Dulu, hanya ada tiga Partai Politik (Parpol) yang ikut Pemilu dan hanya ada tiga warna yang menjadi simbol masing-masing, hijau, kuning dan merah. Kini pesertanya banyak dan simbolnya menjadi berwarna-warni.Â
Pada Pemilu yang akan segera datang, yang telah diumumkan tata waktu pelaksanaannya, dipastikan langit Indonesia akan penuh warna. Apalagi pada saat kampanye, bukan hanya langit, tempat-tempat umum juga akan beraneka warna seperti syair lagu anak-anak ciptaan Pak Kasur: "Balonku ada lima".Â
Pemilu dengan anggaran puluhan trilyun rupiah sudah di ambang pintu. Tahapannya dimulai bulan Juni ini dan akan berpuncak pada hari pencoblosan 14 Perbruari 2024. Tentu saja banyak lagi rangkaian acaranya sampai kelak ditetapkan Presiden RI terpilih. Pengumuman pelaksanaan Pemilu sudah diumumkan mudah-mudahan isu panas tentang penundaan dan perpanjangan masa jabatan Presiden tidak ada lagi.Â
Pesta demokrasi lima tahunan ini bagi rakyat Indonesia sudah menjadi semacam hajatan besar mirip hari raya. Suasana batinnya layaknya menunggu hari yang lama ditunggu-tunggu. Pada hari pencoblosan, pemilik suara seolah berkata: "inilah saatnya, bukan hanya menonton, tetapi ikut menentukan nasib dan menetapkan arah perjalanan meraih cita-cita bangsa".Â
Sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya, hari itu pun terasa istimewa. Silahkan saksikan, hampir tidak ada warga yang datang ke TPS berpakaian seadanya. Paling tidak mereka akan memakai baju terbaik. Mungkin baju baru, mungkin baju yang lama tersimpan di lemari atau baju pinjam teman baik dan setia.Â
Banyak cara memilih baju, yang penting enak dipakai dan pas di badan. Tidak kebesaran, tidak kekecilan dan tidak pula out of date. Baik pria maupun wanita di acara apa saja, akan merasa lebih percaya diri bila memakai baju yang modelnya up to date, padu-padan warnanya serasi, ukurannya sesuai dengan resam tubuh dan tidak mengurangi keleluasaan gerak.Â
Soal baju tidak perlu galau, masih tersedia cukup waktu untuk mempersiapkan diri memilih yang cocok. Hanya satu hal yang penting untuk diperhatikan, pada saat pencoblosan dilarang memakai baju atau atribut yang bisa ditafsirkan sebagai lambang atau simbol peserta pemilu, baik partai politik ataupun individu calon yang akan dipilih.Â
Bukan hanya pada hari pencoblosan saja, hari ini, berbulan-bulan sebelum hari pencoblosan, selain baju, atribut-atribut lain pun bisa mengundang segudang penafsiran. Penafsirannya bisa aneh-aneh yang kadang menghibur, kadang merepotkan dan seringkali menyebalkan.Â
Pasti belum hilang dari ingatan pada Pemilu beberapa periode yang dulu. Ada sebuah Provinsi yang hampir semua gedung perkantoran dan fasilitas umum diberi warna kuning sebagai simbol sebuah Parpol yang saat itu berkuasa. Bahkan kamar kecil di tempat umum pun tidak terlewat dari lumuran warna kuning. Kala itu sering disebut sebagai program kuningisasi.Â
Dulu tidak sulit untuk mengetahui lawan atau pesaing politik dari warna bajunya karena Pemilu hanya diikuti tiga pemain utama. Sekarang pun tidak berbeda. Ketika demokrasi berkembang dan Pemilu diikuti belasan Parpol, keadaan masih tidak berubah. Beda warna baju bisa membuat orang berbeda pandangan. Orang masih tetap tersandera simbol, bukan pada ideologi atau program kerja Parpol. Dalam istilah lain, orang masih lebih menaruh perhatian pada kulit daripada isi.Â
Meskipun demikian, simbol ada sisi baiknya juga, antara lain supaya pemakainya mudah dikenali, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab. Misalnya dari warna dan model pakaian, topi, potongan rambut, dan atribut lainnya, orang akan dengan mudah membedakan mana polisi, tentara, dokter, perawat, satpam, atau KORPRI.Â
Di sisi lain pemakaian simbol juga bisa dimanfaatkan untuk tujuan pencitraan. Citra militeristik misalnya, kuat, kompak, disiplin dan militan. Beberapa organisasi kemasyarakatan mengenakan pakaian seragam yang kesan militeristiknya sangat kuat, lengkap dengan atribut kepangkatannya.Â
Atau juga citra religius. Bisa dilihat dari terdakwa yang duduk di depan meja hijau mendadak muncul dengan atribut dan asesori keagamaan. Agaknya ingin dicitrakan sebagai orang yang taat menjalankan ajaran agama yang dianutnya.Â
Pada Pemilu mendatang, penggunaan simbol semacam ini diperkirakan masih akan terjadi. Akan muncul orang-orang yang mencari simpati dengan berperilaku tidak biasa dan mengenakan atribut seperti kopyah, sarung, baju koko, jilbab dan lainnya. Anekdotnya: itu tanda-tanda Pemilu sudah dekat.Â
Kita ini memang hidup akrab dengan simbol dan akan terus begitu selama si pengguna simbol memperoleh respon seperti apa yang dikehendakinya. Bagi yang akan sekedar mencoblos, pakai baju warna apapun tidak menjadi masalah. Tetapi bagi yang akan dipilih, pintar-pintarlah memilih warna baju.Â
Bagi yang sudah punya warna boleh juga melirik kanan-kiri untuk  pindah warna. Jaman sekarang, asalkan bahagia, bukan tabu dan tidak perlu malu untuk menjadi bunglon, gonta-ganti-pindah warna. Baginya, bahagia diri itu lebih penting dan mengalahkan segalanya, egois namanya.Â
Semoga nanti ketika orang semakin pintar, semakin bijak dan bangsa bertambah matang, simbol-simbol yang hanya melambangkan kulitnya saja, ditanggalkan dan lalu ditinggalkan. Saat itu orang beralih pandang dari kulit ke isi.Â
Misalnya, persaingan antar Parpol didasarkan pada keunggulan program kerjanya. Menilai kompetensi dan kepemimpinan seorang calon didasarkan pada rekam jejak, prestasi, intelektualitas, kematangan emosi dan keluasan jaringannya. Memilih ideologi didasarkan pada seberapa jauh dan serius sebuah partai dalam mensejahterakan bangsa dan negara.Â
Selagi itu belum terjadi, bolehlah sekarang bersiap-siap memilih baju dan atribut yang paling pas untuk berpartisipasi dalam pemilu nanti untuk menjadi Caleg, Capres, Cagub, Cabup atau wakil-wakilnya. Apabila terpilih bukan saja enak dan nyaman tetapi juga membanggakan.Â
Apalagi jika terpilih menjadi ketua Lembaga tertinggi negara, akan lebih terhormat dan membanggakan. Meskipun ada yang "diturunkan" menjadi menteri tetapi malah tampak lebih berbahagia. Semua pada akhirnya memang kembali ke pribadi msaing-masing.Â
Mari bersama-sama kita sambut datangnya pesta rakyat. Salah satu jalan untuk menuju bangsa yang lebih kuat dan jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H