Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sandal Jepit, Peci dan Ketulusan Hati

5 Agustus 2024   17:18 Diperbarui: 5 Agustus 2024   17:27 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda dengan sandal jepit, kupluk dipakai di kepala. Maka, semurah apapun harganya, sejelek apapun modelnya, kupluk diposisikan di tempat yang mulia, terhormat dan selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya. 

Tetapi pada dasarnya sandal jepit dan kupluk hanyalah asesori. Dua benda ini hanya dipedulikan saat diperlukan saja. Di luar itu, sandal jepit terkapar di pelataran, sedangkan kupluk menjadi onggokan barang di gudangatau nyantol di cantelan topi. 

Namun di balik keremehannya, pada waktu-waktu tertentu, sandal jepit dan kupluk menjadi barang penting yang digunakan untuk membangun citra diri. Pada saat-saat seperti ini, tidak terlalu sulit melihat orang memakai dua benda itu di berbagai tempat. Sandal jepit dan kupluk membantu mereka dalam membangun citra seolah merakyat, seolah sederhana, seolah peduli orang kecil, seolah religius dan banyak seolah-olah lainnya. 

Di era maraknya medsos dengan daya jangkau menembus hingga dinding dapur, tidak sedikit orang dibuat terpesona pada citra yang dibangun dari mengenakan sandal jepit dan kupluk. 

Sebagian lainnya lebih melihat apapun yang dipakai orang, sandal jepit maupun sandal kulit, kupluk maupun sombrero, blangkon maupun helm tidak akan berpengaruh banyak pada karakter dan akhlak asli si Pemakai. Juga tidak banyak merubah daya pandangpemakainya yang pendek menjadi visioner. 

Banyak hal di sekeliling kita baik di jalan, di TV, di radio maupun di handphone yang mempesona mata. Begitu mempesonanya sehingga membuat yang semula tidak percaya menjadi percaya, yang awalnya tidak memiliki menjadi ingin memiliki, yang tidak punya ingin membeli. Sebuah pesona yang bisa membuat orang-orang lapar mata menjadi hilang hati. 

Di bulan kemerdekaan sekarang ini rasanya lebih indah dan adem membaca kiriman pesan tentang warga yang sibuk menyiapkan acara tujuh-belasan. Di sana ada kesan amat kental aura suka hati, rela, ikhlas, tulus, guyub, rukun dan tanpa pamrih. Apalagi tidak sedikit diberitakan warga merogoh saku untuk meramaikan acara. 

Anda yang setiap hari dikungkung kesibukan hingga lupa diri, ada baiknya setahun sekali, sekarang juga ambil sandal jepit dan kenakan kupluk, turun berbaur dengan sesama warga, ikut menebarkan ketulusan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun