Seni pertunjukan wayang kulit Jek Dong berasal dari kata "Jek" yaitu dari alat keprak dan "Dong" berasal dari alat Kendang dan Gong besar.Â
Struktur iringan musik karawitan sampai dengan perkataan dalam wayang kulit Jek Dong sangat berbeda dengan wayang kulit dari Jawa Tengah. Bahasanya cenderung merakyat, sesuai dengan kultur budaya Arek dan perilaku asli Jawa Timur.
Dari segi musik, hanya menggunakan gamelan slendro, mirip yang digunakan dalam kesenian ludruk. Bentuk wayang kulit mempunyai warna mencolok, yaitu dominan warna merah dan hijau.Â
Mengikuti selera konsumen, pergelaran wayang kulitpun akhirnya dilengkapi dengan campursari bahkan juga musik dangdut. Malah sudah sejak lama wayang Wetanan disertai pembuka tari Remo segala, dimana pengunjung diminta memberikan saweran.
Walaupun juga mengangkat kisah Ramayana dan Mahabharata seperti halnya wayang kulit gaya Jawa Tengahan, namun tokoh punakawan dalam wayang Jek Dong hanya dua orang, yakni Semar dan Bagong. Gaya pakeliran Jawa Timuran dewasa ini hanya dikenal mempunyai tiga subgaya (gagrak), yakni Porongan, Malangan, dan Mojekertoan atau juga dikenal gagrak Trowulanan.
Sempat ada kekuatiran bahwa Wayang Jek Dong, khususnya gagrak Porongan yang berkembang di Sidoarjo itu semakin menurun, karena tidak ada kaderisasi dalang.Â
Maka dengan event pagelaran wayang Jek Dong gagrak Porong di 12 titik lokasi secara serempak tersebut akan menjawab tantangan bahwa Wayang gagrak Porongan masih ada, dan akan terus berkembang.*** (Sas)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI