Bulan Agustus adalah salah satu dari 12 bulan yang penuh dengan catatan sejarah. Bukan hanya untuk kita tetapi juga Negara-negara di belahan dunia lain.Â
Salah satunya adalah di bulan Agustus ini, 78 tahun yang lalu, Pasukan Sekutu menjatuhkan Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Kecamuk Perang Dunia (PD) II pun berakhir setelah Jepang menyerah kalah.Â
Kalau bagi Jepang Agustus meninggalkan kenangan pahit, tetapi bagi Indonesia, Agustus adalah bulan bersejarah yang manis untuk dikenang dan selalu dirayakan dengan meriah. Di bulan itulah Bung Karno menyatakan kemerdekaan Indonesia. Merdeka, lepas dari tekanan, kekangan, pemerasan dan kesewenang-wenangan penjajah.Â
Seusai PD II, Bung Karno (1901 -- 1970), Sang Proklamator, adalah salah satu tokoh besar yang dikenal luas di dunia. Tokoh lain yang juga dikenal dunia adalah Hirohito (HH), Kaisar Jepang (1926 -- 1989) dan Presiden AS ke 35, JF Kennedy (1917 -- 1963).Â
Tokoh-tokoh itu dikenal karena sangat fenomenal dan monumental. Kata-kata yang diucapkannya penuh makna dan menginspirasi dunia. Tindakannya bijaksana dan menjadi acuan pemimpin lainnya. Pemikirannya jauh ke masa depan melebihi batas angan-angan manusia biasa.Â
Seandainya tiga tokon dunia itu hari ini bertemu, kira-kira apa yang akan terjadi? Mari kita kenali siapa mereka bertiga itu.Â
Pertama, Hirohito, Kaisar Jepang (berkuasa 1926 -- 1989). Kaisar ini fenomenal karena ditengah penderitaan  dan kehancuran negaranya akibat kalah perang, dia berhasil memimpin dan mengembalikan semangat bangsanya dari keterpurukan yang amat dahsyat.Â
Kaisar hebat ini berhasil membimbing negeri matahari terbit itu meraih kejayaan hingga kembali maju seperti sekarang.Â
Hirohito adalah pemimpin yang tahu persis apa yang dibutuhkan negerinya dan tahu bagaimana cara mencapainya. Itu tercermin dari kata-kata yang pertama keluar dari mulutnya setelah hancur-lebur kalah perang: "Berapa jumlah guru yang tersisa?".Â
Kaisar yang dianggap keturunan Dewa Matahari ini paham, hanya Guru yang tersisa yang akan mendidik, membimbing, mengajar, mengarahkan, membentuk watak dan jiwa para anak-anak bangsa. Gurulah yang akan membuat bangsanya mampu mengejar ketertinggalan dan lalu bangkit lagi.Â
Dan, benar, Jepang bangkit kembali. Kemajuan Jepang yang kita saksikan saat ini menjadi bukti hebatnya peran Guru. Hirohito tidak salah dalam melihat masalah dan mencari solusinya.Â
Tokoh kedua, tidak kalah hebatnya adalah Presiden RI yang pertama, Bung Karno. Pidatonya tentang pemuda yang disampaikan di Semarang pada tanggal 29 Juli 1956, menjadi salah satu pidatonya yang monumental.Â
Kalimat yang diucapkannya dalam pidato itu adalah: "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia."Â
Bung Karno bukan hanya ngomong. Pada saat berkuasa beberapa menterinya adalah para pemuda. Sebut saja Supriyadi, diangkat menjadi menteri pada usia 22 dan Setiadi Reksoprodjo, menjadi menteri pada usia 25 tahun.Â
Sang Proklamator yang pernah "muda" tentu mengamati, Pemuda adalah pemilik masa depan. Pemudalah yang nanti pada saatnya akan menjadi pelaku dan pengendali utama maju mundurnya negeri.Â
Kaum muda memahami, masa depan mereka berdasarkan pada pencapaian hidupnya hari ini. Bagus pencapaian hari ini, akan bagus pula esok hari.Â
Peran Pemuda juga sering diasosiasikan sebagai pengawal hati nurani bangsa. Mereka ingin negerinya terus maju mencapai cita-cita bersama setara dengan bangsa lain. Kalau ada penghalang, akan mereka terjang.Â
Presiden ke-1 RI ini ingin Pemuda menjadi motor pembangunan bangsa, maju terus secara berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Sebagaimana disampaikan dalam pidato lain: "pantang mundur, hancur lebur bangkit kembali."Â
Tokoh ketiga, yaitu Presiden Amerika Serikat ke-35, John Fitzgerald (JF) Â Kennedy. Â Salah satu pidatonya yang fenomenal disampaikan pada 20 Januari 1961. Dia mengatakan: "Ask not what your country can do for you --- ask what you can do for your country", atau "jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu."Â
Itu sebuah rangkain kata-kata yang patriotis dan heroik. Kala itu, bisa jadi, Presiden Negeri Adidaya itu mengamati banyak orang-orang lebih memikirkan apa yang bisa dia dapat dari pekerjaannya dan apa yang bisa dia peroleh dari jabatan atau dari posisinya. Orang lebih memikir tentang kepentingan dirinya daripada kepentingan negaranya. Koruptor adalah salah satu contohnya.Â
Orang yang mengabdikan dirinya untuk Negara seharusnya adalah dia yang sudah benar-benar selesai memikirkan dirinya sendiri. Benar-benar selesai, bukan pura-pura selesai dan bukan pula sekedar untuk pencitraan.Â
Dengan orang-orang sejenis itu JF. Kennedy ingin negerinya melaju lebih cepat untuk menjadi negeri yang semakin kaya dan rakyatnya semakin sejahtera.Â
Hirohito, Bung Karno dan JF. Kennedy sudah lama meninggalkan kehidupan dunia yang fana ini.Â
Kembali ke pertanyaan di atas, apa yang kira-kira akan terjadi seandainya mereka hari ini bertemu lalu bersama-sama keliling dan melihat-lihat wilayah Indonesia? Apa kesan mereka?Â
Pertama, tentu kekaguman. Kesan yang sering terucap oleh orang asing ketika datang berkunjung ke Indonesia adalah alamnya yang indah, negerinya yang hijau, lautnya yang biru membentang, rakyatnya yang ramah, sumberdaya alamnya yang kaya, seni dan budayanya yang mempesona dan wilayahnya yang amat sangat sangat luas. Â Â
Kesan seperti itu di depan Bung Karno tentu kurang "nendang". Kesan tokoh tingkat dunia tentu berbeda dan tentu lebih dari kesan yang bersifat klise. Bung Karno pun, sebagai tokoh dunia, akan berkenan menerima apapun kesan dan pesan kawan-kawan istimewanya itu.Â
Dalam percakapan "andai-andai" ini dengan suara baritone Bung Karno menambahkan bahwa negerinya kini adalah salah satu produsen minyak goreng terbesar di dunia. Selain itu, tambang minyak bumi memang tidak sebesar dulu tetapi sekarang menjadi penambang nikel terbesar di dunia.Â
Pembangunan infrastruktur, lapangan udara dan komplek perumahan baru juga bermunculan dan bahkan rencana pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Kalimantan sudah dimulai.Â
Mereka berdua manggut-manggut, entah kagum, entah bingung. Serempak mereka lalu bertanya: "Dulu banyak Orangutan bergelantungan di pohon-pohon, kawanan Gajah menjelajah hutan, satwa liar berkejaran, burung-burung berbulu indah  dan bersuara merdu menghiasi rimba, tetapi kayaknya sekarang tidak sebanyak dulu lagi".Â
Dilanjut dengan: "Dulu hutan-hutan dengan pohon yang besar dan tinggi  berlapis-lapis tampak jelas dari udara, kayu-kayu gelondongan di hela kapal di laut dan diangkut truk besar di darat. Sekarang sudah jarang kelihatan lagi".Â
Lalu: "Dulu orang minum air dengan bebas dan tetap sehat. Sekarang orang minum dari kemasan gelas, botol dan gallon. Memangnya kemana air gunung mengalir?"Â
Mereka berdua bertanya lagi dengan kompak: "Berapa jumlah Rimbawan yang masih tersisa? Rimbawan yang sudah selesai dengan dirinya, Rimbawan asli yang muda dan mumpuni?". Belum sempat mendengar jawabannya, Hirohito dan JF. Kennedy keburu kembali ke alamnya.Â
Bung Karno pun belum sempat menjawab, Â sudah keburu menyusul dua rekannya itu.Â
Silahkan pembaca budiman saja yang menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H