Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bermain Kata "Reshuffle"

29 Juni 2022   16:47 Diperbarui: 29 Juni 2022   16:55 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata "reshuffle" berasal dari Bahasa Inggris. Kata ini biasa digunakan dalam pengertian perombakan atau perubahan susunan menteri sebuah kabinet. Kata ini belum terserap ke Bahasa Indonesia meskipun sudah sering dipakai saat percakapan santai maupun resmi. Bisa jadi suatu hari nanti kata reshuffle akan terserap juga sebagaimana banyak kata lain yang berasal dari bahasa yang sama. 

Kata reshuffle sering muncul menjelang dan sesudah perombakan kabinet sebagaimana telah dilakukan Presiden 15 Juni 2022 yang lalu. Kita saksikan dan rasakan, selama beberapa hari itu kata reshuffle berseliweran meramaikan jagad komunikasi di berbagai media massa, terutama ketika membahas masalah politik. 

Reshuffle sendiri selama delapan tahun pemerintahan Jokowi telah terjadi tujuh kali. Atau hampir terjadi setiap tahun. Di dua tahun sisa masa pemerintahannya pun tidak tertutup kemungkinan akan terjadi lagi. 

Sering melakukan perombakan sebenarnya rawan mengundang prasangka bahwa penempatan Menteri di kabinet hanyalah sekedar bagi-bagi kuweh politik, atau politik balas budi kepada para pendukungnya. Apalagi penyebab reshuffle juga jarang disampaikan secara terbuka. 

Pada umumnya reshuffle biasa terjadi karena beberapa sebab. Misalnya, karena Menteri berhalangan tetap, contohnya meninggal, sakit atau hal lain yang membuatnya tidak mampu melaksanakan amanat secara maksimal. 

Perombakan bisa juga karena ada anggota kabinet yang berurusan dan terlibat perkara hukum seperti korupsi misalnya. Dan, tidak kalah pentingnya, seorang Menteri bisa digeser atau bahkan dipecat karena kinerjanya tidak memenuhi harapan. 

Presiden memang dipilih rakyat dengan harapan memasang target tinggi untuk memajukan bangsa  dan negara. Targetnya memang harus tinggi dan harus mampu mencapainya. Konsekwensinya, pemerintah dan para Menterinya haruslah insan pilihan yang secara keseluruhan berkategori mumpuni. Kalau di antara mereka ada yang tidak bisa memenuhi harapan, memang sewajarnya diganti. Penggantinya pun idealnya orang yang lebih mumpuni lagi. 

Oleh karena itu saat reshuffle, memilih penggantinya pasti juga tidak sembarangan. Lebih-lebih lagi, jabatan Menteri merupakan jabatan politik. Artinya, seseorang mungkin tinggi pendidikannya, banyak pengalamannya, cakap kerjanya, luas jaringannya, mulia akhlaknya, taat menjalankan ajaran agama yang dianutnya dan mantap sikap nasionalismenya. Tetapi bila tidak memiliki manfaat secara politis, kecil kemungkinan dipilih menjadi Menteri. 

Simak apa yang dikatakan Presiden tentang Zulkifli Hasan (ZH), salah satu Menterinya yang baru. Dikatakannya, ZH memiliki pengalaman dan rekam jejak yang panjang di legislatif maupun eksekutif. Disamping sebagai Ketua MPR RI dia pun pernah menjadi Menteri di era pemerintahan sebelumnya. Oleh karena itu "akan sangat bagus untuk posisi Menteri Perdagangan". Menurut Presiden, urusan pangan memerlukan pengalaman lapangan. 

Kalau itu alasannya, bukankah ada segudang calon lain yang memiliki kriteria serupa. Tetapi kalau dia itu adalah juga seorang Ketua Umum Partai yang juga seorang Ketua Lembaga Tinggi Negara, maka itu memang hanya ada ZH dan secara politis nilainya tinggi. 

Melihat fenomena di atas, masih adakah harapan untuk Anda yang merasa mampu, kalau suatu hari nanti kalau ada reshuffle bisa masuk kabinet? Tidak ada yang tahu pasti. Namun yang namanya harapan, meskipun hanya secuil, tetap tidak boleh disepelekan. Harapan itu penting sebagai penyemangat hidup dan untuk tetap hidup. Apalagi otak masih punya, semangatnya masih berkobar, pendidikannya tinggi dan berpengalaman luas. 

Kesempatan diangkat sebagai Menteri tentu akan membahagiakan dan membanggakan, apalagi dengan kewenangan hebat. Gajinya pun tentu tinggi, ditambah dengan beraneka tunjangan dan sederetan panjang daftar fasilitas penuh kenyamanan. Bayangkan saja, Ketua MPR, yang tidak kurang terhormatnya, tidak kalah gede gajinya, tidak kurang besar tunjangannya dan tidak sembarangan fasilitasnya saja masih bersedia menjadi Menteri. 

Sayangnya peluang menjadi Menteri itu sangat kecil dan lebih memiliki makna keberuntungan. Artinya, selain sepenuhnya hak prerogatif Presiden, kalau hanya ada satu atau dua posisi tersedia untuk seribu kandidat mumpuni yang berpeluang sama untuk mengisinya, maka yang terpilih adalah orang pilihan yang benar-benar beruntung.   

Bagi yang sedang tidak beruntung, inilah saatnya mendalami makna dari kearifan lokal Jawa yang berbunyi: "Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa" atau "jangan merasa bisa, tetapi bisalah merasa", sebuah ungkapan berisi ajakan untuk introspeksi diri. 

Berkontribusi membangun negeri bisa melalui cara apa saja, tidak harus menjadi Menteri. Memberi kritik, menyampaikan pendapat dan nasehat pun sebuah bentuk kontribusi penting untuk menjaga agar tidak oleng. 

Siapapun Anda, harapan menjadi Menteri selalu ada. Kalau sudah beruntung, apapun bisa terjadi. Orang yang tidak bisa berdagang pun tidak tertutup peluangnya orang untuk menjadi Menteri Perdagangan. Harapan tetap ada di ujung sana, tunggu saja dengan sabar reshuffle berikutnya.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun