Pembelajaran yang berpihak pada murid salah satunya diwujudkan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Langkah awal sebelum dilakukan pembelajaran berdiferensiasi adalah memetakan kemampuan awal murid. Guru dapat menggunakan pendekatan coaching ini untuk mengenali minat dan preferensi belajar murid.. Guru pada saat pembelajaran pun dapat memberikan pembimbingan kepada murid yang membutuhkan dengan pendekatan coaching.
Dengan menggunakan pendekatan coaching guru atau pendidik juga dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid, terlebih dalam kesadaran diri dan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Perasaan
Modul ini memberikan semangat kepada saya untuk belajar bagaimana menjadi coach yang efektif terhadap teman sejawat, sejalan dengan salah satu peran guru penggerak. Saya merasa tertantang untuk mempraktikkan coaching di sekolah baik terhadap sesama guru maupun dengan murid, karena prinsipnya yang mampu mengembangkan proses kreatif untuk memaksimalkan potensi berdasarkan kesamaan derajat atau kemitraan. Selama ini saya mungkin saya lebih banyak terkesan sebagai mentor atau fasilitator di keseharian saya di sekolah daripada sebagai coach, sehingga modul ini memberikan perubahan paradigma saya yang akan mengubah budaya dan memaksimalkan potensi yang ada.
Hal Positif yang Dimiliki
Selama ini di sekolah saya dianggap lebih tahu oleh rekan-rekan guru dalam berbagai hal terkait pembelajaran, sehingga sering dijadikan tempat diskusi. Dalam diskusi tersebut saya berusaha terbuka terhadap ide dan gagasan yang muncul dari teman sehingga mereka bisa memaksimalkan potensinya, tanpa merasa diajari atau digurui. Meskipun belum menerapkan alur TIRTA secara runtut, saya telah melakukannya dalam keseharian saya di sekolah.
Setelah mempelajari percakapan coaching dengan alur TIRTA, saya akan mengembangkan lebih lanjut kemampuan saya dalam memaksimalkan potensi yang ada pada setiap individu di sekolah, baik guru maupun murid.
Hal yang Perlu Diperbaiki
Dalam percakapan baik dengan murid maupun guru saya terkadang tidak dalam kehadiran penuh karena ada pekerjaan atau tugas lain, sehingga mereka merasa kurang diperhatikan dan kurang mendapatkan empati. Demikian juga dalam memberdayakan coachee dengan memberikan pertanyaan berbobot atau pemantik perlu sering dilatih agar dapat maksimal saya lakukan di sekolah.
Tantangan dan Solusinya
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penerapan coaching adalah membutuhkan waktu yang lebih lama. Seorang coach tidak boleh memberikan bimbingan secara langsung kepada coachee, tetapi mengarahkannya dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang mampu memunculkan ide-ide kreatif dari coachee. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan atau manajemen waktu yang tepat dalam melakukan coaching ini.
Seorang guru sebagai coach juga harus mampu memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot, agar murid atau coachee menemukan solusi-solusi yang sebelumnya tidak sempat dipikirkannya. Oleh karena Itu guru harus menguasai permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh murid tersebut, di samping berlatih dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan berbobot yang memberdayakan murid.
Idealnya dalam coaching, coacheelah yang membutuhkan bimbingan, namun biasanya akan sangat sulit membuat murid merasa "membutuhkan". Demikian juga dalam pengembangan rekan sejawat, semestinya merekalah yang berinisiatif mendatangi kita untuk berdiskusi tentang pengembangan yang mereka butuhkan. Tetapi kenyataannya kebanyakan rekan sejawat itu sudah merasa bisa dan tidak punya punya keinginan untuk melakukan pengembangan diri.
Pada tahap awal kita sebagai guru maupun sebagai coach bagi guru lain, perlu memberikan pendekatan-pendekatan agar murid atau rekan sejawat kita merasa membutuhkan dan tertantang untuk menggalinya melalui diskusi lebih lanjut.
Demikian rangkuman kesimpulan dan refleksi dalam pembelajaran coaching untuk supervisi akademik. Â Semoga kita dapat menerapkannya dalam pembelajaran dan keseharian di sekolah.