Bagi businessman bisa dilihat dari seberapa besar pertumbuhan usahanya, laba usaha tahun ini dibanding tahun sebelumnya.Â
Untuk pegawai diukur dari seberapa tinggi karir, pangkat, jabatan, kesejahteraan dan berapa kekayaan yang sudah dihimpunnya. Bisa juga seberapa tinggi status sosialnya dan beragam ukuran kesuksesan maya lainnya.Â
Bagi seorang yang kebetulan menjadi pemimpin, keberhasilannya kerap kali diukur dari seberapa banyak janji-janji yang terwujud dan berapa yang gagal dilaksanakan.Â
Selain itu juga bisa diukur dari seberapa kangen orang yang pernah dipimpinnya terhadap dirinya. Atau sebaliknya, seberapa mudah orang melupakannya.
Ukuran keberhasilan yang lain bagi seorang pemimpin adalah suksesnya pengkaderan calon-calon pemimpin setelahnya. Pengkaderan itu penting untuk lebih menjamin keberlanjutan usaha mensejahterakan dan meraih kejayaan usaha atau organisasi yang dipimpinnya.Â
Pengaderan itu ibarat ayah yang berusaha sekeras mungkin mengangkat "anak-anaknya", paling tidak sama dengan orang tuanya, syukur bisa lebih baik. Dalam hal ini keberhasilan sering dikaitkan dengan berapa banyak anak dan kerabatnya yang berhasil menjadi "orang".Â
Sayangnya keberhasilan mengkader calon pemimpin ada yang memaknainya dengan mengkader dan memposisikan anak, istri atau orang-orang dekatnya untuk nantinya menjadi pemimpin juga. Itu hanya bagus untuk perusahaan keluarga tetapi kurang cocok untuk urusan bangsa dan negara.Â
Meski demikian ada pendapat, asalkan tidak menghalangi dan menutup kesempatan calon lain untuk maju, tidak ada yang keliru dengan pemaknaan secara leterlijk ini.Â
Apalagi jika orang-orang dekat ini adalah kader yang mumpuni seperti Streeter saat menyelam, seperti Redmon saat beradu lari dan seperti petinju yang tahan berbakupukul. Benarkah demikian? Hanya waktu yang akan menguji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H