Hal bagus dalam kompetisi adalah semangat untuk menang dan sikap sportif para pelakunya. Baik itu kompetisi merebut suara rakyat saat Pemilu, maupun kompetisi main gaple atau lainnya.Â
Lebih lagi jika semangatnya diikuti dengan sikap sportif. Acapkali orang siap menang tetapi tidak siap kalah. Dalam hal ini kita bisa meneladani Tanya Streeter dan Dereck Redmon.Â
Nama Tanya Streeter memang tidak seterkenal bintang Korea ataupun penyanyi dunia sekelas Bruno Mars, bahkan nama itu pun mungkin belum pernah Anda baca sebelumnya.Â
Dia, Streeter, adalah juara dunia penyelam bebas (freediving) yang berhasil mewujudkan impiannya yaitu memecahkan rekor dunia menyelam. Perempuan tangguh ini menyelam hingga kedalaman 160 m pada tahun 2002 di dekat Kepulauan Turks dan Caicos.Â
Streeter sungguh hebat. Dia berhasil menyelam sampai sedalam itu padahal harus menahan nafas selama 3 menit 26 detik.
Paru-parunya mengecil hingga sebesar jeruk dan detak jantungnya melambat hingga hanya 15 detak per menit. Jauh di bawah detak jantung normal orang dewasa antara 50 - 100 detak per menit.Â
Prestasinya menyelam tidak mungkin tercapai kalau dia tidak memiliki kekuatan fisik dan ketangguhan mental yang prima. Streeter memiliki keduanya.Â
Ketangguhan mentalnya teruji ketika berhasil mengatasi rasa takut menghadapi kematian yang seakan sudah di pelupuk mata. Dia memiliki cara sendiri untuk mengatasi rasa takutnya yaitu dengan menyanyikan dalam hati lagu kebangsaan negaranya.Â
Menurut Streeter, kekuatan mentalnya lebih penting dari kekuatan fisiknya. Mental untuk terus maju mengalahkan batas kekuatan fisiknya.Â
Itulah faktor utama yang membuat perempuan ini mampu mewujudkan mimpi besarnya. Motonya cukup menarik, redefine your limits.Â
Ketangguhan serupa diperlihatkan oleh seorang pelari Olimpiade Barcelona 1992, Dereck Redmon.Â
Pelari legendaris ini tetap terus berusaha lari menyelesaikan lomba ketika hanya beberapa meter sebelum garis finish kakinya didera cidera sehingga terpincang-pincang.Â
Meskipun pada akhirnya harus merangkak dan berjalan di-'papah" oleh ayahnya, dia terus "berlari" hingga menyentuh garis finish.Â
Ketangguhan mental Redmon tidak membiarkannya menyerah dan menangis di pinggir lintasan meratapi kegagalannya meraih mimpi besarnya, dikalungi sekeping medali olimpiade.Â
Setidaknya, meski akhirnya kalah tetapi sudah didahului dengan usaha keras dan tak kenal menyerah.Â
Ketangguhan mental Redmon mendobrak batas kekuatan fisiknya untuk mencapai garis finish dengan rasa terhormat. Orang memberi sebutan pada tekadnya itu dengan kata-kata "never give up".Â
Dalam olahraga tinju bisa kita saksikan dengan lebih jelas lagi bagaimana seorang petinju mempertontonkan tekadnya untuk menang dengan terus ngotot bertanding meskipun sudah jatuh bangun dihujani bogem mentah lawan.Â
Si petinju tampak tidak mau menyerah kalah sebelum benar-benar terkapar di lantai kanvas. Seandainya menang, hadiah uang dalam jumlah besar sudah menunggu.Â
Dalam dunia olahraga, ukuran keberhasilan memang lebih jelas dan terukur, yaitu menang atau kalah.Â
Mimpinya juga jelas, menggondol piala kemenangan, dikalungi medali kejuaraan, menerima hadiah uang dan penghargaan sejenis lainnya. Penentuan kemenangan dan kekalahan ditentukan dalam rentang waktu tertentu dan kadang dibantu Wasit atau Refree sebagai pengadil.Â
Sedangkan pertandingan di kehidupan dunia yang lain, yaitu kehidupan sehari-hari, yang disebut keberhasilan dan kegagalan seringkali tidak terukur, samar dan sangat relatif. Keberhasilan acapkali dilihat dari seberapa jauh pencapaian mimpi besarnya.Â
Bagi businessman bisa dilihat dari seberapa besar pertumbuhan usahanya, laba usaha tahun ini dibanding tahun sebelumnya.Â
Untuk pegawai diukur dari seberapa tinggi karir, pangkat, jabatan, kesejahteraan dan berapa kekayaan yang sudah dihimpunnya. Bisa juga seberapa tinggi status sosialnya dan beragam ukuran kesuksesan maya lainnya.Â
Bagi seorang yang kebetulan menjadi pemimpin, keberhasilannya kerap kali diukur dari seberapa banyak janji-janji yang terwujud dan berapa yang gagal dilaksanakan.Â
Selain itu juga bisa diukur dari seberapa kangen orang yang pernah dipimpinnya terhadap dirinya. Atau sebaliknya, seberapa mudah orang melupakannya.
Ukuran keberhasilan yang lain bagi seorang pemimpin adalah suksesnya pengkaderan calon-calon pemimpin setelahnya. Pengkaderan itu penting untuk lebih menjamin keberlanjutan usaha mensejahterakan dan meraih kejayaan usaha atau organisasi yang dipimpinnya.Â
Pengaderan itu ibarat ayah yang berusaha sekeras mungkin mengangkat "anak-anaknya", paling tidak sama dengan orang tuanya, syukur bisa lebih baik. Dalam hal ini keberhasilan sering dikaitkan dengan berapa banyak anak dan kerabatnya yang berhasil menjadi "orang".Â
Sayangnya keberhasilan mengkader calon pemimpin ada yang memaknainya dengan mengkader dan memposisikan anak, istri atau orang-orang dekatnya untuk nantinya menjadi pemimpin juga. Itu hanya bagus untuk perusahaan keluarga tetapi kurang cocok untuk urusan bangsa dan negara.Â
Meski demikian ada pendapat, asalkan tidak menghalangi dan menutup kesempatan calon lain untuk maju, tidak ada yang keliru dengan pemaknaan secara leterlijk ini.Â
Apalagi jika orang-orang dekat ini adalah kader yang mumpuni seperti Streeter saat menyelam, seperti Redmon saat beradu lari dan seperti petinju yang tahan berbakupukul. Benarkah demikian? Hanya waktu yang akan menguji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H