Sabtu lalu tanggal 21 Februari 2015, saya berkesempatan mengikuti nobar film korea Ode To My Father bersama 15 kompasianer lain di Blitz Megaplex Pacific Place. Selama ini jujur saya jarang bahkan belum pernah film Korea di bioskop. Makanya sebelum menonton saya belum ada gambaran seperti apa film yang akan saya tonton sore itu. Walaupun sempat datang terlambat 30 menit dari jadwal semestinya yaitu jam 15.00, namun ternyata saya masih bisa mengikuti film ini dari awal sampai akhir.
Film ini diawali pada tahun 1950an, ketika sedang terjadi perang dunia ke dua. Ribuan warga mengungsi di tengah dinginnya musim salju menuju kapal perang dari Amerika Serikat. Walaupun awalnya kapal perang hanya mengangkut tank dan perlengkapan senjata namun melihat banyaknya warga yang ingin mengungsi maka kapten pun mengijinkan mengangkut warga Korea.
Terdapat salah satu keluarga yang terdiri seorang ayah, ibu dan 4 orang anak. Sang anak pertama yang bernama Yoon Dook So selalu diingatkan oleh ayahnya untuk menjaga adik perempuannya yang bernama Mak Soon agar tidak terpisah. Ketika ribuan orang berusaha menaiki tangga dari kapal kecil menuju kapal perang, banyak yang tidak berhasil baik itu jatuh terlepas atau tertindih orang lain yang lebih besar. Dook So berusaha keras agar adiknya bisa naik ke atas kapal dengan menggendong di punggungnya dan berpesan pada adiknya agar serius serta tidak menganggap ini seperti di taman bermain. Dook So pun menyuruh agar adiknya berpegangan erat agar tidak jatuh, tapi adiknya tertarik ke bawah dan terjatuh sehingga terpisah dengan Dook So.
Begitu sampai di atas Dook So baru menyadari adiknya, tidak ikut bersamanya hanya tertinggal potongan baju yang tersobek. Ia pun menangis dan ingin turun untuk mencari adiknya. Ayahnya pun melarang, dan berpesan bahwa jika ia tidak dapat berkumpul kembali dengan keluarganya maka Dook So yang akan menjadi kepala keluarga. Ketika mereka terpisah sang ayah pun mengatakan agar ke toko di tempat bibinya di Busan agar bisa menemui di toko tersebut.
Keluarga tersebut pun mulai menetap di Busan diawali sebuah ruangan sempit di tempat penyimpanan barang. Beberapa tahun kemudian sekitar tahun 1960 setelah perang selesai Dook So melihat kondisi keluarganya sangat membutuhkan uang karena adiknya akan masuk ke Universitas di Seoul. Teman karibnya yang bernama Dal Goo pun menyarankan agar ikut pergi ke Jerman menjadi penambang. Walaupun awalnya sempat ragu karena belum memiliki pengalaman bekerja sebagai penambang, namun karena kondisi yang mendesak akhirnya Dook So pun mengikuti tes bersama Dal Goo.
Setelah lulus tes fisik tahap pertama, mereka pun lanjut ke tahap kedua yaitu wawancara. Si pewawancara pun sempat ragu karena latar belakang mereka dua, namun Dook So bisa meyakinkan semua orang bahwa dia layak dengan menyanyikan lagu kebangsaan Korea Selatan. Mereka pun berangkat ke Jerman dengan mendapat gelar sangat patriotik. Setibanya di Jerman, kehidupan yang harus mereka jalani sangatlah keras karena setiap hari harus turun bawah tanah dengan resiko yang besar. Dook So pun sedih harus terpisah jauh dengan keluarganya.
Ketika libur tiba Dook So secara tidak sengaja bertemu perawat dari Korea Young Ja yang juga sekolah di Jerman. Lambat laun mereka pun mulai dekat dan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan berdua. Suatu ketika insiden membahayakan terjadi yaitu ketika pipa gas bawah tanah meledak, Dook So dan Dal Goo tertinggal di bawah tanah dan nyaris meninggal karena kekurangan oksigen. Ketika pemilik perusahaan melarang karyawannya untuk turun ke bawah menyelamatkan mereka berdua, Young Ja pun datang ke lokasi dan memohon pada pemilik tambang agar mengijinkan turun ke bawah.
Karyawan lainnya pun nekat turun ke bawah dan menyelamatkan mereka berdua. Seminggu setelah insiden tersebut visa Dook So dan Dal Goo berakhir dan tidak diperpanjang oleh atasan mereka. Mereka pun kembali ke Korea Selatan dan berkumpul dengan keluarga di rumah yang lebih baik. Beberapa bulan kemudian Young Ja pun menyusul karena sedang mengandung tiga bulan. Dook So akhirnya menikah dan memiliki seorang anak.
Di tahun 1970 an Dook So mendapat kabar bahwa ia diterima kuliah perkapalan yang bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang kapten. Namun ia kembali dihadapkan sebuah pilihan sulit apakah meneruskan impiannya atau ikut pergi ke Vietnam menjadi seorang teknisi agar bisa tetap mempertahankan toko bibinya. Pamannya ingin menjual toko tersebut setelah bibinya meninggal karena kesulitan keuangan.
Setibanya di Vietnam, ia hampir menjadi korban ledakan bom namun bisa selamat karena petunjuk seorang anak kecil. Ketika ia hendak menaiki kapal dan kembali ke Korea, ternyata beberapa orang yang bersembunyi di bawah tanah memohon agar bisa ikut karena takut terbunuh oleh tentara Vietkong. Dook So pun mengizinkan orang Vietnam naik ke kapal tersebut karena iba terhadap dua anak kecil laki-laki dan perempuan. Tidak disangka tentara Vietkong menembak dari belakang dan anak perempuan terjatuh di sungai, Dook So pun langsung turun dan menyelamatkan anak tersebut namun ia tertembak di kaki sebelah kiri dan menjadi pincang.
Sekembalinya ia  ke Korea dan membantu adik perempuannya menikah, ia melihat tayangan televisi yang menayangkan program untuk mempertemukan keluarga yang terpisah akibat perang puluhan tahun silam. Ia pun berangkat ke Seoul dengan sahabatnya Dal Goo dengan harapan dapat bertemu kembali dengan ayahnya. Ribuan orang menuju ke pusat kota dan memasang tulisan nama keluarga berharap dapat bertemu kembali dengan anggota keluarga yang terpisah. Dook So pun nyaris bertemu ayahnya namun setelah melakukan wawancara jarak jauh ternyata pria tersebut bukanlah ayah kandungnya.
Tak disangka, ia mendapat kabar ada seorang wanita yang tinggal di Amerika Serikat ialah adiknya yang berpisah. Dook So pun bertanya bagaimana ia bisa tinggal di Amerika, ternyata wanita tersebut diselamatkan oleh tentara Amerika dan dibawa ke panti asuhan di Busan. Ia pun lalu diadopsi oleh keluarga dari Amerika. Dook So pun memberitahu ada ciri tahi lalat di belakang telinga dan wanita itu pun memperlihatkan bahwa ciri itu ada pada dirinya. Hal lain yang menguatkan ciri itu ialah potongan baju yang masih tersimpan yang ia kenakan saat ia kecil. Dook So dan keluarga pun langsung menangis terharu karena akhirnya bertemu dengan anggota keluarga yang terpisah puluhan tahun.
Di bagian ini pun saya terharu, melihat keluarga yang kembali bersatu setelah terpisah puluhan tahun akibat perang. Film ini berhasil menyampaikan pesan emosional berupa kemanusiaan kepada penonton. Saya dari awal hingga akhir bisa merasakan kesedihan cerita dan juga kekonyolan serta kebahagiaan yang ada. Sebuah film perang yang berbeda menurut saya. Jika sebelumnya saya menonton film perang produksi Hollywood hanya menonjolkan adu fisik atau kekuatan senjata, namun di film ini kita bisa melihat hubungan antar manusia dan nilai kekeluargaan.
Di balik modern dan glamournya Korea Selatan, ternyata masih mempertahankan tradisi keluarga dimana menghormati dan mendoakan nenek moyang yang sudah meninggal. Bakti anak kepada orang tua pun terlihat jelas dalam film ini dimana Dook So ingin membahagiakan dan menjaga ibunya. Sebelum mengambil keputusan penting pun ia selalu meminta restu kepada ibunya. Film ini sangat saya rekomendasikan untuk ditonton karena memiliki cerita yang menyentuh dan pesan moral yang berharga. Selain itu cinematografi film ini juga indah untuk dilihat karena perpindahan gambar dari masa lalu ke masa sekarang sangat halus dan menampilkan beberapa special effect yang menarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H