Independent Publishing Platform.
3. Seneca, L. A. (2015). Letters from a Stoic. Translated by Robin Campbell. Penguin Classics.
4. Holiday, R. (2014). The Obstacle Is the Way: The Timeless Art of Turning Trials into Triumph. Portfolio.
5. Irvine, W. B. (2009). A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy. Oxford University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun