Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Legacy Pak Ketua RT

8 Maret 2021   22:11 Diperbarui: 8 Maret 2021   22:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka kemudian terciptalah citra sebagai pihak yang tampak polos, tulus, ikhlas, bijaksana, merakyat, pintar dan seabreg citra positif lainnya. Atau di sisi sebaliknya, terbangun persepsi sebagai pihak yang tampak jahat, kriminal, kasar, keras, radikal dan sekarung citra negatif lainnya. 

Pencitraan tidak selalu jelek. Citra juga tentu saja diperlukan. Iklan dan promosi adalah juga upaya membuat citra bagus sebuah produk sebagai salah satu strategi pemasaran. Pencitraan yang canggih atas sebuah produk bisa membuat pelanggan sangat loyal. 

Pencitraan lebih cenderung pada upaya mewujudkan keinginan seseorang untuk diakui, dipandang dan dipersepsikan sesuai dengan citra yang dibangunnya. Tentu saja di dunia yang fana ini tidak ada yang sempurna. 

Banyak kejadian yang pada akhirnya membuat orang berkesimpulan bahwa pencitraan itu sifatnya sangat sementara. Apalagi di jaman teknologi super canggih seperti sekarang. "Kamera" bukan hanya dimiliki wartawan. Hampir semua orang sekarang punya "kamera" dan "koran". Maka tidak ada lagi yang bisa disembunyikan dengan "primpen". 

Apalagi, di sisi lain, masyarakat sasaran pencitraan dari waktu ke waktu pun semakin cerdas. Semakin cerdas dalam melihat dan mencerna sesuatu. Bisa saja terjadi, maksud hati membangun citra baik, citra negatiflah yang didapat. 

Sebenarnya tanpa berbuat apapun, setiap individu memiliki citranya masing-masing. Citranya terbangun dari kesan dan kenangan yang diingat orang lain atas apa yang ditinggalkannya. 

Bicara tentang kesan dan kenangan, jadi teringat pada Pak Ketua RT di sebuah pemukiman. Pak Ketua RT ini dipilih hingga berulang kali setiap lima tahun. Itu terjadi karena masyarakat yang dipimpinnya memilihnya lagi, lagi dan lagi setelah merasakan langsung hasil kerjanya. Dia tidak tampak repot membangun, membuat dan memanipulasi citranya. Kerja nyatanya yang menyentuh hati telah menjadi citra positifnya di mata masyarakat. 

Sayangnya dia hanya Ketua RT, prestasi, kinerja dan torehan nyata hasil kerjanya terlalu mewah untuk disebut sebagai legacy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun