"Alhamdulillah, mereka percaya. Pembukuan kami terbitkan melalui internet (Facebook). Mereka akan tahu berapa uang terkumpul, berapa uang yang digunakan," kata bapak satu anak ini.
Transparansi keuangan tersebut penting untuk meyakinkan kepada para donor bahwa uang yang dihimpun memang 100 persen digunakan untuk membangun rumah keluarga miskin, menolong orang lumpuh, dan anak yatim.
"Bahkan, untuk biaya operasional kami sepakat tidak mengambil dari donasi itu, tetapi mengeluarkan uang pribadi," ujarnya.
Biaya yang dibutuhkan untuk merehabilitasi satu rumah sekitar Rp 20 juta, namun ada pula yang mencapai Rp 40 juta. Material bangunan yang digunakan juga bukan murahan, sebagian memakai bata ringan.
Pada awalnya memang ada yang sangsi, namun setelah berbagai pihak tahu dan yakin bahwa hasil mengamen memang untuk membangun rumah keluarga miskin, kini banyak pihak yang menyodorkan bantuan uang untuk ambil bagian termasuk salah satu operator telepon selular.
Bahkan operator telepon seluler ini mencetak label kemasan kartu perdana dengan tulisan Gerabah Mas sebagai bukti dukungan terhadap kegiatan kemanusiaan tersebut.
"Sekarang semakin banyak individu yang mentrasfer uang ke rekening komunitas untuk mendukung program tersebut," tuturnya.
"Manusia Kardus"
Endar berkisah, ketika uang yang digunakan untuk merehabilitasi rumah masih kurang, sementara waktunya mepet, ia minta biduan grup musik yang dimpimpinnya, agar mengedarkan kardus untuk minta sumbangan dari penonton.Â
"Menurunkan 'manusia kardus' ke tengah penonton pertunjukan musik seperti itu cukup efektif untuk mengumpulkan sumbangan," kata pemusik berusia 54 tahun tersebut.
Cicik, Pegawai Negeri Sipil Pemkab Pemalang yang ikut dalam Komunitas Gerabah Mas, mengakui bahwa Endar memang sosok yang peduli kepada orang lain, termasuk kepada teman-temannya.