Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kata Jokowi, Keluarga Itu Tiang Negara ...

7 Agustus 2015   15:42 Diperbarui: 8 Agustus 2015   06:06 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema Harganas XXII tahun ini yang mengusung pentingnya karakter bangsa tentu sangat relevan. Tema ini bahkan seakan menguatkan spirit “revolusi mental” yang kini banyak diusung dalam ragam program pemerintahan. Dalam kaitan ini, Presiden Jokowi menegaskan bahwa revolusi mental sangat diperlukan bukan hanya pada urusan birokrasi pemerintahan, tapi membangun karakter bangsa dalam dimensi keluarga Indonesia tentu tidaklah kalah penting. Senada dengan itu, Kepala BKKPN, Surya Chandra menyebutkan bahwa peringatan Harganas XXII 2015 merupakan momentum upaya membangun karakter bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia Sejahtera.

Surya Chandra menjelaskan bahwa peringatan Harganas XXII mengisyaratkan pada kita bahwa keluarga merupakan pondasi bangsa yang akan menangkal berbagai pengaruh buruk bagi anggota keluarga. Peran masing-masing anggota keluarga, khususnya orang tua sangat berarti untuk menciptakan keluarga berketahanan dan sejahtera. Itulah sebabnya, peranan keluarga harus berjalan secara baik sesuai fungsi keluarga yang sangat penting, yaitu: 1) Fungsi Agama; 2) Fungsi Sosial Budaya; 3) Fungsi Cinta Kasih dan Sayang; 4) Fungsi Perlindungan; 5) Fungsi Reproduksi; 6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan; 7) Fungsi Ekonomi; dan 8) Fungsi Lingkungan.

Penguatan Program Keluarga Berencana

Kita sering lupa bahwa program Keluarga Berencana (KB) yang telah diusung sejak masa Orde Baru telah cukup berhasil mengatasi sejumlah persoalan kependudukan di tanah air. Bahkan, program ini telah mendapat pengakuan dan penghargaan di tingkat internasional dengan diraihnya sejumlah penghargaan. Pada 1998, Indonesia mendapat “Global Statement Award” dari Population Institute, Amerika Serikat. Sementara sebelumnya, pada 1989, atas keberhasilan Program KB di Indonesia, Presiden Soeharto menerima penghargaan tertinggi di bidang kependudukan berupa “United Nations Population Award” dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Penghargaan ini diberikan langsung Sekjen PBB Javier de Cuellar di Markas Besar PBB di New York kepada Presiden Soeharto. Berikutnya, pada 21 Februari 1992, BKKBN menerima penghargaan internasional dalam bidang manajemen, yaitu “Management Development Award”.

Berbagai capaian dan prestasi itu sudah sepatutnya memberikan kesadaran kepada kita bahwa sudah saatnya program KB kini didorong dan dikuatkan kembali. Tentu saja dengan memodifikasi program di sana-sini disesuaikan dengan tantangan dan perkembangan zaman. Terkait dengan hal ini, Deputi Adpin BKKBN Pusat, Abidinsyah Siregar menuturkan bahwa pengendalian penduduk melalui program KB telah menjadi kewenangan wajib yang dilaksanakan pemerintah secara konkruen di berbagai level pemerintahan dengan BKKBN sebagai ujung tombaknya. Mengacu pada UU No.52/2009, PP No.87/2014 dan Perpres No.3/2013, mandat BKKBN adalah untuk pengendalian penduduk, pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi, mendorong terciptanya keluarga sejahtera dan pembangunan keluarga, serta advokasi, penggerakan, dan informasi.

Masih terkait dengan program KB, tampaknya kampanye dan advokasi akhir-akhir ini mengenai Generasi Berencana (GenRe) juga patut diapresiasi sebagai terobosan positif. Kampanye untuk menunda pernikahan hingga usia ideal, misalnya, bukan saja dapat mendorong program KB ansich, namun juga sangat bermanfaat untuk membangun kesadaran betapa pentingnya menyiapkan generasi muda yang berkualitas, sekaligus kompetitif terutama menyongsong masa “bonus demografi” yang kini banyak disebut-sebut. “Banyak cara positif untuk mengisi masa muda. Tunda dulu berkeluarga hingga usia pernikahan ideal: Laki-laki di atas 25 tahun, perempuan di atas 21 tahun,” demikian tulis iklan dalam laman facebook GenRe. https://www.facebook.com/pages/GenRe-BkkbN/497709670291161?fref=ts

[caption caption="Iklan Advokasi "GenRe"_ Generasi Berencana/www.faceboo.com/GenRe"]

[/caption]

Peluang dan Tantangan “Bonus Demografi”

Penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif cepat dari waktu ke waktu, terutama setelah memasuki tahun 2000-an. Proyeksi UNDP menyebutkan bahwa penduduk Indonesia akan mencapai angka 370 juta pada 2050. Sementara sebelumnya, pada kisaran tahun 2010-an, penduduk Indonesia mencapai angka 330 juta. Selanjutnya, pada kurun waktu antara 2020-2030 Indonesia diperkirakan akan mendapat “bonus demografi” dengan melimpahnya usia produktif pada kurun waktu tersebut.

[caption caption="Perkembangan Penduduk Indonesia (dalam jutaan) / Sumber: BKKBN, 2015"]

[/caption]

Bonus Demografi ibarat pisau bermata dua, dapat menjadi berkah tapi sekaligus juga bisa menjadi musibah. Bonus demografi menawarkan peluang sekaligus tantangan, lalu bagaimana kita menyikapinya? Soal bonus demografi ini, Presiden Jokowi pun berkali-kali mengingatkan besarnya peluang dan tantangan kependudukan yang dihadapi. Menurutnya, Indonesia kini akan dihadapkan pada “bonus demografi” pada 2020-2030 mendatang. Pada saat itu, jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dari penduduk usia non-produksif, yaitu anak dan kelompok usia lanjut. Angkatan kerja pada rentang waktu tersebut mencapai 70 persen, sedangkan sisanya berusia 15 tahun ke bawah dan 60 tahun ke atas hanya 30 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun