Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menunda Pemilu, Mengapa Tidak?

21 Maret 2022   08:09 Diperbarui: 21 Maret 2022   08:14 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Belakangan in hangat diberitakan tentang wacana ditundanya Pemilu 2024. Wacana itupun lalu menjadi bahan perbincangan hangat dari teras Istana hingga warung kopi dan bangku-bangku angkringan. Penggemar obrolan politik memperoleh tambahan bahan panas untuk digoreng. 

Dari wacana yang semakin hari semakin menjadi panas ini membawa ingatan pada salah satu nasehat orang tua yang terngiang-ngiang hingga kini. Nasehatnya sederhana saja, yaitu jangan suka menunda-nunda pekerjaan. Apalagi pekerjaan besar. sedangkan pekerjaan sepele seperti menyapu lantai rumah pun diminta untuk tidak ditunda-tunda. 

Ternyata tidak hanya orang tua kita, Benjamin Franklin (1790), seorang tokoh Amerika Serikat yang sangat dihormati dan telah meninggalkan banyak karya di masa hidupnya juga berpesan: "jangan menunda-nunda pekerjaan yang kamu bisa lakukan hari ini". Nasehat seperti itu ternyata benar adanya. 

Bagi yang sekarang sudah menjadi orang tua bisa mengenang kembali masa kanak-kanaknya dengan mengamati perilaku anak-anaknya. Salah satu kesukaan anak-anak adalah menunda-nunda mengerjakan PR dan lebih memilih bermain. 

Begitulah memang yang sering terjadi. Dunia anak-anak adalah dunia bermain, dunia penuh mimpi, dunia dengan jangkaun pikiran pendek, dunia yang tidak banyak pertimbangan, dunia yang belum bisa sepenuhnya bertanggungjawab, dunia yang belum mampu mengatur waktu, dunia yang mau menangnya sendiri dan dunia ego tinggi. 

Dengan dunia yang seperti itu, sebenarnya pemberian PR oleh Guru bisa membantu murid untuk belajar mengatur waktu dan belajar bertanggung jawab menuntaskan kewajiban sebagai murid atau pelajar. Sebuah bekal hidup yang sangat berharga agar kelak ketika sudah bekerja akan selalu menuntaskan tugas dengan baik dan tepat waktu. 

Dalam kehidupan yang semakin hari semakin ketat ini, keahlian mengatur waktu akan sangat diperlukan saat dewasa. Saat dia sibuk sekali dengan pekerjaan, dia segera harus bisa mulai mampu membedakan mana yang sangat penting, bagian mana yang kurang penting dan apa yang tidak penting serta mana sampah. 

Dalam kata lain, dia harus mampu membuat skala prioritas. Apalagi kalau dihadapkan dengan keterbatasan waktu dan sumberdaya, kebiasaan menunda pekerjaan sama artinya dengan pemborosan. Sebuah kemubadziran yang sia-sia. 

Lebih ketat lagi, sebagai contoh, ada dalam pekerjaan kosntruksi. Pelaksana pekerjaan memiliki waktu kerja dan sumberdaya yang sangat terbatas. Jika ingin pekerjaan lancar dan mendapat untung besar, mereka harus memiliki skala prioritas yang tertuang dalam perencanaan dan pelaksanaan dengan jadwal super padat.

Jadwal padat tersebut dikenal sebagai "kurva S" yang salah satu manfaatnya adalah menjadi alat bantu analisa untuk mengetahui progres pekerjaan. Apabila tidak taat dan menyipang dari "kurva S", proyek bisa "ambyar". 

Begitu pentingnya menentukan skala prioritas dan berhenti menunda-nunda pekerjaan, Brian Tracy (Amerika Serikat, 2007) menulis cara mengatur waktu dengan teknik eat that frog  dalam buku berjudul "Eat That Frog! 21 Great Ways to Stop Procrastinating and Get More Done in Less Time". Juga Dwight Eisenhower (Presiden AS tahun 1961) telah menulis teknik manajemen waktu dalam empat kategori: "penting" dan "mendesak" yang disebut juga "Eisenhower Decision Matrix". 

Di dunia saat ini tersedia melimpah ruah referensi bagaimana mengelola sebuah kegiatan. Mulai dari yang sederhana, POAC (Planning, Organizing, Actuating and Controlling) hingga yang modern dan canggih. Pada intinya, sebuah kegiatan sebaiknya dimulai dari merencanakan, mengatur, melaksanakan dan mengevaluasi.

Hasil evaluasi bisa saja berupa saran atau keharusan untuk menunda pekerjaan. Di jaman serba "online" sekarang ini, penundaan atau pengulangan sebuah pekerjaan merupakan indikasi kuat adanya ketidak-beresan pada aspek tata-kelolanya. 

Semakin terkesan tidak beres bila dibandingkan dengan bisnis "kecil-kecilan" yang sudah menyediakan perangkat lunak bagi konsumen untuk memperoleh pelayanan prima.

Teknologi memang sudah sangat membantu kesuksesan perjalanan bisnis besar maupun kecil. Mereka memaknai keterlambatan dan penundaan pekerjaan berarti pemborosan sumberdaya dan tambahan biaya yang secara proporsional tidak sedikit. 

Ditambah lagi, sekarang bukan hal aneh lagi kalau terdapat banyak usaha-usaha kecil, tukang bakso, sayur, warung kecil penyedia kebutuhan sehari-hari, sudah lama meninggalkan tata kelola lama dan berhijrah ke metoda modern.

Mereka menyediakan alat bayar digital yang memungkinkan pembayaran langsung masuk ke rekening bank. Mereka tidak mau ambil risiko keamanan dan ambil kesempatan pertama untuk mengembangkan uang hasil bisnisnya langsung ke bank. 

Di luar kecangghan teknologi di atas, banyak kearifan lokal yang mengajari hidup teratur, tertib dan bertata-waktu. Dalam urusan tanaman misalnya, sudah tertata kapan menanam, kapan menyiangi, kapan memupuk, kapan memelihara dan kapan waktunya memanen. Meskipun cuaca dan musim sudah tidak seteratur dulu, tetapi masih bisa dijadikan pegangan. Penundaan dan keterlambatan dalam melakukan kegiatan bisa berakibat buruk. 

Demikian juga dalam memanen hasil tanaman. Menunda memanen tidak selalu berarti memperbanyak hasil hasil panenan, salah-salah malah menghasilkan kerugian dan kerusakan. 

Pemilu memang tidak ada musimnya, tetapi ritual pesta rakyat ini bukanlah barang baru dan di negeri ini telah berulang kali diselenggarakan setiap lima tahun. Banyak orang pilihan dan terpilih yang mengurusnya. Orang-orangnya bahkan dipilih secara berjenjang melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat. Kedudukannya pun istimewa dengan kewenangan yang juga istimewa. 

Demikianpun pihak pemerintahan, adalah orang-orang pilihan yang terpilih karena latarbelakangnya, pendidikannya, pengalamannya, visi-misinya dan tingkat pengabdiannya kepada rakyat tentu tidak diragukan lagi. Penyelenggaraan Pemilu pasti juga melibatkan teknologi canggih jauh melebihi teknologi yang digunakan bisnis kecil-kecilan dan warung angkringa seperti dicontohkan di aras. 

Maka sebenarnya tidk ada alasan yang  bisa membenarkan Pemilu harus ditunda dan lalu masa jabatan Presiden diperpanjang. Tidak juga alasan karena pandemi covid 19 dengan varian-variannya. Apalagi bangsa ini, katanya, telah diakui dunia berhasil melewati masa kritis serangan pandemi tersebut.     

Para pengurus negara ini tentu bukan lagi anak-anak yang masih asik dengan dunianya sendiri, dunia yang mau menangnya sendiri dan dunia dengan ego tinggi. Dunia anak-anak yang masih suka menunda-nunda mengerjakan PR. 

Maka tidak bijak untuk menunda Pemilu, kecuali kita ini memang sekelompok orang dengan umur yang sudah banyak tetapi perilaku seperti anak-anak. Kalau memang seperti itu dan lalu ingin menunda Pemilu, mengapa tidak? Mari terlebih dahulu ganti baju kebesaran dengan baju anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun