Mohon tunggu...
Saris D Pamungki
Saris D Pamungki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis Dan Merekam Lewat Visual

Beda Tapi Tak Sama dan sendiri nyali teruji, dua kata buat penyulut semangat diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

60 Kilometer

18 November 2018   01:51 Diperbarui: 18 November 2018   09:44 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin saja sekarang (00.43 WIB) anak-istrinya sudah tertidur lelap, saat ketiga bapak-bapak ini selesaikan kerjaan. Mereka mengambil tanah dari seberang rel kereta api, sesekali berhenti tengok kiri, memastikan langkah kereta masih jauh atau dekat dan aman untuk beliau berjalan.

Subhanallah,

Kata yang terlintas dibenakku begitu saja. (agak) tercengang, dinihari sepertinya tak mau berhenti denyut nadi para manusia hebat ini. Bagaimana tidak, dengan memakai cuttlepack dan alat pengaman seadanya, ketiga bapak ini masih memproduksi keringat demi sesuap nasi keluarganya. 

Benar tidaknya prasangka ku ini, Allah yang lebih tahu, tapi yang pasti benar-benar menyentuh rasa iba dan syukur atas apa yang aku lihat malam ini. Malam yang cukup dingin, karena satu jam lalu hujan telah leluasa menyapa tanah kelahiranku.

Baru seminggu, style baju aku rubah. Biasanya hanya pakai kaos oblong. Itupun masih berkeringat dan gerah, saking panasnya udara yang menyelimuti ruang gerakku. Jika dibandingkan dengan hari ini, musti kudu berlapis kain menutupi jasmani. Dingin terasa amat maaaak....!!!

Apalagi dipake jalan naek motor, beih...ampuuuun, kaos plus jaket dan masih plus lagi, nenteng tas ransel musti wajib ditaruh di depan buat nutupin dada agar terasa hangat.

Kerjaanku tak jauh beda dengan bapak-bapak yang lagi lembur malam ini di rel kereta. Hanya saja kalo aku, selalu habiskan waktu di jalanan. Mendampingi keluarga yang dapetin program sosial dari pemerintah pusat, sudah pasti berputar dari satu rumah ke rumah yang lain.

Porsi mungkin berbeda, tapi aku yakin selain buat menyambung hidup, bekerja apapun selalu ada pelajaran kerohanian yang bisa kita ambil.

Tetap semangat ya pak, tanpa dirimu bertiga malam ini yang sedah bertugas perbaiki rel kereta, kami yang lagi nunggu palang pintunya terbuka, tak bisa nyaman melewatinya jika tak ada kalian. Salluuutee...

Begitu kereta api lewat, aku laju motor ini. Bunyi klakson bertubi-tubi telah mengaung, seakan memberi tanda jalan dengan tergesa. Ya, waktu yang cukup lama dirasa saat menunggu palang pintu terbuka.

Baru 50 meter jarak dari lintasan moda transportasi merakyat tadi, persis motor didepanku sulit kendalikan kemudinya, yang terlihat ada mobil PLN yang memotong lajur kami dari kanan ke kiri, parahnya lampu isyarat berbelok pun tak dinyalakan oleh mobil tersebut. Al hasil, kami hampir saja bertubrukan, ya Allah.

Dari kejadian kecil itu, kuputuskan untuk berhenti dan menepi. Sudah separo lebih perjalananku nuju kampung halaman yang berjarak sekitar 60 kilometer dari titik awal kunyalakan motor ini.

Saat menepi, biasa kugunakan menghisap sebatang rokok yang kutaruh di saku depan (tas ransel). Cukup satu saja, sembari beristirahat dan atur nafas.

Seringkali di tengah jalan aku menikmatinya walau sebatang, disertai mata yang tak mau terpejam merekam lalu lalang kendaraan juga akal pikiran yang kayaknya butuh lemari es buat mendinginkannya. Di jalanan aku ditempa, ditunjukkan beragam kebesaran Tuhan dan dihadapkan ujian dengan bermacam kejadian yang tentunya kita tak kuasa menentukan.

Malam yang kulalui hari ini cukup banyak menyita ruang berfikir utama. Sebelum berangkat tadi, sisi luar alam berfikirku sudah dipenuhi oleh keinginan memproduksi sebuah dokumenter esok hari, sekalinya ada kejadian seperti ini agak buyar keutamaan rencana itu bertengger pada posisinya.

Dari beberapa kejadian yang tak disangka tersebut, ternyata meneguhkan bahwa suatu rencana atau masalah hanya bisa bertahan sebentar saja, dengan kata lain kita kudu berani memberi jeda waktu hanya 5 menit lamanya, biarlah Tuhan yang urus setelahnya.

Tapi, sekali lagi kita dicipta dari unsur yang lekat dengan sifat buruk, maka sangat rentan berkawan dengan prasangka jelek lebih dulu.

Hummm...manusia....manusia, ahhh..sudahlah

Hampir 15 menit, telah tiba saatnya sebatang rokok ini tuntas, aku lanjutkan perjalanan pulang menuju rumah dunia yang belum tentu aku idamkan. Akherat lah sebenar-benarnya rumah kita

(Catatan Perjalananku, PP 60KM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun