Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu Itu Hanya Mencoblos, Haruskah Pusing?

30 Maret 2022   21:06 Diperbarui: 30 Maret 2022   21:11 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu tahun 2024 masih jauh, tetapi kehangatannya sudah mulai terasa. Dan, meskipun sudah diselenggarakan beberapa kali, tetapi masih ada yang memandang pesta rakyat lima tahunan sebagai tidak lebih "hanya" sekedar memegang paku dan mencoblos kartu suara. Tidak lebih dari itu. Jadi, kenapa harus pusing? 

Di dunia ini memang banyak peristiwa besar dan penting yang beritanya didahului dengan kata: "hanya". Misalnya, "hanya" dengan memencet tombol, maka jatuhlah bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Bom atom yang kemudian mengakhiri Perang Dunia II. Bagi kita ini lebih fenomenal: Bung Karno "hanya" dengan membaca teks proklamasi berisi 38 kata, merdekalah Republik Indonesia dari penjajahan asing selama ratusan tahun. 

Tentu saja "hanya" dalam hal ini bukanlah kata kunci yang membuat sesuatu yang terjadi harus terjadi. "Hanya" di sini adalah aksi dari sebuah keputusan. Aksi berupa memencet tombol bom atom, aksi mengucapkan proklamasi 38 kata. Disebut "hanya" karena aksi tersebut sangat kecil dibandingkan efek yang ditimbulkan setelahnya. 

Bandingkan aksi memencet tombol bom atom dengan kerusakan yang ditimbulkannya atau kedamaian setelah perang berhenti. Juga bandingkan pengucapan proklamasi dengan akibat yang ditimbulkannya berupa lahirnya sebuah Negara besar bernama Republik Indonesia. 

Sebelum muncul kata "hanya" tentu telah didahului dengan sederetan panjang dan melelahkan mulai dari mimpi, pemikiran, rencana, penelitian, pengembangan, pertimbangan, perdebatan dan perjuangan tiada henti. Rangkaian itu diakhiri dengan sebuah keputusan matang yang kemudian menjadi catatan sejarah penting dalam kehidupan. 

Dalam cerita lain, seorang laki-laki muslim, setelah syarat rukun lainnya terpenuhi, "hanya" dengan mengucapkan ijab qobul yang memakan waktu tidak lebih dari dua menit "mengakibatkan" wanita pilihannya seketika sah dan resmi menjadi istrinya. Atau sebaliknya si wanita dengan ijab qobul, sah dan resmi menjadi istri seorang lelaki. 

Meskipun terlihat mudah, ringkas dan cepat, tetapi lihatlah di belakang ucapan itu. Di belakang itu terlibat banyak orang yang ikut berpikir, meneliti, mengobservasi, melakukan survey, memberi masukan, pertimbangan lalu mendanai untuk sampai pada kata akhir: "hanya" dua menit mengucapkan ijab qobul. 

Dan, walaupun hanya dua menit, si suami seketika berubah status menjadi nakhoda sebuah bahtera keluarga dengan tanggangjawab besar terhadap kehidupan barunya sekarang dan di masa depan. Urusan nafkah, rumah, pendidikan dan masa depan anak-anaknya dan keturunannya langsung hadir di depan mata. 

Tentu saja tidak semua analisa dan perhitungan yang panjang dari sebuah mimpi dan rencana selalu berakhir dengan keputusan yang manis dan dicatat sejarah dengan tinta emas. Banyak yang berakhir dengan kegagalan dan menjadi bahan cemoohan. 

Tidak sedikit kisah pilu tentang sepasang manusia yang berniat membangun bahtera rumah tangga tetapi hancur di tengah jalan. Padahal persiapan matang, biaya besar dan pelaksanaannya yang meriah sudah kadung viral. 

Bagi sebagaian orang, kata "hanya" ternyata juga sebuah kata yang ampuh untuk merayu. Satu kata ini memiliki daya sugesti kuat untuk mengubah sesuatu yang berat menjadi terasa ringan. Begitu ampuhnya hingga ada yang memanfaatkannya untuk merayu orang melakukan transaksi bisnis. 

Rayuan seperti itu mudah ditemui di papan iklan di pinggir-pinggir jalan. Misalnya "Anda butuh uang? Serahkan agunan Anda. Hanya perlu10 menit uang pinjaman langsung cair tanpa survey". 

Memang "hanya" perlu 10 menit untuk membaca persyaratan, memahami, menyetujui, menandatangani transaksi, lalu semuanya beres. Tetapi jika tanpa perhitungan yang matang, efeknya bisa mendatangkan derita berkepanjangan. Derita karena harus membayar angsuran dengan bunga tinggi. Terlambat atau ngemplang angsuran? Bisa bikin tambah pusing kepala karena harus membayar denda atau urusan perdata lainnya. 

Si perayu sungguh jeli melihat peluang. Di tengah kesulitan dan rumitnya segala urusan, datang tawaran menggiurkan dengan urusan yang tampak mudah dan mulus. Kalaupun harus membaca syarat dan ketentuan, orang cenderung enggan dan percaya begitu saja. 

Oleh karena itu sering muncul pesan layanan masyarakat agar orang hati-hati dan waspada dalam setiap membuat keputusan. Bahkan untuk urusan sekecil memakai helm, bayar pajak, atau minum pil kontrasepsi. Kelengahan bisa menimbulkan penyesalan berkepanjangan di belakang hari. 

Tentu saja masih banyak lagi "hanya-hanya" lain yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seseorang, keluarga, lingkungan, bahkan terhadap bangsa dan Negara. Pemilu misalnya. 

Seperti disebut di awal tulisan, sebagian orang memandang pesta rakyat lima tahunan ini "hanya" sekedar mencoblos kartu suara, yaitu kertas bergambar dan bertuliskan nama calon yang dipilih. Peristiwa puncak sebuah Pemilu di Indonesia memang pemberian suara oleh pemegang hak pilih dengan cara mencoblos. Tetapi di belakangnya ada serangkaian panjang kegiatan yang melibatkan banyak pihak dan dengan Anggaran Negara yang tidak sedikit. 

Memang hanya mencoblos, tetapi hasil pencoblosan itulah yang akan menetapkan siapa pemenang, siapa pecundang, siapa terpilih dan siapa tersisih. Dan, jangan lupa, di pundak pemenang dan yang terpilih inilah mimpi dan harapan bangsa disandarkan. 

Mimpi bersama bangsa ini adalah negara semakin maju, makmur dan sejahtera. Mimpi inilah yang diharapkan akan mampu diwujudkan menjadi nyata oleh para calon presiden, calon gubernur, calon wakilota, calon bupat dan calon legislative. Mereka itu menjadi tumpuan para pemilik suara untuk membawa kemajuan bagi negara ini. 

Maka, penting sekali untuk dimengerti bahwa meskipun "hanya" mencoblos tetapi bermakna memilih orang-orang terpilih. Orang-orang terpilih yang akan membuat keputusan-keutusan penting  menyangkut hajat hidup masyarakat dari sembako, minyak goreng, rumah, sandang hingga obat-obatan. Bukan orang-orang terpilih yang berperilaku egois, menutup mata terhadap maraknya penyakit masyarakat dan apalagi bermental korup. 

Meskipun memang "hanya nyoblos", berhati-hatilah. Apakah coblosan Anda sesuai pilihan hati atau hanya sekedar main-main, tetap akan ikut menjadi penentu nasib bangsa dan Negara, paling tidak lima tahun berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun