Mohon tunggu...
Sarjito Ir
Sarjito Ir Mohon Tunggu... -

volunteer NGO

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golkar Sudah 'Mati Suri' di Pilgub Aceh

25 Agustus 2016   13:44 Diperbarui: 25 Agustus 2016   14:01 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan tanggal pencoblosan Pilkada serentak yaitu 15 Februari 2017. Provinsi Aceh menjadi peserta terbesar Pilkada serentak 2017 dengan 20 kabupaten/kota dan pemilihan gubernur (pilgub). Terkait Pilgub, semua parti politik, baik partai lokal (parlok) maupun partai nasional (parnas) di Aceh sudah menentukan sikap politiknya, kecuali partai Golkar. 

Golkar adalah parnas terbesar di Aceh pada Pemilug legislatif 2014 lalu berhasil menempatkan 9 kadernya di DPR Aceh. Jumlah itu memang masih jauh di bawah Partai Aceh dengan 29 kursidari 81 kursi DPRA. Kendati demikian, posisi Golkar sesungguhnya cukup strategis untuk mempengaruhi arah dukungan politik parnas-parnas lainnya. Namun, akibat konflik internal yang berkepanjangan di tubuh Golkar menyebabkan Golkar terpaksa harus menjadi 'pengikut' arus dukungan yang dimainkan partailain. Golkar tidak mungkin lagi mengusung kandidat baru karena jumlah kursi minimal untuk satu kandidat adalah 13 kursi.  

Kondisi ini menyebabkan Golkar hanya punya dua pilihan : mendukung salahsatu paket yang sudah ada, atau tidak punya calon sama sekali, sama seperti pada Pilgub Aceh tahun 2012 yang lalu.

Dengan demikian, Pilgub Aceh kali ini seakan telah meninggalkan Golkar.Tanpa Golkar telah 'lahir' 3 (tiga) pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur Aceh yaitu :   

1) Muzakir Manaf -TA Khalid yang didukung dari Partai Aceh (29 kursi), Gerindra (3 kursi), PKS (4 kursi), dan PAN (7 kursi). Gerindra, PKS, dan PAN dengan total 52 dari 81 kursi di DPRA atau 64,19%; 

2) Irwandi Jusuf-Nova Iriansyah;  dengan dukungan 13 kursi di DPRA dari 4 partai politik, yaitu Partai Demokrat (8 kursi), Partai Damai Aceh (PDA) dan PKB masing-masing 1 kursi, dan dari partai yang didirikan Irwandi sendiri yaitu Partai Nasional Aceh (PNA)  3 kursi. 

3) Tarmizi A Karim-Zaini Djalil, dengan para penyokongdari Partai Nasdem (8 kursi), PPP (6 kursi), dan PKPI (1 kursi).

Dari jalur perseorangan juga ada 3 (tiga) kandidat yang telah mendaftarkan diri ke penyelenggara Pemilu (KIP Aceh)  yaitu 1) ZainiAbdullah-Nasaruddin dengan dukungan 201.000 kartu tanda penduduk (KTP); 2) Zakaria Saman-Teuku Alaidinsyah (154.473 KTP); dan Abdullah Puteh-Sayed Mustafa Usab (188.459 KTP).

Nah, sebelum pluit panjang berbunyi, Golkar harus menentukan pilihan, memberikan dukungan kepada satu dari tiga paket di atas. Sekali lagi, Golkartak bisa lagi mengusung kandidat sendiri. Itu berarti kader Golkar TM. Nurlif yang sejak awal tahun ini sudah mendeklarasikan dirinya untuk maju,  terpaksa harus mengubur dalam-dalam hasra politiknya menuju Aceh-1. 

Strategi mengulur waktu

Bisa saja, faktor TM Nurlif inilah biang keladi keengganan Partai Golkarikut 'bermain' dalam ajang Pilgub Aceh. Kader setia Partai Golkar ini pernah terlibat kasus di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Merujuk berita yang dilansir VIVA.co.id padaSelasa, 23 November 2010, BPK memberhentikan sementara anggotanya, TM Nurlif. Pemberhentian ini terkait dengan status Nurlif yang menjadi tersangka suap pemberian cek pelawat pasca pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Nurlif diberhentikan sementara sejak 20 Oktober 2010 melalui Surat Keputusan Ketua BPK Nomor 12/K/I-XIII.2/10/2010 yang ditandatangani Ketua BPK, Hadi Purnomo.

Nurlif menjadi tersangka karena menerima Rp550 juta usai pemilihan itu. Saatitu Nurlif duduk sebagai anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Partai Golkar.

KPK menyangkakan para mantan anggota DPR itu melanggar ketentuan mengenai penyuapan yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UUPemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Para politisi Golkar di DPP tentu sudah berpikir dua kali untuk mendukung TMNurlif dengan track record seperti itu. Jika ini benar, maka mengulur waktu adalah strategi yang telah dipilih Golkar untuk menghentikanambisi politik TM Nurlif, kendati di sisi lain, Golkar kehilangan momentumuntuk berperan lebih dalam Pilgub Aceh.

Benarkah Golkar telah 'mati suri' di Pilgub Aceh? Dengan pengalaman yang sedemikian panjang dalam perpolitikan di Tanah Air, Golkar selalu punya seribusatu strategi. Golkar sudah memilih menjadi bagian dari koalisi partai pendukung pemerintah. Maka manuver politik Golkar di Aceh tentu akan berkiblat' kepada kepentingan jangka panjang Pemerintah di Aceh. Maka Golkarakan memberikan dukungannya kepada pemimpin Aceh yang dinilai mampu membawaAceh ke depan semakin sejahtera dan tetap dalam bingkai NKRI.[*] 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun