Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Masih Mau Cawe-cawe?

4 Desember 2023   05:18 Diperbarui: 4 Desember 2023   06:13 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak SD mengadu kepada Ibundanya, telah menemukan sebungkus rokok di dalam tas kerja ayahnya. Anak ini mengadu karena merasa aneh, bagaimana mungkin ada rokok di dalam tas ayahnya, sedangkan setahunya dia tidak merokok dan juga melarang anak-anak merokok. 

Selama ini kedua orang tua si Anak mengajarkan pola hidup sehat, seperti antara lain jauh dari rokok. Anak-anaknya pun lalu tumbuh dan berkembang dengan kebiasaan hidup yang sehat. 

Sayangnya, ternyata si anak telah membuka tas kerja ayahnya itu tanpa setahu pemiliknya. Sebuah perilaku kurang etis. Seseorang tidaklah elok membuka-buka "properti" orang tuanya maupun orang lain tanpa ijin. Keberhasilan si orangtua membangun pola hidup sehat rupanya tidak diikuti dengan keberhasilan mengajarkan pola hidup beretika. 

Lepas dari mana asal-usul rokok di dalam tasnya, si Ayah merasa kecolongan. Diingatkan anaknya atas perbuatan yang kurang terpuji dan memintanya agar tidak mengulanginya. Tetapi, tidak seperti biasanya, kali ini si anak memprotes, karena ayah bundanya juga sering membuka-buka tas-nya. 

Kedua orangtuanya tidak mau kalah, mereka beralasan, memeriksa tas anak adalah sebuah wujud pengawasan. Setiap orang tua berkewajiban mengawasi anak-anaknya untuk memastikan agar mereka senantiasa berjalan pada rel yang benar. Juga untuk meminimalisir potensi terjadinya perilaku menyimpang. 

Dalam sebuah rumah tangga, Ayah atau Bunda adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas masa depan kehidupan anak-anaknya. Maka lumrah saja kalau Ayah sebagai kepala keluarga sesekali langsung mengawasi, mengendalikan dan kalau perlu menindak anaknya. 

Apalagi kini, di era yang serba longgar dan permisif, pengawasan yang ketat oleh orang tua kadang pun dirasakan belum cukup. Gempuran teknologi mutakhir telah membuka lebar-lebar semua pintu, jendela dan pagar rumah. Informasi dari manapun asalnya dan apapun jenisnya bisa keluar-masuk langsung dari dan ke kamar kecil sekalipun. 

Maka, sepanjang untuk kepentingan keluarga dan demi masa depan anak, seorang Ayah boleh cawe-cawe. Cawe-cawe akan selalu ada dan hanya akan berkurang dengan sendirinya ketika si Anak sudah semakin bisa dipercaya dan si Ayah juga semakin bisa percaya. Atau kedua pihak bisa saling bisa dipercaya. 

Beda lagi dengan urusan lingkup yang lebih besar dan luas, RT, RW, Kelurahan hingga kelola Negara. Pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan saling percaya. Di sini "ayah" tidak bisa melakukan sendiri dan tidak bisa lagi seenaknya. 

Ibarat penjual bakso. Saat masih berjualan keliling memakai gerobak dorong, bisa saja dia mengurus segala hal sendiri. Dari mulai belanja bahan, mengolah, menyajikan dan menerima pembayaran. Dia bisa menggunakan sumberdayanya semaunya. Otoritas sepenuhnya ada pada dirinya seorang. 

Ketika jualannya membesar dan berkembang tersebar di mana-mana, dia tidak mungkin lagi mengurusnya sendiri. Untuk menjalankan bisnisnya diperlukan organisasi yang terstruktur rapi dengan pembagian tugas pokok dan fungsi masing-masing secara jelas dan tidak tumpang tindih. 

Tidak sedikit bisnis yang ambruk karena campur-aduknya fungsi dan tumpang-tindihnya kewenangan. Apalagi ditambah dengan Bos yang suka cawe-cawe. 

Ada baiknya Kang Bakso, Kang Es Doger, Kang Martabak dan Pelaku Bisnis lainnya belajar dari Montesquieu, pemikir yang hidup pada abad 17. Pemikir ini dikenal atas konsepnya tentang pemisahan kekuasaan Negara menjadi tiga: eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep ini juga dianut Indonesia sebagai Negara demokrasi. 

Montesquieu memberi jalan bagaimana caranya mengelola kekuasaan sebuah Negara tidak berada di satu tangan. Sepertinya diterapkan juga di dunia usaha. Pemisahan itu akan menciptakan koordinasi dan pengawasan antar bagian yang berujung pada efektifitas, efesiensi dan optimalisasi penggunaan sumberdaya. 

Harapannya, dengan demikian, warga negaranya atau entitas usahanya menjadi lebih makmur dan sejahtera. Sayangnya harapan itu seringkali hanya tinggal harapan. 

Sisi negative sifat manusia sebagai individu maupu kelompok, seperti egois, ingin selalu dominan, serakah, tidak percaya orang dan suka cawe-cawe menjadi penyebab utama berubahnya harapan manis menjadi mimpi buruk. 

Suka cawe-cawe itu perilaku campur tangan sebagai perwujudan dari rasa tidak percaya bahwa system sudah berjalan baik dan benar. Atau, meski sistem sudah berjalan baik tetapi tidak percaya dan khawatir kepentingan pribadinya tidak akan diakomodasi system. 

Hati-hati, setelah Montesquieu membagi kekuasaan menjadi tiga, sekarang muncul kekuasaan ke-empat, yaitu pengawasan masyarakat. Kemajuan teknologi telah melahirkan perangkat yang disebut media sosial dengan penghuninya bernama netizen. 

Netizen mengawasi semua pihak dan segala hal di masyarakat lokal, regional, nasional dan global sampai ke sudut kamar. 

Netizen dengan berbagai medianya bisa jauh lebih teliti dari peneliti, jauh lebih galak dari yang paling galak dan bisa jauh lebih kuat dari yang paling kuat. Kalau Anda masih punya niat untuk aneh-aneh, Anda harus siap berhadapan dengan netizen. 

Begitupun kalau punya anak, hati-hati dengan tas kerja Anda. Kini, si Anak cukup membuka perangkat teknologi canggihnya untuk mengetahui isinya. Bukan hanya rokok, bahkan semua isinya bisa diketahuinya. 

Kemajuan jaman telah membawa banyak hal hadir lebih cepat, lebih canggih, lebih mencengangkan dari yang diduga. Tentu saja juga membawa banyak manfaat maupun mudharat, tergantung niat dan kemampuan Anda menggunakannya. 

Lalu, apakah sekarang Anda masih mau cawe-cawe?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun