Anda pasti paham bahwa sepandai apapun seseorang, sekharismatik apapun dia, berapapun pengikutnya, tidak akan pernah bisa menjadi raja di negeri manapun, kecuali dia membentuk kerajaannya sendiri. Begitulah di United Kingdom (UK).Â
Ketika Ratu Elizabeth meninggal beberapa waktu yang lalu, penggantinya sudah jelas dan sudah di tetapkan sejak lama. Si pengganti sudah disiapkan mulai usia dini untuk suatu hari nanti akan menjadi pemimpin sebuah kerajaan yang pernah besar dan disegani di seluruh dunia. Kebesarannya antara lain ditunjukkan oleh Negara jajahannya yang ada di mana-mana dan bahasanya dipakai sebagai bahasa internasional.Â
Sangat sering diberitakan, seorang calon raja sudah semenjak masa kanak-kanak manjalani "sekolah" calon raja, sekolahnya berlanjut terus hingga dewasa bahkan sepanjang masa hidupnya. Â Harapannya, ketika tiba saatnya dia naik tahta, dia menjadi raja yang mumpuni dalam segala hal, disegani, dihormati, tidak canggung dan mengundang kekaguman orang.Â
"Sekolah" itu harus dialami si calon karena tata-cara kehidupan, tata-krama, tata pergaulan dan tata-kehidupan seorang raja tentu beda dengan rakyat biasa. Hal yang sama terjadi di Jepang, Thailand dan beberapa Negara lainnya di dunia yang menganut sistem kerajaan. Tentu tidak berbeda dengan kesultanan-kesultanan di Indonesia.Â
Raja atau Ratu memang haruslah orang yang kuat dan mumpuni. Dialah Bapak atau Ibu dari seluruh bangsanya. Tidak beda dengan Presiden atau Pemimpin Negara. Dia pun harus orang yang kuat dan semua yang ada di dalam dirinya harus serba luar biasa.Â
Presiden itu adalah orang pilihan, terpilih dari jutaan atau bahkan mungkin ratusan juta penduduk negeri. Maka, dia memang harus luar biasa dalam segala hal termasuk perpolitikannya, otaknya, karismanya, mentalnya, diplomasinya, analisanya, cara bicaranya, kepemimpinannya, kepribadiannya dan hasrat kuatnya untuk mensejahterakan Negara dan bangsanya.Â
Sering diperdebatkan, apakah seorang pemimpin itu dilahirkan atau dicetak, jawabannya selalu menjadi bahan perdebatan lagi dan lagi. Dan sepertinya hingga kini tidak ada satupun sekolah formal untuk umum yang secara khusus bertujuan menggodog orang untuk dididik, diajar dan dicetak menjadi calon presiden atau calon pemimpin Negara. Sekolah calon presiden dan calon pemimpin negeri itu mengikuti sistem pendidikan yang ada ditambah pengembangan dan penempaan diri.Â
Banyak tempat untuk mengembangkan dan menempa diri agar menjadi insan kuat. Â Tempat itu bisa di mana saja, mulai dari lingkungan keluarga, Pramuka, Karangtaruna, OSIS hingga Ormas dan Parpol. Atau jabatan publik seperti ketua RT, RW, Kepala Desa dan lainnya. Sebuah "sekolah" informal yang tidak kalah hebat daya godognya.Â
Anda ingin jadi Presiden? Silahkan godog diri Anda di sana, siapa tahu keinginan itu bisa terwujud. Di Negara-negara yang menganut system politik demokrasi, jabatan Presiden bukan jabatan yang diperoleh berdasarkan keturunan, semua orang memiliki peluang yang sama. Dari yang namanya Badu, Ucok, Obet, Bejo hingga Pak Raden boleh memiliki cita-cita menjadi Presiden.Â
Siapa saja, asal dipilih rakyat dengan suara terbanyak, bisa menjadi Presiden. Hebatnya, satu suara dimiliki oleh satu orang, tidak membedakan orang kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, pintar maupun bodoh, semua memiliki satu suara saja. Dan, suara-suara itu nanti diperebutkan oleh calon-calon dengan asal-usul yang sangat bervariasi latar belakangnya.Â
Kalau membaca riwayat para presiden di dunia ini, latar belakang mereka sangat beragam dan menarik untuk ditelaah. Ada yang bergelar Professor, ada yang berlatar belakang militer, pengusaha dan tidak ketinggalan, ada yang pekerja seni.Â