[caption caption="Keluarga, tiang bangsa / sasgart image"][/caption]
Bagi penikmat film, terutama sinetron keluarga pada tahun 1990-an barangkali tidak asing lagi dengan tayangan “Keluarga Cemara” yang cukup fenomenal. Sinetron yang antara lain dibintangi Novia Kolopaking, Lia Waroka, Adi Kurdi, dan kawan-kawan ini bercerita tentang potret kehidupan keluarga sederhana yang bersahaja. Lakon cerita sinetron ini seakan ingin menggarisbawahi betapa pentingnya keluarga sebagai sumber semangat dan inspirasi. Sejauh mana kita pergi, keluargalah tempat kita kembali. “Puisi yang paling indah adalah keluarga,” demikian themesong yang diputar berulang-ulang dalam sinetron itu. Kini, pesan indah ini menggema kembali menjelang perayaan Hari Keluarga Nasional XXII 2015. “Keluarga adalah pilar utama pembangunan bangsa. Revolusi mental dimulai dari keluarga,” ujar Kepala BKKBN, Surya Chandra.
Kejayaan dan kebesaran suatu negara tentu menjadi cita-cita anak bangsa di mana pun ia berada. Tidak terkecuali di negeri kita tercinta, Indonesia. Banyak upaya telah ditempuh dan dilakukan untuk meraih kejayaan dan kebesaran bangsa ini. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa masyarakat yang kuat akan terbentuk dari sekumpulan keluarga yang kuat. Keluarga akan menjadi sumber semangat dan inspirasi untuk berkontribusi pada negara dan bangsa. Dari sinilah sejatinya kejayaan dan kebesaran suatu bangsa akan terbangun. Karena itu, untuk mewujudkan sebuah negara digdaya, keluarga akan menjadi kuncinya.
Kesadaran seperti itu tampaknya telah muncul dari para penghulu negeri ini, terutama Presiden Jokowi yang dengan lantang mengatakan bahwa “Keluarga adalah Tiang Negara”. Pernyataan itu antara lain disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional ke-22 (Harganas XXII), 1 Agustus 2015 lalu di Lapangan Sunburst, Tangerang Selatan. “Pemerintah telah berkomitmen untuk menempatkan keluarga sebagai garda terdepan pembangunan. Banyak program pemerintah, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah yang diproyeksikan untuk penguatan keluarga sebagai tiang negara,” begitu ucap Presiden Jokowi.
Masih terkait dengan peringatan Harganas XXII tahun ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar sejumlah agenda dengan tujuan utama meningkatkan komitmen pemerintah akan pentingnya pembangunan keluarga serta meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga yang berketahanan dan sejahtera. Sebagai panitia nasional penyelenggara Harganas XXII, BKKBN berupaya menjadikan Harganas sebagai momentum untuk membangun karakter bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia sejahtera. “Keluarga Berkarakter, Indonesia Sejahtera,” demikian motto utama yang diusung Harganas XXII tahun ini.
[caption caption="Tahapan Pembangunan Bidang Kependudukan/Bahan Presentasi Abidinsyah Siregar"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-2-tahapan-pembangunan-bidang-kependudukan-bahan-presentasi-abidinsyah-siregar-55c5375f4f9773720feb9cad.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Diantara ragam agenda yang diusung, BKKBN juga menggelar acara “Nangkring Bareng” BKKBN bersama Kompasiana dengan tema “Membangun Keluarga, Membangun Bangsa Sebagai Wujud Revolusi Mental”. Ada tiga pembicara yang hadir dan menyampaikan presentasi: Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Deputi Adpin BKKBN Pusat Abidinsyah Siregar, dan Deputi KPSK BKKBN Sudibyo Alimoeso. Ada tiga pilar program BKKBN yang disampaikan Sudibyo Alimoeso, yaitu soal kependudukan, KB dan kesehatan reproduksi, serta pembangunan keluarga. Sementara Abidinsyah Siregar menjelaskan lebih detil tahapan pembangunan bidang kependudukan mengacu pada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sebagaimana termuat dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007.
Banyak ragam kegiatan yang terselenggara dalam rangkaian agenda Harganas XXII 2015, baik di tingkat lokal maupun nasional. Dari rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan, terutama dalam acara “Nangkring Bareng” Kompasiana bersama BKKBN dan puncak peringatan Harganas XXII 2015 setidaknya ada tiga hal yang mengemuka, yaitu: Keluarga Berkarakter, Keluarga Berencana, dan wacana mengenai Bonus Demografi.
Menciptakan Keluarga Berkarakter
Pembangunan karakter bangsa (character and nationa building) sejatinya telah menjadi isu lama yang diwacanakan para pendiri bangsa. Hal ini disadari karena “karakter” akan sangat menentukan kemana arah suatu bangsa yang sekaligus juga menentukan maju-mundurnya sebuah bangsa. Namun patut disadari bahwa membangun karakter suatu bangsa tentu harus dimulai dari keluarga sebagai unit sosial-kemasyarakatan terkecil. Bangsa dan negara yang kuat sudah pasti dibangun dari keluarga yang kuat.
Tema Harganas XXII tahun ini yang mengusung pentingnya karakter bangsa tentu sangat relevan. Tema ini bahkan seakan menguatkan spirit “revolusi mental” yang kini banyak diusung dalam ragam program pemerintahan. Dalam kaitan ini, Presiden Jokowi menegaskan bahwa revolusi mental sangat diperlukan bukan hanya pada urusan birokrasi pemerintahan, tapi membangun karakter bangsa dalam dimensi keluarga Indonesia tentu tidaklah kalah penting. Senada dengan itu, Kepala BKKPN, Surya Chandra menyebutkan bahwa peringatan Harganas XXII 2015 merupakan momentum upaya membangun karakter bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia Sejahtera.
Surya Chandra menjelaskan bahwa peringatan Harganas XXII mengisyaratkan pada kita bahwa keluarga merupakan pondasi bangsa yang akan menangkal berbagai pengaruh buruk bagi anggota keluarga. Peran masing-masing anggota keluarga, khususnya orang tua sangat berarti untuk menciptakan keluarga berketahanan dan sejahtera. Itulah sebabnya, peranan keluarga harus berjalan secara baik sesuai fungsi keluarga yang sangat penting, yaitu: 1) Fungsi Agama; 2) Fungsi Sosial Budaya; 3) Fungsi Cinta Kasih dan Sayang; 4) Fungsi Perlindungan; 5) Fungsi Reproduksi; 6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan; 7) Fungsi Ekonomi; dan 8) Fungsi Lingkungan.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-3-55c537fd6f7a61f327a0a0c7.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Kita sering lupa bahwa program Keluarga Berencana (KB) yang telah diusung sejak masa Orde Baru telah cukup berhasil mengatasi sejumlah persoalan kependudukan di tanah air. Bahkan, program ini telah mendapat pengakuan dan penghargaan di tingkat internasional dengan diraihnya sejumlah penghargaan. Pada 1998, Indonesia mendapat “Global Statement Award” dari Population Institute, Amerika Serikat. Sementara sebelumnya, pada 1989, atas keberhasilan Program KB di Indonesia, Presiden Soeharto menerima penghargaan tertinggi di bidang kependudukan berupa “United Nations Population Award” dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Penghargaan ini diberikan langsung Sekjen PBB Javier de Cuellar di Markas Besar PBB di New York kepada Presiden Soeharto. Berikutnya, pada 21 Februari 1992, BKKBN menerima penghargaan internasional dalam bidang manajemen, yaitu “Management Development Award”.
Berbagai capaian dan prestasi itu sudah sepatutnya memberikan kesadaran kepada kita bahwa sudah saatnya program KB kini didorong dan dikuatkan kembali. Tentu saja dengan memodifikasi program di sana-sini disesuaikan dengan tantangan dan perkembangan zaman. Terkait dengan hal ini, Deputi Adpin BKKBN Pusat, Abidinsyah Siregar menuturkan bahwa pengendalian penduduk melalui program KB telah menjadi kewenangan wajib yang dilaksanakan pemerintah secara konkruen di berbagai level pemerintahan dengan BKKBN sebagai ujung tombaknya. Mengacu pada UU No.52/2009, PP No.87/2014 dan Perpres No.3/2013, mandat BKKBN adalah untuk pengendalian penduduk, pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi, mendorong terciptanya keluarga sejahtera dan pembangunan keluarga, serta advokasi, penggerakan, dan informasi.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-4-55c5383c29b0bd8308e27790.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
[caption caption="Iklan Advokasi "GenRe"_ Generasi Berencana/www.faceboo.com/GenRe"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-5-55c5387d137b6110103b60ed.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Peluang dan Tantangan “Bonus Demografi”
Penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif cepat dari waktu ke waktu, terutama setelah memasuki tahun 2000-an. Proyeksi UNDP menyebutkan bahwa penduduk Indonesia akan mencapai angka 370 juta pada 2050. Sementara sebelumnya, pada kisaran tahun 2010-an, penduduk Indonesia mencapai angka 330 juta. Selanjutnya, pada kurun waktu antara 2020-2030 Indonesia diperkirakan akan mendapat “bonus demografi” dengan melimpahnya usia produktif pada kurun waktu tersebut.
[caption caption="Perkembangan Penduduk Indonesia (dalam jutaan) / Sumber: BKKBN, 2015"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-6-perkembangan-penduduk-indonesia-sumber-bkkbn-2015-55c5393429b0bd3b08e27790.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Bonus Demografi ibarat pisau bermata dua, dapat menjadi berkah tapi sekaligus juga bisa menjadi musibah. Bonus demografi menawarkan peluang sekaligus tantangan, lalu bagaimana kita menyikapinya? Soal bonus demografi ini, Presiden Jokowi pun berkali-kali mengingatkan besarnya peluang dan tantangan kependudukan yang dihadapi. Menurutnya, Indonesia kini akan dihadapkan pada “bonus demografi” pada 2020-2030 mendatang. Pada saat itu, jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dari penduduk usia non-produksif, yaitu anak dan kelompok usia lanjut. Angkatan kerja pada rentang waktu tersebut mencapai 70 persen, sedangkan sisanya berusia 15 tahun ke bawah dan 60 tahun ke atas hanya 30 persen.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-7-55c5399f137b61190f3b60ef.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/08/08/gambar-8-55c539ca137b61860f3b60ee.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Karena itu, Presiden Jokowi berkali-kali mengingatkan pentingnya membangun SDM yang kuat, terutama meningkatkan kualitas penduduk usia produktif. “Kita membutuhkan keterlibatan keluarga Indonesia untuk menyadari betapa pentingnya membangun SDM yang berkualitas agar mampu menyongsong masa depan yang lebih baik,” kata Presiden Jokowi. Inilah tantangan konkret yang perlu kita hadapi saat ini. Mampukah kita memanfaatkan “bonus demografi” secara bijak dan kreatif? Jawabnya tentu akan berpulang pada kesiapan kita sebagai bangsa untuk mampu memproduksi SDM handal yang memiliki karakter, integritas, dan mentalitas yang berkualitas. Generasi seperti ini tentu hanya dapat tumbuh subur dalam iklim keluarga yang sehat dan kuat. Pernyataan Presiden Jokowi karenanya menjadi penting dan relevan bahwa keluarga adalah tiang negara. Selamat Hari Keluarga Nasional 2015. Keluarga Sehat, Negara Sehat. Keluarga Kuat, Negara Kuat. Keluarga Berkarakter dan Berkualitas, Indonesia Sejahtera.
Semoga semoga ...
[caption caption="Logo Resmi Harganas XXII 2015 / http://tangerangselatankota.go.id/"]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI