Nurlif diberhentikan sementara sejak 20 Oktober 2010 melalui Surat Keputusan Ketua BPK Nomor 12/K/I-XIII.2/10/2010 yang ditandatangani Ketua BPK, Hadi Purnomo.
Nurlif menjadi tersangka karena menerima Rp550 juta usai pemilihan itu. Saatitu Nurlif duduk sebagai anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Partai Golkar.
KPK menyangkakan para mantan anggota DPR itu melanggar ketentuan mengenai penyuapan yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UUPemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Para politisi Golkar di DPP tentu sudah berpikir dua kali untuk mendukung TMNurlif dengan track record seperti itu. Jika ini benar, maka mengulur waktu adalah strategi yang telah dipilih Golkar untuk menghentikanambisi politik TM Nurlif, kendati di sisi lain, Golkar kehilangan momentumuntuk berperan lebih dalam Pilgub Aceh.
Benarkah Golkar telah 'mati suri' di Pilgub Aceh? Dengan pengalaman yang sedemikian panjang dalam perpolitikan di Tanah Air, Golkar selalu punya seribusatu strategi. Golkar sudah memilih menjadi bagian dari koalisi partai pendukung pemerintah. Maka manuver politik Golkar di Aceh tentu akan berkiblat' kepada kepentingan jangka panjang Pemerintah di Aceh. Maka Golkarakan memberikan dukungannya kepada pemimpin Aceh yang dinilai mampu membawaAceh ke depan semakin sejahtera dan tetap dalam bingkai NKRI.[*]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H