Konon manusia itu makhluk sosial yang ditakdirkan tidak mampu hidup sendiri. Dia harus hidup berkelompok. Dongeng tentang Robinson Crusoe bisa menjadi contoh bahwa manusia memang harus hidup berkelompok.Â
Dari kelompok itu secara alamiah akan lahir salah satunya menjadi yang dituakan atau yang dinomorsatukan. Tidak semua orang berkesempatan menempati posisi pucuk, tetapi hampir pasti, semua orang pernah menjadi anggota, bawahan atau staf.Â
Tidak sedikit malah ada yang dalam posisi bawahan dan sekaligus menjadi pimpinan. Dalam dunia Kepolisian, seorang Kepala Kepolisian Sektor, dia seorang Kepala tetapi juga anak buah dari Kepala Kepolisian Resor. Posisi ganda seperti ini sangat mudah dicari contoh lainnya.Â
Pepatah "di atas langit masih ada langit" sangat pas untuk menggambarkan posisi atas-bawah ini. Pepatah ini dengan halus mengingatkan agar orang jangan sombong, tinggi hati, takabur atau merendahkan yang lain atas posisinya saat ini. Bahkan sebagai orang beragama, Pimpinan setinggi apapun di dunia ini diminta untuk ingat, di atas sana masih ada Tuhan yang Mahasegalanya.Â
Maka, meskipun dia seorang Kepala, Komandan, Pemimpin, Pimpinan, Ketua, Direktur atau Senior. Termasuk juga Walikota, Bupati Gubernur, Presiden, apalagi seorang Wakil Rakyat, dilarang sombong.Â
Potensi untuk sombong memang besar bagi orang-orang yang sedang berada di "atas". Potensi itu muncul dari banyak keistimewaan yang menyertai dan membersamai seseorang yang menempati posisi puncak.Â
Tanpa keistimewaan, seseorang tidak akan sampai ke puncak. Keistimewaan itu bisa datang dari sosok personalnya. Dia orang yang terpilih mungkin karena berwibawa dan kharismatik sehingga membuat orang-orang di sekelilingnya rela dipimpin, tatat dan patuh padanya.Â
Seseorang bisa menjadi pemimpin bisa saja karena memiliki keistimewaan dari faktor umurnya yang sudah banyak, dianggap matang, banyak pengalaman, bijaksana dan menyayangi sesama.Â
Lain orang bisa menduduki posisi puncak karena kompetensinya. Dengan kompetensinya dia dianggap akan mampu membawa kebaikan bagi bawahan dan institusi yang dipimpinnya.Â
Dulu, dalam cerita-cerita legenda, pemimpin dipilih karena kekuatannya, tubuhnya besar, ototnya kuat dan olah kanuragannya mumpuni. Orang taat dan patuh padanya karena takut.Â
Juga dulu dan sekarang di beberapa tempat masih terjadi, orang menduduki puncak karena faktor keturunannya. Terjadi di kerajan-kerajaan, suku-suku dan beberapa tempat lain. Cara ini tidak selalu jelek. Malahan, si keturunan sudah sejak kecil dilatih dan dididik sepanjang usia untuk menjadi pemimpin.Â
Bagaimanapun cara dan prosesnya, seorang pemimpin memang harus istimewa. Karena tugasnya lebih banyak dan lebih berat dari yang dipimpinnya. Dia akan menjadi orang pertama yang menghadapi dan nantinya menyelesaikan masalah. Untuk itu dia juga harus berani dan tidak takut dimaki sepanjang itu untuk keadilan dan kemaslahatan orang banyak.Â
Karena banyak diikuti orang, maka dia juga artikulatif mampu menyampaikan dan menerima ide, inovasi, kritik dan mencari solusi sehingga orang nyaman mengikuti arah dan gerak langkahnya.Â
Dibalik banyak persyaratan yang tidak ringan, seseorang yang ada di posisi puncak juga mendapat banyak privilege. Mulai dari gaji tinggi, tempat tinggal bagus, ke manapun pergi kendaraan tersedia dan keamanannya dijaga siang malam. Fasilitas istimewa yang tidak diterima oleh orang lain.Â
Oleh karena itu banyak orang ingin menjadi orang nomor satu di posisi puncak. Banyak orang sampai mimpi dan mengeluarkan uang banyak demi mewujudkan mimpinya.Â
Hanya ada satu posisi yang tidak semua orang mau, meskipun dilingkungannya dia ada di puncak. Â Padahal psosisinya sangat istimewa karena Presiden pun sebagai warga Negara ada dalam genggamannya. Dia itu adalah seorang Ketua RT.Â
Banyak orang tidak bersedia dijadikan Ketua RT dan sekalinya orang menjadi Ketua RT, biasanya terus-terusan didaulat di posisi itu karena tidak ada orang lain yang mau menggantikannya.Â
Menjadi seorang Ketua RT memang repot. Dia mengurus segala hal dari soal nafas tarikan pertama bayi yang baru lahir sampai dengan soal hembusan nafas terakhir warganya. Dia harus siap 24 jam menghadapi urusan pernikahan hingga pertengkaran rumah tangga.Â
Jangan kaget, dia juga mengurusi soal Posyandu, stunting hingga urusan Manula dan Lansia. Dia juga tidak boleh lengah atas kondisi warganya. Kalau ada warga mati kelaparan, Ketua RT yang lebih dulu dimintai keterangan.Â
Kadang-kadang saja dia dinomorsatukan, yaitu saat menyanyi di organ tunggal hajatan. Kadang menerima honor, tetapi lebih sering kerja suka rela. Kadang-kadang saja dipuji, tetapi lebih sering dimaki. Â Â
Dia yang memimpin membersihkan lingkungan dan dia juga yang menjaga keamanan lingkungan. Ibaratnya dia tidur paling malam dan bangun tidur paling awal.Â
Dia juga yang paling berani di antara yang lain. Dia yang paling depan berhadapan dengan orang yang merasa berharta dan lalu mau bertindak semaunya.Â
Sudah ada contoh Gubernur yang terpilih menjadi Presiden baik di negeri ini maupun di negeri seberang. Saatnya sekarang Pak RT diusung menjadi Presiden. Dia mungkin tidak begitu tahu keadaan warga negeri lain, tetapi dia yang paling tahu keadaan warganya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H