“Makasih ya mbak atas infonya. Mbak hati-hati juga ya. Di sebelah kamar Marini ada. Ada apa yaaa ....” katanya yang disambut penasaran.
“Ihhh kamu mau nakut-nakutin mbak. Dasar Maba, hahaha. Sono setel TV-nya, barangkali ada berita bagus. Mbak ke kamar dulu ya Mar.” katanya sembari berlalu dari kamar mandi.
“Iya mbak, met bobok ya. Kita ketemu di alam mimpi.” kata Marini yang dibalas dengan senyum cuek.
Dipencetlah tombol power itu, dan dicarilah channel yang menayangkan berita tengah malam. Segeralah ia mengambil recorder merek Sony, pemberian ayahnya yang baru pulang dari Jepang. Direkamnya baik-baik berita Headline News itu, ketika berita HN yang cuma 5 menit itu berakhir. Dipencetlah tombol switch untuk mengganti ke channel lain. Ditemukanlah sebuah acara bernama Warta Malam yang sebenarnya adalah acara rerun. Sambil membawa catatan, kadang dalam lamunannya ia menggaruk-garuk kepala (pusing karena penyiarnya). Ia pikir penyiar Warta Malam itu cuma bermodalkan wajah cantik, body molek, maupun desahan suara yang membuat para pemirsa tak mengerlingkan mata. Tapi ternyata tidak, selain cantik dan aduhai, penyiar Warta Malam itupun berwawasan luas. Seperti yang akan diusahakannya agar menjadi seorang presenter kondang.
Sudah hampir sejam Marini berkutat dengan clipboard yang terkadang ditopangkan di dadanya. Sudah belasan lembar kertas folio dilahap oleh tulisan tangannya. Acara baru selesai setengah jam kemudian, diambillah kopi sachet untuk dijadikannya teman begadang. Saat kondisi sedang ngantuk-ngantuknya, barulah ia menuangkan kopi hitam itu kedalam gelas, dituangkannya air panas, dan diseduhnya. Kopi panas sedikit menghapus kesepiannya. Diseruputlah kopi itu via bibirnya yang lembut, selembut cinta kasih orang tua kepada anaknya.
Setengah jampun berlalu, acarapun selesai. Marini membuat resume berita itu di buku catatan OSPEK yang telah dibagikan sebelumnya oleh para ospekers. Disalinlah berita itu dengan tulisan rapi. Karena saking lelahnya, Marinipun menguap selebar kapastitas mulutnya. Tak jarang, posisi duduknyapun seperti orang sedang mabuk. Karena tak kuatnya menahan kantuk, Marinipun tidur hingga terdengar sayup-sayup suara adzan. Karena adzan tiba, Marinipun segera mengambil air wudhu. Ditunaikanlah shalat shubuh.
Ketika ia sedang shalat, terdengarlah suara yang nampaknya ia kenal. Walaupun orang itu baru dikenalnya ia adalah Maeylani, Tisha, dan Aulia. Dengan sabarnya ketiga orang itu menunggu Marini sembahyang. Setelah selesai, dibukakanlah pintu bagi tiga gadis itu.
Klek, suara pintupun terdengar nyaring. Ketiga gadis itupun dipersilakan masuk. Mereka memasuki ruangan dengan dinding berjuta-juta kalimat bijak.
“Mar, sudah selesai belum tugas resumenya.” Kata Meylani dengan muka muram. Maklum waktu itu ia ketiruran karean habis nonton drama korea
“Ya, baru sebagian sih Mel. Ini baru di coret-coretan, sisanya belum jadi. Ini aku mau ngelanjutin. Mana masih banyak yang belum kutulis lagi. Arrrrgh ....” kata Marini kesal.
“Ya udah Mar, kita kerjain sama-sama ya. Kita kan satu kelompok, harus punya jiwa korsa. Bener nggak Tis, Mel ?” kata Aulia sambil menanyakan sesuatu pada Tisya dan Meylani.