Mohon tunggu...
Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/KBM/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Skala Kecantikan Sempurna

16 Juni 2023   21:00 Diperbarui: 16 Juni 2023   21:01 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangan lentiknya terulur meraih kerah kemejaku. Menautkan kancing ke lubangnya lalu menyusuri garis rahang. Aku meraih jari-jarinya. Dia berkedip dengan natural ketika aku menempelkan bibir di atas jari-jari tangan kanannya.

"Aku akan pulang terlambat hari ini," kataku padanya.

Dia menganggukkan kepala pelan dan bibirnya tersenyum alami. "Baiklah. Aku akan memasak makan malam dan mengganti sprei hari ini. Oh, ada beberapa buku yang harus aku baca hari ini. Kau tahu? Buku Penyihir Kota Kembang."

"Baiklah. Aku pergi, Michelle." Aku melambaikan tangan sebelum melangkah ke luar rumah dan melaju dengan Mercedes-Benz warisan dari Ayah.

Beberapa orang menganggukkan kepala dengan sopan untuk berbasa-basi ke arahku. Aku hanya membalas seperlunya. Mengangguk, tersenyum tipis, melambaikan tangan. Menekan angka 53 di tombol lift, aku memerhatikan perempuan dengan setelan blazer dan rok span di atas lutut yang berdiri sejajar denganku. Aku memandangnya beberapa detik tanpa berkedip untuk memindai fitur wajahnya yang masuk skala cantik.

Michelle butuh teman. Tak ada salahnya membawakan dia teman yang sama. Toh mereka sama sekali tak memiliki perasaan cemburu atau semacamnya, pikiranku mulai menyusun rencana.

Pintu lift terbuka. Aku melangkah lebih dulu tanpa mengatakan apapun pada perempuan itu. Berbelok ke arah kiri, aku tiba di ruangan kerja dengan disambut Yanah, perempuan berdarah sunda yang menyusun jadwal kerja sekaligus mengurus jadwal pergantian Michelle di rumahku.

"Selamat pagi, Pak. Hari ini akan ada pemeriksaan untuk piranti lunak Michelle," katanya ketika aku baru saja mendaratkan tubuh di kursi kerja.

Aku menepuk dahi sesaat. "Astaga. Aku benar-benar lupa! Apakah tidak apa-apa kalau aku tak mengawasinya? Aku ada janji dengan Alex pukul tujuh malam ini."

"Tidak masalah, Pak. Mereka hanya akan menambahkan fitur baru."

Alisku terangkat. "Oh ya? Apa saja?"

"Oh, Anda bisa baca di berkas yang mereka kirimkan di email Anda beberapa menit lalu."

Aku mengangguk-angguk mengerti. Tanganku segera bergerak di tetikus dan papan ketik. Email dari FiTech Company. Aku membacanya sekilas. Tidak ada yang aneh. Ketika mataku menuju bagian akhir dari surat elektronik itu, spontan aku tersenyum.

Fitur terbaru: penyempurnaan gerakan, meliputi: berdansa, memeluk hingga melenguh ketika disentuh di titik-titik sensitif. Durasi pemakaian: 30 hari dengan minimal pengisian baterai delapan belas jam.

"Menarik. Aku suka fitur terbarunya. Tolong kirimkan aku laporannya segera setelah fitur terbarunya dipasang, Yanah. Aku akan rapat dengan para pengembang." Aku berdiri dari kursi, mengayun langkah menuju ruangan rapat.

Beberapa lelaki muda duduk di kursi mengelilingi meja berbentuk U di tengah ruangan. Proyektor menampilkan model tiga dimensi proyek Michelle yang lain. Aku memberi nama proyek kali ini dengan nama seseorang yang pernah menjadi bagian dari petualangan masa kuliah di negeri Paman Sam: Amber.

Lelaki muda bernama Christian menerangkan bagaimana dia merancang Amber dengan teknologi terbaru yang mereka kembangkan.

"Kami berencana membuat modelnya Desember tahun depan, Pak," katanya menutup presentasi.

Aku mengernyit, mulai berpikir untuk mencari rekan yang bisa menyuplai dana tambahan untuk menciptakan Amber.

"Tim kami akan mencari sponsor juga, Pak. Netizen Indonesia adalah kolam ikan raksasa," usul Christian.

"Oke. Aku serahkan kepada kalian. Laporkan setiap perkembangan langsung padaku." Aku berdiri dari kursi, melirik jam analog di pergelangan tangan kiri, aku buru-buru melangkah meninggalkan ruangan itu.

Aku refleks menjulurkan ujung sepatu untuk menahan pintu lift. Janji dengan Alex hanya tersisa lima belas menit. Di dalam lift seorang perempuan yang masih kukenali wajahnya tersenyum. Dengan rambut ikal tergerai dan lipstik berwarna merah yang tak kuhafal jenisnya.

Dia menekan angka 1 di tombol lift. Sebuah kebetulan tak terduga.

"Terima kasih. Kebetulan aku juga akan ke lantai bawah," kataku.

Dia hanya tersenyum. Aku merasa seranganku sia-sia.

"Karina. Kamu tetap cantik. Bagaimana kalau kita makan malam bersama?" Aku mencoba bertaruh dengan keberuntungan.

"Terima kasih, Nand. Maaf, aku sudah menikah sekarang."

#MY, 16 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun