Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan mahasiswa. Kegiatan ini identik dengan pengabdian mahasiswa kepada masyarakat dalam suatu lingkungan sosial di daerah tertentu. Tetapi, tahukah Anda? Kegiatan KKN kini dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana yang terjadi di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Kegiatan KKN di UPI dibagi menjadi dua, yaitu KKN reguler dan KKN rekognisi.
Pada kesempatan kali ini, saya sebagai penulis artikel ini akan menceritakan tentang bagaimana pengalaman saya melaksanakan kegiatan KKN rekognisi melalui kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Berkesempatan untuk magang di PT STECHOQ Robotika Indonesia adalah pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Bagaimana tidak, disini saya dibimbing untuk meningkatkan softskill dan hardskill setelah hampir dua tahun saya tidak berkembang karena di rumah saja.Â
Pandemic Covid-19 memaksa saya untuk membatasi interaksi dengan teman sebaya serta berbagai aktivitas di dunia nyata, itu membuat saya terbiasa menjadi manusia yang no life dan lebih suka sendirian.
Maka dari itu, ketika saya mendapatkan personal chat dari pihak STECHOQ bahwa saya dinyatakan diterima magang, saya merasa bahagia, namun lebih banyak bingungnya. Saya berpikir bagaimana saya bisa berinteraksi dengan orang-orang baru nantinya. Terlebih lagi, kali ini bukan hanya orangnya yang baru tetapi tempat dan suasanya juga baru.
Â
Awalnya, saya sengaja menunda-nunda kepergian saya ke Yogyakarta karena saya memang belum rela jika harus meninggalkan Bandung dan segala isinya. Sampai akhirnya, tanggal 6 Februari saya menginjakkan kaki di tempat yang baru ini.
Sebagaimana yang telah diminta oleh pihak STECHOQ, saya datang ke kantor sebelum pukul delapan pagi, bersama dengan teman-teman yang lain. Saya mulai berkenalan dengan beberapa orang yang saya temui saat itu, tentu saja bukan berkenalan secara personal, tetapi hanya formalitas belaka.
Saya masih enggan untuk berinteraksi dengan banyak orang, bahkan cenderung takut. Hari pertama menjadi hari yang biasa saja, di hari itu saya mengenal teman-teman saya yang berada dalam divisi yang sama.
Beberapa hari menjalani kegiatan pembekalan di kantor, saya masih belum merasa nyaman. Saya merasa jauh lebih bahagia ketika berada di kamar kost saya, sendirian. Saya masih bingung bagaimana caranya agar saya dapat berinteraksi dengan baik ketika berada di kantor, karena selama ini saya jarang berinteraksi dengan banyak orang di dunia nyata.Â
Dan yang paling penting, saya adalah sosok individualis yang sangat tidak menyukai teamwork. Saya khawatir, saya akan menjadi seseorang yang buruk saat bekerja dalam tim. Kekhawatiran itu juga ternyata dirasakan oleh teman dekat saya yang ada di Bandung, dia sangat mengerti bahwa saya suka menjalani semuanya sendiri.
Masa pembekalan menjadi masa awal dimana feel dalam tim saya mulai terasa adanya. Saat itu kami diberikan banyak sekali tugas dari mentor, beban tugas itulah yang menjadi alasan awal saya dan teman-teman mulai kompak. Ya, kompak dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk kami mengumpulkan tugas.Â
Sejak saat itu, meski saya sudah selesai mengerjakan tugas, saya harus merelakan diri untuk menunggu teman-teman yang lain agar kami dapat mengumpulkan tugas secara bersamaan. Hal tersebut ternyata berhasil melatih saya untuk aware terhadap orang-orang di sekitar saya. Biasanya, saya tidak pernah peduli jika ada teman saya yang belum selesai mengerjakan tugas, saya akan tetap mengumpulkan ketika saya sudah selesai. Parah sekali.
Kegiatan pertemuan dengan mentor | dokumentasi pribadi
Satu pekan, dua pekan, tiga pekan, berhasil saya lalui dengan baik. Hubungan antara saya dengan teman-teman satu tim juga menjadi semakin akrab. Yang saya ingat, saya pernah menangis di kamar kost saya karena ketidakmampuan saya dalam beradaptasi, lalu saya membeli es krim sebanyak lima buah untuk nantinya saya makan bersama dengan teman-teman yang lain.Â
Saya berharap bahwa yang saya lakukan itu dapat membuat hati saya memiliki kecenderungan untuk menikmati keadaan yang ada, menjalani keseharian saya, bersama mereka. Ternyata, apa yang saya lakukan itu berhasil membuat diri saya setidaknya merasa nyaman.
Memasuki bulan kedua magang, saya dan teman-teman menjadi jauh lebih akrab. Kami seringkali berbagi makanan, mulai dari permen, roti hingga keripik. Sesekali kami iuran untuk membeli jajan di warung, lalu kami makan bersama-sama. Itu memang sepele, namun itu membuat kami semakin dekat. Hari-hari saya diwarnai dengan tawa, tidak, saya bahkan terbahak-bahak.Â
Tanpa saya sadari, keakraban antar tim membuat kerja dalam tim menjadi menyenangkan. Kompromi demi kompromi kami lakukan untuk mencapai kebahagiaan dalam bekerja. Pernah pada suatu hari saya tertidur saat seharusnya mengumpulkan tugas sesuai perjanjian, mereka pun berusaha untuk menunggu dan membangunkan saya.Â
Hal itu tentu saja membuat saya merasa bahwa saya berada diantara teman-teman yang baik dan juga care. Pada bulan kedua ini pula, kegiatan magang menjadi jauh lebih serius karena saya dan teman-teman mulai diberikan tanggung jawab untuk menjalankan sebuah proyek.
Oleh karena saya berada di bidang pendidikan, maka saya mendapatkan sebuah proyek untuk membuat suatu media pembelajaran berbasis digital yang diperuntukkan kepada seluruh guru dan mahasiswa PAI di Indonesia. Media pembelajaran tersebut kami beri nama STC Academy. Media ini berfokus pada pembelajaran PAI dan Tahsin al-Qur'an.Â
Proses pengerjaan proyek ini berlangsung di Gedung EDS Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya dan teman-teman dengan kompak memutuskan untuk mengerjakan satu demi satu modul secara bersama-sama. Hal itu tentu meningkatkan kemampuan saya dalam bekerja sama.Â
Selain itu, setiap pagi saat hari kerja, dua diantara lima teman saya selalu menawarkan apakah diantara kami ada yang ingin menitip makanan, memang hanya sederhana, namun itu berkesan. Sebenarnya, satu hal yang paling lucu diantara kami adalah saat empat orang diantara kami sangat kompak dalam mem-bully salah satu orang diantara kami. Tapi percayalah, itu kami tidak kami lakukan dengan sungguhan.
Ada banyak sekali aktivitas yang membuat saya dan teman-teman semakin akrab setiap harinya, interaksi kami rasanya bukan hanya sekadar partner kerja, tetapi lebih dari itu. Di Yogyakarta, saya jadi merasa punya teman-teman yang berarti. Mereka adalah Desy, Yusuf, Fahrul dan Aldi.Â
Mereka teman-teman dari Education Engineer yang selama ini menjadi partner saya dalam masa magang ini. Desy adalah satu-satunya teman perempuan dalam tim kami, dia yang paling mengenal saya selama di Yogya. Kemudian, Yusuf, dia teman yang sering mengikuti cara saya saat mengucapkan ‘meureun’ dengan logat yang sama sekali tidak ada sunda-sundanya. Fahrul, dia teman yang pendiam tetapi sangat random dan receh sekali selera humornya.
Teman-teman dalam tim saya berhasil membuat saya menyadari bahwa bekerja dalam tim tidak selamanya menyebalkan. Kita memang perlu membangun kemistri antar satu sama lain agar keakraban pun dapat terbentuk. Ketika anggota dalam tim merasa akrab, maka setiap pekerjaan yang menjadi tanggungjawab tim akan dapat dijalankan dengan baik.Â
Selain itu, rasa saling pengertian juga akan membawa pada hubungan yang lebih dari sekedar partner dalam bekerja, tetapi juga teman yang menyenangkan di luar tempat kerja. Tentu, untuk mendapatkan itu semua kita butuh waktu dan juga usaha.Â
Berbagi hal-hal kecil seperti makanan, kemudian menceritakan pengalaman-pengalaman yang memancing tawa, itu semua akan membawa pada suasana yang menyenangkan dalam sebuah tim. Bahkan, saat tulisan ini saya buat, saya sembari bermain game online bersama dengan teman-teman dalam tim saya di sela-sela kesibukan kami dalam bekerja.
Kini, saya menjadi seseorang yang lebih mampu untuk mengendalikan diri saat bekerja dalam tim. Saya sadar, bahwa saat saya ingin merasa nyaman dalam satu lingkungan maka kita-lah yang harus memulai untuk membuat lingkungan nyaman dengan saya.Â
Jika saya tidak menyebalkan, maka orang lain juga tidak akan berlaku demikian terhadap saya. Setelah hamper dua tahun bahagia di rumah saja, saya tidak menyesal atas keputusan saya untuk pergi merantau ke Yogyakarta. Sebab, selain peningkatan skill dalam bekerja, saya juga mengalami peningkatan kemampuan dalam interaksi antar sesama. Ternyata, bekerja dalam tim itu sangat menyenangkan.
Sebenarnya, tidak ada susunan kalimat yang benar-benar tepat untuk mendeskripsikan tentang pengalaman magang yang satu ini. Yogyakarta dan segala isinya, akan menjadi saksi bahwa saya pernah ditempa untuk hidup mandiri, bahwa saya pernah mencoba bangkit setelah beberapa kali jatuh sendiri.Â
Disini, saya bertemu dengan banyak orang baik. Terutama, seluruh pihak dari Stechoq yang memberikan kesempatan kepada saya untuk merasakan pengalaman yang amazing ini, hingga saya menjadi sosok perempuan yang kuat dan pemberani. Yang paling penting, saya yang penyendiri ini, menjadi tetap bisa bahagia saat harus berhadapan dengan orang banyak sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H