"Marni, Sumarni!" Mang Hasan memanggil-manggil nama Ibuku. Bajunya basah dan penuh lumpur. Matanya pun sayu.
"Sumarni!" sekali lagi ia memanggil Ibuku.
"Sumarni! Cepat keluar!" teriak Mang Hasan.
"Iya, Mang. Ada apa?" Ibu segera keluar dari rumah dan menghampiri Mang Hasan yang tersengal-sengal.
"Sodik, Mar!" jawab Mang Hasan dengan napas yang turun naik.
"Kenapa Kang Sodik, Mang?" tanya Ibu.
"Sodik, Mar. Mati." jawaban yang sepertinya tidak direncanakan oleh Mang Hasan. Ia tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakannya kepada Ibu. Aku dan adikku yang masih berdiri di depan jendela sontak kaget mendengar kabar itu. Kami pun keluar mendekati Ibu yang terduduk lemas di amben depan rumah kami.
"Siapa yang mati, Mang?" tanya Ibu dengan suara lemas disertai butiran bening yang mulai jatuh di pipinya.
"Maaf, Mar. Maksudku Sodik, suamimu, meninggal." jawab Mang Hasan sambil menunduk. Ibu terdiam. Air matanya tampak menderas. Aku dan adikku memeluk Ibu dari belakang. Kami pun menangis.
"Apa kabar itu tidak salah, Mang?" tanya Ibu bermaksud meyakinkan sambil terisak.
"Tidak, Mar. Aku minta maaf tidak bisa menyelamatkannya." Suara Mang Hasan penuh penyesalan.