Mohon tunggu...
sarkoro doso budiatmoko
sarkoro doso budiatmoko Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya sebagai oenikmat buku dan bacaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Awas Jebakan Simbol!

25 Januari 2016   12:28 Diperbarui: 25 Januari 2016   13:55 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini cara sederhana mengukur seberapa dihormati Anda di tempat kerja.  Coba amati, ketika keluar masuk gerbang kantor mengendarai kendaraan mobil dinas jabatan dan kemudian mendapat hormat penuh “salute” dari Satpam Penjaga Gerbang, bolehlah Anda merasa penting. 

Tapi ada baiknya kali lain, cobalah keluar masuk gerbang kantor berkendara mobil lain, mobil murah.  Jangan kaget, ada kemungkinan, Anda tidak lagi menerima hormat “salute” penuh seperti sebelumnya. 

Kurang yakin?  Cobalah salah seorang staf keluar masuk gerbang kantor naik mobil dinas jabatan Anda.  Dia akan menerima hormat sebagaimana yang biasa Anda terima.

Anda tentu tidak kaget dan pasti paham bahwa yang menerima penghormatan dalam contoh di atas adalah simbol-simbol jabatan yang melekat pada diri Anda.  Saat simbol tersebut lepas, lepas pula penghormatan yang biasa diterima.  Tidak usah sakit hati, seorang Presiden pun mengalami hal yang sama apabila tiba saatnya diganti. 

Simbol-simbol

Dunia ini memang penuh dengan simbol-simbol.  Cobalah suatu saat sempatkan  pergi ke tempat umum seperti Stasiun KA, Terminal Bus, Bandara, Kantor Pos, Pasar, Mall atau Rumah Makan (RM).  Amati apa yang ada di sana.  Di bawah ini contohnya.

Suatu pagi, RM “Soto Pak Man” jalan Pamularsih, Semarang, dipenuhi pelanggan.  Selain yang berpakain bebas, juga banyak pelanggan dari beberapa instansi pemerintah.  Yang terakhir ini dapat dikenali dari seragamnya yang kuat kesan militeristiknya, mulai topi, sepatu dan pakaian seragam dipenuhi simbol pangkat, nama, kesatuan dan lainnya. 

Seragam berkesan militeristik inipun melanda Perhutani.  Meski sudah sejak lama berseragam, tetapi baru belakangan ini salah satu seragam Perhutani beratribut dan bersimbol mirip dengan seragam TNI. 

Beberapa rekan juga tampak bangga memakainya dan mengabadikan dalam foto yang gagah perkasa untuk dipajang.  Seragam ini memang hanya dipakai oleh pejabat atau petugas Perhutani yang berkaitan erat dengan urusan teritorial kelola kawasan hutan.

Manfaat Simbol

Apa guna pakaian seragam dengan simbol-simbol yang menempel?  Tujuan baiknya adalah untuk menumbuhkan rasa bangga, menguatkan jiwa korsa, meningkatkan kedisiplinan, bertambahnya kepatuhan dan dijunjungnya etika kerja dan etika profesi.

Perhutani yang mengelola 2,4 juta hektar hutan negara di pulau Jawa, memerlukan garis komando yang jelas dan kepatuhan yang penuh dari aparanya.  Tanpa garis komando dan kepatuhan, akan sulit menjaga keutuhan dan kelestarian fungsi hutan dari ancaman maupun gangguan yang bisa datang kapan saja dan dari mana saja.

Bagi petugas yang kurang yakin diri, seragam, simbol dan atribut juga bermanfaat memberi tambahan bekal rasa percaya diri saat berhadapan, berurusan dan berkoordinasi dengan aparat berseragam yang ”asli”.

Jebakan Simbol

Tidak disangkal, seragam dan simbol-simbolnya memang bermanfaat.  Tetapi dibalik manfaatnya, pemakainya juga harus tangguh dan mumpuni sesuai dengan kegagahan yang ingin dicerminkan seragamnya.

Namun harus dipahami, seberapapun gagah seragam Anda, itu tidak bermanfaat ketika Anda dianggap tak lagi memadai untuk bisa mewadahi dan mewujudkan visi, misi, dan tujuan perusahaan.  Pada jaman cerdas seperti sekarang, ketangguhan dan kompetensi unggul karyawanlah yang ditunggu. 

Ketangguhan dan kompetensi unggul semakin penting ditengah betapa cepatnya semuanya berubah.  Kita hidup dan bergumul dengan perubahan terus-menerus silih berganti membayangi dari waktu ke waktu.  Suka tidak suka, kita semua harus siap berhadapan dengan masalah-masalah baru yang tidak bisa lagi dihadapi dengan cara-cara lama.

Bagi yang tangguh dan kompeten pasti tidak akan gagap berhadapan dengan perubahan.  Saat ini coba saja lihat kebingungan yang terjadi justru ketika mengalami kelimpahan produksi hasil hutan kayu maupun non kayu dan persediaan produk olahannya. Sama bingungnya saat mengalami kekurangan.  

Yang tangguh dan kompeten juga pasti tidak akan gagap ketika menghadapi kenyataan ada sebuah unit usaha hasil investasi yang semestinya menjadi mesin uang bagi perusahaan, tetapi, ironisnya, semakin dijalankan justru semakin merugi.

Tantangan

Di sinilah tantangan bagi para pejabat penyandang seragam yang penuh simbol.  Dia sekaligus harus mampu melaksanakan dua tugas.  Sebagai pemegang teritori dengan segala aspek sosial budayanya dan sebagai pelaksana bisnis yang harus meraih untung besar bagi perusahaan untuk kesejahteraan karyawan dan kemakmuran masyarakat.

Sebagai orang yang memegang teritorial kawasan hutan dengan segala aspek sosial budayanya, dia harus layak sebagai seorang komandan, jelas, tegas, berwibawa dan tampil di depan. 

Di lain sisi, sebagai pelaku bisnis, harus cerdas, luwes, kaya inovasi, penuh inisiatif, tajam intuisi dalam memanfaatkan peluang bisnis, sekaligus mumpuni melayani pelanggan, sehingga meraih banyak untung, serta memperoleh dukungan entitas untuk meraih kinerja unggul. 

Betapa besar harapan stakeholder terhadap Anda sebagai pejabat di Perhutani.  Sebagai bisnismen, harus luwes, fleksibel, murah hati, murah senyum, berpenampilan menarik dan tidak angkuh.  Sebaliknya, sebagai pemegang teritori, Anda tidak boleh kehilangan wibawa. 

Banyak simbol-simbol kekuasaan lain mulai dari pakaian seragam, mobil dinas, sepeda motor dinas, rumah dinas, hingga sekedar eblek papan nama. Semuanya bisa menjadi jebakan dalam menunaikan amanah utama yang Anda emban.  Amanah utama Anda adalah: memajukan perusahaan dan menyejahterakan karyawan.  Jangan terjebak!

Sekali lagi, seberapapun gagah seragamnya, tidak berguna ketika Anda dianggap tak lagi memadai untuk bisa mewadahi dan mewujudkan visi, misi, dan tujuan perusahaan.  Termasuk, jangan lupa, untuk juga mewadahi dan mewujudkan visi, misi, dan kemauan atasan.

Sarkoro Doso Budiatmoko.  Ditulis di Semarang, Desember 2015.

---

Foto: lanternpartners.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun