Mohon tunggu...
Sari Sekar Tanjung
Sari Sekar Tanjung Mohon Tunggu... -

Ditunggu kritik, saran, dan masukan konstruktifnya di kolom komentar. Hatur Nuhun www.kaskus.co.id/profile/viewallthreads/9243788 sstandjung.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Percakapan Tengah Malam - Senior Adalah Dewa (Part 3 & 4)

24 Oktober 2016   04:42 Diperbarui: 24 Oktober 2016   07:33 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SENIOR ADALAH DEWA – PART 3

Ketika waktu ISHOMA tiba, Marinipun mencoba jajanan kampus yang tak kalah enak daripada masakan ibunya. Diambillah makanan kesukaannya, tempe mendoan. Dibayarkanlah uangnya kepada Ibu Kantin. Tak lupa, di tengah kesibukannya Marinipun mencoba untuk menunaikan shalat. Walaupun masih bolong-bolong juga.

Selang 30 menit kemudian, acara ISHOMA pun selesai. Para Mabapun kembali memasuki ruangan. Pada acara itu ada sesi mengenai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Dalam acara itu banyak diperkenalkan UKM seperti MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam), Himpunan Mahasiswa, Teater, Seni Tari, Seni Musik, Sastra, bahkan ekskul yang diidam-idamkannya sewaktu SMA dulu, yakni jurnalisme. Pemaparan demi pemaparanpun dilahapnya.

Pada saat sesi pemaparan tentang jurnalisme, Marini begitu serius memerhatikannya. Tanpa berkedip sekalipun. Dijelaskan oleh moderator, bahwa dalam UKM jurnalisme, mahasiswa akan turun ke lapangan. Tujuannya hanya satu: mencari informasi yang sebenar-benarnya. Dengan turun ke lapangan, maka mahasiswapun akan berinteraksi dengan berbagai kalangan. Mulai dari pedagang kaki lima hingga panglima. Dalam pemaparannya, UKM Jurnalisme itu menekankan adanya jiwa korsa antar anggotanya. Sesuatu yang tak ia dapatkan sewaktu SMA dulu, dimana ia sering diledek karena dianggap salah jurusan.

Dengan adanya jiwa korsa, maka setiap orangpun mempunyai visi-misi sama. Jika ada satu orang membutuhkan bantuan, orang lainpun siap sedia membantu. Semua bekerja demi kepentingan organisasi, bagi yang egonya tinggi harap mundur teratur. Acara pemaparan mengenai UKM pun selesai, begitu juga dengan serangkaian acara OSPEK di hari itu. Pada akhir sesi para Ospekers pun memberikan serangkaian tugas bagi mabanya. Mulai dari beli ini lahh, beli itu lahh, sampai harus mereview berita tengah malam. Tapi Marinipun tak melakukannya sendiri. Panitia sudah membuat kelompok yang isinya adalah mahasiswa dari berbagai prodi. Di FISIP sendiri ada beberapa prodi, diantaranya: Ilmu Politik, Sosiologi, Ilmu Administrasi Negara, Sosiatri, Ilmu Hubungan Sosial, Kriminologi, Antropologi, sampai prodinya Marini, Ilmu Komunikasi.

Setelah diumumkan tugas-tugas oleh para ospekers itu, acarapun fix selesai. Bubarlah maba yang masih unyu-unyu itu. Satu persatu kelompokpun berkumpul untuk membahas tugas sialan itu. Mulailah Marini dan kawan-kawannya bergerilya menyerbu Bursa Kampus, sebuah toko peralatan alat tulis dll dengan harga miring. Maka dicarilah barang-barang yang diminta oleh para ospekers itu. Mulai dari permen bertuliskan kata ‘I Love You’, bendera tiga warna, sampai balon dengan warna kuning keemasan. Mirip dengan warna bendera FISIP. Dalam perburuannya, Marinipun merasakan kelelahan akut.

“Aku capek banget Mel.” ujar Marini kepada Meylani teman satu kelompoknya ang berasal dari Prodi Administrasi Negara.

“Kamu sakit ya Marini, kalau sakit jangan dipaksain. Bentar lagi kita selesai kok mburu barangnya. Habis itu barulah kita kerjain tugas dari para ospekers. Semangat ya Marini, kamu pasti kuat. Orang dibentakin aja kamu nggak nangis.” katanya sambil mengusap-usap rambut Marini.

Bergetarlah telepon dari saku kemeja Meylani. Diangkatlah panggilan dari seseorang yang baru dikenalnya. Ponselnyapun seperti keringetan, mengingat pada saat dibentak para ospekers Meylani mengeluarkan keringat dingin.

“Halo, Andrian. Ada apa ya ? Tumben nelpon.” jawab Meylani.

“Ini aku sudah dapat sabun batangan dengan merek ####, susah juga ngedapetinya. Ini aku beli 10 buah, sesuai dengan jumlah kelompok kita. Bayarnya besok saja ya Mel. Uangnya aku talangin dulu.” kata Andrian.

“Tuh Mar, Andrian sudah dapet barangnya. Kita pulang yuk, hari udah petang. Hampir maghrib. Kita naik Transjogja saja ya biar aman.” ujar Meylani memberi saran

Tak seperti sebelumnya, dimana waktu itu ia turun di sembarang tempat. Sampai hampir dicuri dompet maupun berbagai aksesorisnya. Untung ada Robin Hood yang datang tak disangka-sangka. Sehingga selamatlah ia dari para perampok itu. Beruntungnya Marini ....

“Mar, kamu kok cemberut sih, ada apa ?” tanya Meylani kepada Marini.

“Nggak papa kok Mel, aku agak capek aja. Soalnya kegiatan OSPEK hari ini lumayan padat.” 

“Oh .... gitu, kirain ada yang kamu sembunyiin. Eh itu sudah sampai halte depan kost kita. Turun yuk.” ajak Meylani dengan menggamit tangan Marini yang masih basah oleh keringat dingin.

“Kita berpisah sampai di sini ya Mel, soalnya kosan aku di seberang jalan. Hati-hati di jalan ya Mel. Besok berangkatnya bareng lagi kan?” tanya Marini.

"Ya iyalah, orang kita satu kelompok. Besok aku nyontek tugas reviewmu ya. Kamu kan paling jago bikin resensi.” bujuk Meylani.

“Kalau itu sih gampang, entar kamu dateng ya di kosanku jam 00.30. Pas acaranya baru mulai. Hihihi.”

"Kagak lahh, kan jam segitu aku tidur, besok aja ya abis subuh aku ke kosanmu. Okey ?” kata Meylani.

“Okelahh kalau begitu. Sampai jumpa besok ya Mel. Dada ....” kata Marini sambil melambaikan tangannya.

“Sampai jumpa besok. Jangan lupa mandi, hehehe ....” 

Saat adzan Maghrib berkumandang, sampailah Marini di kostnya. Di kostnyapun tampaknya penuh dengan maba dari universitas lain. Harap maklum, di Jogja banyak universitas. Sehingga dalam satu kost/kontrakan tinggallah mahasiwa dari berbagai universitas. Diletakannya tas yang membebani punggungnya itu, selagi mencopot sepatunya. Ia melihat kamar mandi kosong, tak ada yang menggunakannya. Berpikirlah ia untuk mandi, sekadar merelaksasikan diri ditengah padatnya jadwal. Dibawalah gayung yang berisi sabun cair, pasta gigi, maupun facial foam itu.

Saat di kamar mandi, dilucutilah kemeja yang basah oleh keringat dinginnya. Air dari bak pun dituangkan ke tubuhnya yang dikatakan rata oleh para temannya. Disekalah karat-karat di tubuhnya, sehingga badannyapun berkilau kembali. Seperti para permaisuri kerajaan. Ritual mandipun selesai.

Kinilah saatnya berganti kostum yang lebih casual, jauh dari kesan formal.

TTD-SST

SENIOR ADALAH DEWA – PART 4


Dimasukkanlah pakaian-pakaian kotor itu kedalam keranjang, untuk dicucinya kemudian. Tak seperti gadis kebanyakan, penampilan Marini sangat jauh dari kata modis. Pakaian yang dikenakannya adalah pakaian yang kedodoran (barangkali dalamannya juga – Upps). Yang jelas Marini adalah orang yang cuek, apalagi soal make up. Tak satupun kosmetik yang dibelinya. Ia lebih suka membeli buku, majalah, novel dsb. Kalaupun lagi bokek ia membeli koran, biar nggak kudet-kudet amat. Ia mengenakan sweater berwarna abu-abu yang dibeli Ibunya dari Stockholm, Swedia. Pakaian itu sangatlah cocok digunakan ketika hawa dingin begitu menyengat.

Bawahannyapun terlihat serasi dengan celana training yang kedodoran (biar matching). Ia adalah gadis yang jauh (banget) dari hingar bingar popularitas, meskipun sangat berbakat dalam bidangnya. Tak sampai sejam ia mengerjakan laporan tentang Penembakan di Lapas Cebongan, iapun tertudur pulas. Beralaskan tumpukan kertas. Karena sudah mengantisipasi, alarm jamnyapun disetel pukul 23.45 supaya tidak lupa menonton berita tengah malam. 

Pukul 23.45 tepat, alarmnyapun berbunyi. Dimatikanlah HP jadul miliknya, sembari mengumpulkan nyawa, Marinipun berusaha bangun. Dengan sempoyongannya ia melangkahkan kaki menuju TV yang ada di dekat ruang tamu. Dari jauh, teman sebelah kostnya Mbak Zahrani menanyakan tujuannya.

“Mau keluar ya Mar.” kata Mbah Zahrani dengan mimik penasaran.

“Enggak Mbak, mau nonton TV. Ada tugas OSPEK buat meresume berita tengah malam. Maklum Mbak, masih maba.” kata Marini dengan lugasnya.

“Ohh gitu ya, selesaiin gih tugasnya, biar nggak dimarahin para ospekers. Panitia OSPEK nya FISIP garang-garang loh tahun ini. Hati-hati ya Mar. Hihihi.” Kata Mbah Zahrani, mahasiswa Prodi Administrasi Negara semester 5. Satu kampus dengan Marini.

“Makasih ya mbak atas infonya. Mbak hati-hati juga ya. Di sebelah kamar Marini ada. Ada apa yaaa ....” katanya yang disambut penasaran.

“Ihhh kamu mau nakut-nakutin mbak. Dasar Maba, hahaha. Sono setel TV-nya, barangkali ada berita bagus. Mbak ke kamar dulu ya Mar.” katanya sembari berlalu dari kamar mandi.

“Iya mbak, met bobok ya. Kita ketemu di alam mimpi.” kata Marini yang dibalas dengan senyum cuek.

Dipencetlah tombol power itu, dan dicarilah channel yang menayangkan berita tengah malam. Segeralah ia mengambil recorder merek Sony, pemberian ayahnya yang baru pulang dari Jepang. Direkamnya baik-baik berita Headline News itu, ketika berita HN yang cuma 5 menit itu berakhir. Dipencetlah tombol switch untuk mengganti ke channel lain. Ditemukanlah sebuah acara bernama Warta Malam yang sebenarnya adalah acara rerun. Sambil membawa catatan, kadang dalam lamunannya ia menggaruk-garuk kepala (pusing karena penyiarnya). Ia pikir penyiar Warta Malam itu cuma bermodalkan wajah cantik, body molek, maupun desahan suara yang membuat para pemirsa tak mengerlingkan mata. Tapi ternyata tidak, selain cantik dan aduhai, penyiar Warta Malam itupun berwawasan luas. Seperti yang akan diusahakannya agar menjadi seorang presenter kondang.

Sudah hampir sejam Marini berkutat dengan clipboard yang terkadang ditopangkan di dadanya. Sudah belasan lembar kertas folio dilahap oleh tulisan tangannya. Acara baru selesai setengah jam kemudian, diambillah kopi sachet untuk dijadikannya teman begadang. Saat kondisi sedang ngantuk-ngantuknya, barulah ia menuangkan kopi hitam itu kedalam gelas, dituangkannya air panas, dan diseduhnya. Kopi panas sedikit menghapus kesepiannya. Diseruputlah kopi itu via bibirnya yang lembut, selembut cinta kasih orang tua kepada anaknya.

Setengah jampun berlalu, acarapun selesai. Marini membuat resume berita itu di buku catatan OSPEK yang telah dibagikan sebelumnya oleh para ospekers. Disalinlah berita itu dengan tulisan rapi. Karena saking lelahnya, Marinipun menguap selebar kapastitas mulutnya. Tak jarang, posisi duduknyapun seperti orang sedang mabuk. Karena tak kuatnya menahan kantuk, Marinipun tidur hingga terdengar sayup-sayup suara adzan. Karena adzan tiba, Marinipun segera mengambil air wudhu. Ditunaikanlah shalat shubuh.

Ketika ia sedang shalat, terdengarlah suara yang nampaknya ia kenal. Walaupun orang itu baru dikenalnya ia adalah Maeylani, Tisha, dan Aulia. Dengan sabarnya ketiga orang itu menunggu Marini sembahyang. Setelah selesai, dibukakanlah pintu bagi tiga gadis itu.

Klek, suara pintupun terdengar nyaring. Ketiga gadis itupun dipersilakan masuk. Mereka memasuki ruangan dengan dinding berjuta-juta kalimat bijak.

“Mar, sudah selesai belum tugas resumenya.” Kata Meylani dengan muka muram. Maklum waktu itu ia ketiruran karean habis nonton drama korea

“Ya, baru sebagian sih Mel. Ini baru di coret-coretan, sisanya belum jadi. Ini aku mau ngelanjutin. Mana masih banyak yang belum kutulis lagi. Arrrrgh ....” kata Marini kesal.

“Ya udah Mar, kita kerjain sama-sama ya. Kita kan satu kelompok, harus punya jiwa korsa. Bener nggak Tis, Mel ?” kata Aulia sambil menanyakan sesuatu pada Tisya dan Meylani.

“Silakan aja sih,tapi pekerjaanku nggak rapi-rapi banget. Maaf yah teman-teman. Soalnya aku ketiduran, padahal niatnya sih ngerjain.” kata Marini dengan rengekannya yang khas.

“Ya udah, mana pekerjaanmu? Kita-kita belum ngerjain samasekali, kamu sih masih mending.” sambil melihat-lihat pekerjaan Marini, Tisha pun terkejut. Ternyata sudah belasan lembar ia kerjakan meski masih dalam bentuk reng-rengan (coret-coretan).

“Ini Tis, Aul, Mel. Aku ada rekaman soal acara Warta Malam. Kalau mau ndengerin ya monggo. Maaf ya kalau suaranya agak kresek-kresek.” Kata Marini sambil membenarkan poninya.

Akhirnya mereka berempat mengerjakan tugas resume itu sampai pukul 6 pagi. Karena jam 07.30 mereka harus ada di kampus, mengumpulkan tugas OSPEK yang bejibun banget itu. Tatkala waktu menunjukkan pukul 06.40 tak ada satupun dari mereka yang selesai menunaikan tugasnya.

“Duh udah hampir jam tujuh nih, dan kita belum selesai ngerjain tugas. Mana belum mandi lagi.” kata Meylani.

“Ya sudah, kamu mandi di kostku aja Mel. Mumpung nggak ada yang make kamar mandi. Nggak papa kok, daripada baunya nyebar kemana-mana. Hihihi.” kata Marini menawarkan kamar mandinya untuk dipakai.

“Eh, kita pulang aja yuk. Kita kan nggak bawa baju dresscode kemeja putih lengan panjang, plus rok warna hitam.” Kata Tisya mengingatkan Meylani dan Aulia.

“Pulang aja yuk Mel, Tis. Masak kita ke kampus nggak mandi.” kata Aulia

“Mendingan kita nggak usah mandi aja sekalian. Biar kompak. Daripada tugas nggak selesai. Sekarang aja kita menuju kosan Aulia, kost dari kita-kita yang paling deket dari kampus.” ujar Tisha menyarankan.

Merekapun bergegas menuju kampus. Marini mengenakan kemeja lengan panjang yang kedodoran. Dasi warna hitam yang lebarpun menegaskan appearancenya yang nggak up to date. 

TTD - SST 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun