Kebangkitan Wayang Jekdong, khususnya gagrak Porongan akan digulirkan di Sidoarjo, saat hari jadi Kabupaten  Sidoarjo yang ke 165. Dari beragam acara perhelatan ultah, diagendakan pagelaran  wayang jekdong gagrak Porongan di 12 titik berbeda di wilayah Sidoarjo.Â
Demikian hasil pertemuan para dalang wayang jekdong yang diprakarsai Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) di rumah budaya S. Karno, Wunut, Porong, Minggu (20/01/2024).
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain, Â Ribut Wiyoto, Â Ki Toro, Ki Surono, Ki Yohan Susilo, Ki Fachri, Cak Tawar, Ki Pringgo, Ki Didik Iswandi, dan tiga Dewan Pakar Dekesda yakni Dr. Autar Abdillah, Soekarno dan Suwarmin.Â
Disepakati, pelaksanaan pagelaran wayang jekdong secara serentak di 12 tempat akan dilaksanakan pada tanggal 20 dan 28 Pebruari 2024.
Menurut Ketua Umum Dekesda, Ribut Wiyoto, Â jadwal itu belum disinkronkan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo sebagai leading sector.Â
Penetapan jadwal final akan ditetapkan dalam pertemuan lanjuta. Ribut  akan berkoordinasi dengan dinas terkait dalam pembiayaan dan segala persiapan perhelatan.
Dalam pertemuan tersebut juga ditetapkan tim kurator yang dinilai memiliki dedikasi tinggi dan pengetahuan yang cukup mengenai pedalangan gagrak Porongan. Yaitu, Ki Surwedi dari Plumpung, Balungbendo, yang akan menangani bidang pakeliran.Â
Dalang sepuh ini sudah bertahun-tahun konsisten mendalang wayang jekdong. Untuk sabetan atau gerakan wayang ditangani dalang Ki Surono Gondo Taruno dari Desa Janti, Balong Bendo. Suwarmin dari Dewan Pakar Dekesda akan menangani gamelan.Â
Ki Pringgo Jati Rahman yang baru lulus dari Program Studi Seni Pedalangan, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, menggarap aspek sanggit. Ribut sendiri akan menangani unsur sastra.Â
Sedangkan rangkaian seluruh mata acara ditangani dalang Ki Toro yang memiliki latar belakang dan pengalaman panjang di Dinas Komunikasi dan Informatika Pemprov Jatim.
Wayang kulit Jek Dong adalah salah satu warisan budaya asli Jawa Timur yang penyebarannya di daerah Mojokerto, Malang, Porong, Sidoarjo, Surabaya dan Gresik.Â
Seni pertunjukan wayang kulit Jek Dong berasal dari kata "Jek" yaitu dari alat keprak dan "Dong" berasal dari alat Kendang dan Gong besar.Â
Struktur iringan musik karawitan sampai dengan perkataan dalam wayang kulit Jek Dong sangat berbeda dengan wayang kulit dari Jawa Tengah. Bahasanya cenderung merakyat, sesuai dengan kultur budaya Arek dan perilaku asli Jawa Timur.
Dari segi musik, hanya menggunakan gamelan slendro, mirip yang digunakan dalam kesenian ludruk. Bentuk wayang kulit mempunyai warna mencolok, yaitu dominan warna merah dan hijau.Â
Mengikuti selera konsumen, pergelaran wayang kulitpun akhirnya dilengkapi dengan campursari bahkan juga musik dangdut. Malah sudah sejak lama wayang Wetanan disertai pembuka tari Remo segala, dimana pengunjung diminta memberikan saweran.
Walaupun juga mengangkat kisah Ramayana dan Mahabharata seperti halnya wayang kulit gaya Jawa Tengahan, namun tokoh punakawan dalam wayang Jek Dong hanya dua orang, yakni Semar dan Bagong. Gaya pakeliran Jawa Timuran dewasa ini hanya dikenal mempunyai tiga subgaya (gagrak), yakni Porongan, Malangan, dan Mojekertoan atau juga dikenal gagrak Trowulanan.
Sempat ada kekuatiran bahwa Wayang Jek Dong, khususnya gagrak Porongan yang berkembang di Sidoarjo itu semakin menurun, karena tidak ada kaderisasi dalang.Â
Maka dengan event pagelaran wayang Jek Dong gagrak Porong di 12 titik lokasi secara serempak tersebut akan menjawab tantangan bahwa Wayang gagrak Porongan masih ada, dan akan terus berkembang.*** (Sas)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI