Di sisi lain pemakaian simbol juga bisa dimanfaatkan untuk tujuan pencitraan. Citra militeristik misalnya, kuat, kompak, disiplin dan militan. Beberapa organisasi kemasyarakatan mengenakan pakaian seragam yang kesan militeristiknya sangat kuat, lengkap dengan atribut kepangkatannya.Â
Atau juga citra religius. Bisa dilihat dari terdakwa yang duduk di depan meja hijau mendadak muncul dengan atribut dan asesori keagamaan. Agaknya ingin dicitrakan sebagai orang yang taat menjalankan ajaran agama yang dianutnya.Â
Pada Pemilu mendatang, penggunaan simbol semacam ini diperkirakan masih akan terjadi. Akan muncul orang-orang yang mencari simpati dengan berperilaku tidak biasa dan mengenakan atribut seperti kopyah, sarung, baju koko, jilbab dan lainnya. Anekdotnya: itu tanda-tanda Pemilu sudah dekat.Â
Kita ini memang hidup akrab dengan simbol dan akan terus begitu selama si pengguna simbol memperoleh respon seperti apa yang dikehendakinya. Bagi yang akan sekedar mencoblos, pakai baju warna apapun tidak menjadi masalah. Tetapi bagi yang akan dipilih, pintar-pintarlah memilih warna baju.Â
Bagi yang sudah punya warna boleh juga melirik kanan-kiri untuk  pindah warna. Jaman sekarang, asalkan bahagia, bukan tabu dan tidak perlu malu untuk menjadi bunglon, gonta-ganti-pindah warna. Baginya, bahagia diri itu lebih penting dan mengalahkan segalanya, egois namanya.Â
Semoga nanti ketika orang semakin pintar, semakin bijak dan bangsa bertambah matang, simbol-simbol yang hanya melambangkan kulitnya saja, ditanggalkan dan lalu ditinggalkan. Saat itu orang beralih pandang dari kulit ke isi.Â
Misalnya, persaingan antar Parpol didasarkan pada keunggulan program kerjanya. Menilai kompetensi dan kepemimpinan seorang calon didasarkan pada rekam jejak, prestasi, intelektualitas, kematangan emosi dan keluasan jaringannya. Memilih ideologi didasarkan pada seberapa jauh dan serius sebuah partai dalam mensejahterakan bangsa dan negara.Â
Selagi itu belum terjadi, bolehlah sekarang bersiap-siap memilih baju dan atribut yang paling pas untuk berpartisipasi dalam pemilu nanti untuk menjadi Caleg, Capres, Cagub, Cabup atau wakil-wakilnya. Apabila terpilih bukan saja enak dan nyaman tetapi juga membanggakan.Â
Apalagi jika terpilih menjadi ketua Lembaga tertinggi negara, akan lebih terhormat dan membanggakan. Meskipun ada yang "diturunkan" menjadi menteri tetapi malah tampak lebih berbahagia. Semua pada akhirnya memang kembali ke pribadi msaing-masing.Â
Mari bersama-sama kita sambut datangnya pesta rakyat. Salah satu jalan untuk menuju bangsa yang lebih kuat dan jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H