Dan sepertinya ayah hanya memeluk dan membelai rambut si Gladis karena tak terdengar apa-apa. Sampai pagi berganti siang, rupanya aku ditinggal dirumah ini. Seluruh penghuninya pergi. Ibu pergi berangkat kerja, dan ayah sama Gladis pergi kesekolah.
Hmmm sunyinyaa rumah ini seperti menyimpan cerita klasik yang mendalam. Terasa sangat nyaman dan terlihat sangat rapi. Perkiraanku rumah ini merupakan warisan zaman dulu.
Ketika matahari semakin tinggi, terdengar suara pintu depan dibuka. Pikiranku mungkin ayah dan Gladis sudah pulang. Dan ternyata tebakanku salah. Karena yang pulang barusan bukanlah ayah dan Gladis. Melainkan ibu dan seorang pria asing.
“sayang, kenapa sepi?” suara seorang pria asing yang bukan suami ibu.
“suami dan anakku sedang pergi” itu suara ibu, kalau ayah dan Gladis tiba-tiba datang gimana? Pikirku. Aku memutar pikiran, tetapi tetap saja aku tak mengerti. Sesaat kemudian, pintu kamar ayah terdengar dibuka.
“silahkan masuk sayangku” kata ibu.
Oh Tuhan apa yang terjadi diluar? Sungguh ingin rasanya aku melompat dari samping TV dan berteriak. Terserah ada yang mendengar atau tidak, ayah cepat kembali!!
Ya Tuhan,, hentikan putaran bumi ini. Aku tidak sanggup membayangkan apa yang terjadi. Aku bebar-benar tidak sanggup membayangkaan linangan air mata ayah. Dan tak sanggup membayangkan muka polos Gladis.
Dan tiba-tiba pintu depan terbuka. “apa? Ayah datang? Apa yang harus aku lakukan?”
Spontan ayah masuk kekamar ingin mengambil handuk kaarena mereka basah karena hujan. Terus lagi dan lagi aku menarik dan menghembuskan nafas tanpa irama, cepat dan tak beratur hingga aku terjatuh ke lantai. Aku bisa melihat semuanya sekarang. Ayah terduduk di kursi depan TV dan si Gladis berdiri didepan pintu sambil kedinginan.
Kemudian ibu keluar dari kamar sambil menangis.